Dolar AS Masih Perkasa, Rupiah Cs Jadi Korbannya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 July 2018 08:45
Dolar AS Masih Perkasa, Rupiah Cs Jadi Korbannya
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah dibuka stagnan, rupiah bergerak cenderung melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Tren penguatan greenback sepertinya masih enggan berhenti, dan rupiah jadi salah satu korbannya. 

Pada Kamis (19/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.400. Tidak bergerak dibandingkan penutupan hari sebelumnya. 

Namun pada pukul 08:27 WIB, rupiah sudah melemah 0,07%. Sebab, dolar AS sudah dihargai Rp 14.410. 

Rupiah tidak berjalan sendiri. Berbagai mata uang utama Asia pun melemah terhadap dolar AS. Bahkan pelemahan rupiah tidak sedalam mata uang lainnya. Depresiasi terdalam sejauh ini dialami oleh rupee India. 

Untuk mendapatkan informasi mengenai kurs dolar AS, silakan klik di sini.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:29 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang112,74+0,08
Yuan China6,72-0,21
Won Korea Selatan1.130,00+0,01
Dolar Taiwan30,63-0,13
Dolar Hong Kong7,85+0,01
Rupee India68,62-0,29
Dolar Singapura1,37-0,09
Baht Thailand33,34-0,15
Peso Filipina53,47-0,04

Dolar AS masih melanjutkan keperkasaannya. Kali ini, bahan bakar penguatan greenback adalah pidato Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed, di hadapan Kongres AS. Ini merupakan rangkaian laporan ekonomi semester I-2018 kepada legislatif, setelah kemarin Powell pun memberi paparan di Senat. 

Dalam pidatonya di Capitol Hill, Powell mengulangi apa yang disampaikan di hadapan Senat. The Fed masih akan menempuh kebijakan kenaikan suku bunga acuan secara bertahap. Pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. 

Tidak hanya kenaikan suku bunga acuan, The Fed juga terus melakukan normalisasi neraca. Saat krisis keuangan global, The Fed menggelontorkan likuiditas ke pasar dengan memborong surat-surat berharga. Neraca The Fed pun membengkak. 

Kini, The Fed sedang dalam proses untuk merampingkan neraca tersebut. Caranya adalah melepas surat-surat berharga yang dimilikinya, menyedot likuiditas dari pasar.

Powell mengatakan proses normalisasi neraca ini bisa berlangsung selama 3-4 tahun.
 Dalam periode tersebut, likuiditas dolar AS akan cenderung ketat karena ditarik oleh The Fed.

Persepsi ini semakin menebalkan keyakinan investor bahwa nilai dolar AS akan semakin kuat karena pasokannya kian terbatas. Aksi beli pun terus melanda greenback, sehingga nilainya bertambah naik. Penguatan dolar AS tentu berdampak pada pelemahan mata uang lain, termasuk rupiah.
 

Selain itu, dari dalam negeri juga ada sentimen yang membuat investor cenderung hati-hati. Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate.  

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan menahan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate di 5,25%. Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 di antaranya memperkirakan 'hold'.

Hanya dua yang memperkirakan ada kenaikan 25 basis poin menjadi 5,5%. Median konsensus ada di 5,25%.

Meski mayoritas suara pasar memperkirakan suku bunga ditahan, bukan berarti tidak ada kemungkinan untuk dinaikkan. Sebab, pelemahan rupiah yang sudah mencapai 5,6% sejak awal tahun bisa saja memaksa BI untuk kembali menaikkan suku bunga acuan. 


Investor pun wait and see menantikan keputusan BI. Sepertinya masa tunggu ini diiringi oleh pelepasan aset-aset berbasis rupiah, sehingga membuat mata uang ini melemah.  

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular