
Rupiah Melemah Terdalam Kedua Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 July 2018 08:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan pagi ini. Rupiah terseret arus penguatan dolar AS yang terjadi secara global.
Pada Rabu (18/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.385. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Setelah pembukaan, rupiah cenderung melemah. Pada pukul 08:13 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.397 di mana rupiah melemah 0,22%. Dolar AS lagi-lagi sudah di ambang Rp 14.400.
Kemudian pada pukul 08:21 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.395. Rupiah masih melemah, kali ini di 0,21%. Untuk mengetahui perkembangan kurs dolar AS, silakan klik di sini.
Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang utama Asia juga cenderung melemah di hadapan dolar AS. Namun dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua setelah yuan China.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:25 WIB, mengutip Reuters:
Dolar AS masih melanjutkan keperkasaannya, yang terjadi sejak tadi malam. Pada pukul 08:28 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,07%.
Laju dolar AS kali ini didorong oleh paparan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed, di depan Senat AS. Meski tanpa kejutan, papan Powell tetapi menegaskan bahwa The Fed kemungkinan besar akan mengeksekusi dua kali kenaikan suku bunga lagi, sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan awal yaitu tiga kali.
"Data-data terkini sangat mengesankan. Lapangan kerja tumbuh cepat, pendapatan masyarakat meningkat, optimisme di level rumah tangga telah mengangkat konsumsi dalam beberapa bulan terakhir. Investasi oleh dunia usaha juga tumbuh sehat," papar Powell, mengutip Reuters.
Data teranyar adalah produksi industri AS yang naik 0,6% secara bulanan pada Juni 2018. Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi (minus) 0,5%. Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perekonomian AS berjalan di jalur yang benar.
Jika peluang kenaikan suku bunga yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Kemudian, sikap Powell yang menolak khawatir dengan perang dagang juga menjadi pendorong penguatan dolar AS. Powell menyebutkan bahwa penerapan kenaikan bea masuk mungkin bukan pendekatan yang tepat dan perekonomian AS bisa terkena dampak negatif jika itu dilakukan terlalu lama.
Namun pada akhirnya, Powell menyatakan bahwa hasil dari kebijakan ini bisa positif bila posisi tawar AS membuat negara-negara lain menurunkan bea masuknya. Nantinya akan tercipta perdagangan global yang lebih sehat dengan bea masuk yang rendah.
"Powell menyingkirkan kekhawatiran soal perang dagang. Investor menantikan apakah Powell akan menyinggung soal itu, dan ketika hasilnya demikian maka menjadi lampu hijau untuk membeli dolar AS," kata Boris Schlossberg, Director of FX Strategy di BK Aset Management yang berbasis di New York, seperti dikutip Reuters.
Hasil akhir dari sentimen ini adalah dolar AS yang menguat terhadap berbagai mata uang dunia. Rupiah pun ikut terseret dalam gelombang keperkasaan greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Rabu (18/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.385. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Setelah pembukaan, rupiah cenderung melemah. Pada pukul 08:13 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.397 di mana rupiah melemah 0,22%. Dolar AS lagi-lagi sudah di ambang Rp 14.400.
Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang utama Asia juga cenderung melemah di hadapan dolar AS. Namun dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua setelah yuan China.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:25 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 112,90 | -0,04 |
Yuan China | 6,70 | -0,23 |
Won Korea Selatan | 1.127,20 | -0,11 |
Dolar Taiwan | 30,52 | +0,06 |
Dolar Hong Kong | 7,85 | 0,00 |
Rupee India | 68,42 | +0,18 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,01 |
Baht Thailand | 33,32 | -0,06 |
Peso Filipina | 53,42 | -0,07 |
Laju dolar AS kali ini didorong oleh paparan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed, di depan Senat AS. Meski tanpa kejutan, papan Powell tetapi menegaskan bahwa The Fed kemungkinan besar akan mengeksekusi dua kali kenaikan suku bunga lagi, sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan awal yaitu tiga kali.
"Data-data terkini sangat mengesankan. Lapangan kerja tumbuh cepat, pendapatan masyarakat meningkat, optimisme di level rumah tangga telah mengangkat konsumsi dalam beberapa bulan terakhir. Investasi oleh dunia usaha juga tumbuh sehat," papar Powell, mengutip Reuters.
Data teranyar adalah produksi industri AS yang naik 0,6% secara bulanan pada Juni 2018. Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi (minus) 0,5%. Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perekonomian AS berjalan di jalur yang benar.
Jika peluang kenaikan suku bunga yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Kemudian, sikap Powell yang menolak khawatir dengan perang dagang juga menjadi pendorong penguatan dolar AS. Powell menyebutkan bahwa penerapan kenaikan bea masuk mungkin bukan pendekatan yang tepat dan perekonomian AS bisa terkena dampak negatif jika itu dilakukan terlalu lama.
Namun pada akhirnya, Powell menyatakan bahwa hasil dari kebijakan ini bisa positif bila posisi tawar AS membuat negara-negara lain menurunkan bea masuknya. Nantinya akan tercipta perdagangan global yang lebih sehat dengan bea masuk yang rendah.
"Powell menyingkirkan kekhawatiran soal perang dagang. Investor menantikan apakah Powell akan menyinggung soal itu, dan ketika hasilnya demikian maka menjadi lampu hijau untuk membeli dolar AS," kata Boris Schlossberg, Director of FX Strategy di BK Aset Management yang berbasis di New York, seperti dikutip Reuters.
Hasil akhir dari sentimen ini adalah dolar AS yang menguat terhadap berbagai mata uang dunia. Rupiah pun ikut terseret dalam gelombang keperkasaan greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular