
Survei Perbankan BI
Likuditas Mengetat, Bank Pikir-pikir Salurkan Kredit
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
17 July 2018 19:23

Jakarta, CNBC Indonesia- Pertumbuhan kredit perbankan di triwulan II-2018 menunjukkan hasil positif. Survei Perbankan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi apda semua jenis penggunaan kredit.
Peningkatan kredit di dorong oleh kenaikan permintaan kartu kredit yang berasal dari peningkatan konsumsi masyarakat pada bulan Ramadan dan Idul Fitri. Selain itu, kredit kepemilikan rumah/apartemen juga meningkat tinggi.
Pada rilis data tersebut, permintaan terhadap kartu kredit meningkat dari 7,7% pada triwulan I-2018, menjadi 47,2% pada triwulan II-2018. Artinya ada peningkatan hampir 7 kali lipat.
Sementara permintaan KPR periode triwulan I hingga II-2018, naik hingga 11,7% dan menyentuh posisi 42,9%. Kenaikan permintaan KPR seiring dengan antusias masyarakat terutama kaum milenial untuk memiliki properti sendiri.
Di sisi lain, kekhawatiran bunga kredit yang akan naik, membuat masyarakat lebih cepat mengambil KPR terutama jika ada event-event promo KPR properti.
Permintaan Kredit Naik, Perbankan Semakin Hati-Hati
Meskipun permintan kredit naik, tidak mendorong perbankan semakin rajin menyalurkan kredit. Indeks Lending Standar yang mencerminkan tingkat kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, pada triwulan II-2018 naik hingga 6,6. Padahal di triwulan I-2018, indeks berada di posisi minus, yang berarti perbankan cenderung lebih longgar menyalurkan kredit.
Kebijakan penyaluran kredit yang lebih ketat merupakan tindakan antisipasi bank untuk mencegah kredit macet. Beberapa cara yang dilakukan bank diantaranya memperketat perjanjian kredit, agunan hingga persyaratan administrasi yang harus dipenuhi.
Dari beberapa jenis kredit, kredit investasi menjadi yang paling diantisipasi oleh perbankan pada triwulan II-2018. Selain kredit investasi, kredit modal kerja juga menjadi jenis kredit lain yang diantisipasi bank.
Tidak hanya di triwulan II, bahkan pada tiwulan III diperkirakan bank akan semakin ketat dalam menyalurkan kreditnya. Pergerakan indeks lending pada periode tersebut naik hingga 2 kali lipat dan menyentuh 13,9. Kondisi ini terjadi seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI.
Hal ini diperkirakan akan mulai berdampak kepada kenaikan suku bunga kredit di bank-bank. Dengan risiko suku bunga kredit yang tinggi, potensi kredit macet pun meningkat. Akibatnya bank semakin berhati-hati dalam menyalurkan kredit yang diberikan.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II-2018 diperkirakan naik hingga 89,2%. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan deposito dan tabungan yang signifikan menyentuh hampir 60%.
Namun pada triwulan III-2018, diperkirakan hanya tabungan yang terus melesat tumbuh. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan akan mendorong suku bunga yang ditawarkan bank jauh lebih tinggi.
Sementara itu, deposito justru diperkirakan akan turun hingga menyentuh 13,2%. Adanya kecenderungan masyarakat yang membutuhkan dana likuid, mendorong mereka ikut menaruh dana yang dimiliki di tabungan.
Sementara dalam hal instrumen investasi, nampaknya deposito saat ini bukan menjadi pilihan utama sehingga diperkirakan pertumbuhannya akan melambat. Akibatnya, pada triwulan III-2018, pertumbuhan DPK akan melambat dan hanya sekitar 88,3%.
Intuisi bank semakin diuji pada sisa tahun 2018
Dengan kondisi permintaan kredit baru yang naik, sebenarnya menjadi peluang bank untuk menangguk keuntungan yang lebih tinggi. Namun, dengan risiko suku bunga kredit yang naik seiring dengan kenaikan suku bunga acuan, maka dihadapkan pada pilihan bisnis yang cukup sulit.
Di sisi lain, tingkat likuiditas pun semakin mengetat, sehingga bank semakin berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya.
Situasi ini tentu bisa menyebabkan perekonomian Indonesia bisa melambat di sisa tahun 2018. Untuk mencegah hal itu, bank-bank perlu meningkatkan intuisi mereka dalam menyalurkan kredit. Tindakan antisipatif dalam menyalurkan kredit memang wajar, namun tidak berarti bank menyalurkan kredit dengan persentase kecil.
Salah satu hal yang harus dilakukan, bank-bank harus meningkatkan kemampuan mereka terutama dalam hal pendampingan kepada para calon nasabah kredit. Jika merujuk pada indeks lending standar, kredit modal kerja dan investasi menjadi jenis kredit yang paling diantisipasi.
Melalui optimilisasi pendampingan serta monitoring, proyeksi kredit macet bisa dicegah ke depannya. Di sisi lain, hal ini pun ikut berdampak kepada penyaluran kredit yang tetap stabil selama tahun berjalan di 2018.
(roy) Next Article BI Catat DPK Bank Tumbuh 3,8%, Kredit Naik 9,7%
Peningkatan kredit di dorong oleh kenaikan permintaan kartu kredit yang berasal dari peningkatan konsumsi masyarakat pada bulan Ramadan dan Idul Fitri. Selain itu, kredit kepemilikan rumah/apartemen juga meningkat tinggi.
Pada rilis data tersebut, permintaan terhadap kartu kredit meningkat dari 7,7% pada triwulan I-2018, menjadi 47,2% pada triwulan II-2018. Artinya ada peningkatan hampir 7 kali lipat.
Di sisi lain, kekhawatiran bunga kredit yang akan naik, membuat masyarakat lebih cepat mengambil KPR terutama jika ada event-event promo KPR properti.
Permintaan Kredit Naik, Perbankan Semakin Hati-Hati
Meskipun permintan kredit naik, tidak mendorong perbankan semakin rajin menyalurkan kredit. Indeks Lending Standar yang mencerminkan tingkat kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, pada triwulan II-2018 naik hingga 6,6. Padahal di triwulan I-2018, indeks berada di posisi minus, yang berarti perbankan cenderung lebih longgar menyalurkan kredit.
Kebijakan penyaluran kredit yang lebih ketat merupakan tindakan antisipasi bank untuk mencegah kredit macet. Beberapa cara yang dilakukan bank diantaranya memperketat perjanjian kredit, agunan hingga persyaratan administrasi yang harus dipenuhi.
Dari beberapa jenis kredit, kredit investasi menjadi yang paling diantisipasi oleh perbankan pada triwulan II-2018. Selain kredit investasi, kredit modal kerja juga menjadi jenis kredit lain yang diantisipasi bank.
Tidak hanya di triwulan II, bahkan pada tiwulan III diperkirakan bank akan semakin ketat dalam menyalurkan kreditnya. Pergerakan indeks lending pada periode tersebut naik hingga 2 kali lipat dan menyentuh 13,9. Kondisi ini terjadi seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI.
Hal ini diperkirakan akan mulai berdampak kepada kenaikan suku bunga kredit di bank-bank. Dengan risiko suku bunga kredit yang tinggi, potensi kredit macet pun meningkat. Akibatnya bank semakin berhati-hati dalam menyalurkan kredit yang diberikan.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II-2018 diperkirakan naik hingga 89,2%. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan deposito dan tabungan yang signifikan menyentuh hampir 60%.
Namun pada triwulan III-2018, diperkirakan hanya tabungan yang terus melesat tumbuh. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan akan mendorong suku bunga yang ditawarkan bank jauh lebih tinggi.
Sementara itu, deposito justru diperkirakan akan turun hingga menyentuh 13,2%. Adanya kecenderungan masyarakat yang membutuhkan dana likuid, mendorong mereka ikut menaruh dana yang dimiliki di tabungan.
Sementara dalam hal instrumen investasi, nampaknya deposito saat ini bukan menjadi pilihan utama sehingga diperkirakan pertumbuhannya akan melambat. Akibatnya, pada triwulan III-2018, pertumbuhan DPK akan melambat dan hanya sekitar 88,3%.
Intuisi bank semakin diuji pada sisa tahun 2018
Dengan kondisi permintaan kredit baru yang naik, sebenarnya menjadi peluang bank untuk menangguk keuntungan yang lebih tinggi. Namun, dengan risiko suku bunga kredit yang naik seiring dengan kenaikan suku bunga acuan, maka dihadapkan pada pilihan bisnis yang cukup sulit.
Di sisi lain, tingkat likuiditas pun semakin mengetat, sehingga bank semakin berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya.
Situasi ini tentu bisa menyebabkan perekonomian Indonesia bisa melambat di sisa tahun 2018. Untuk mencegah hal itu, bank-bank perlu meningkatkan intuisi mereka dalam menyalurkan kredit. Tindakan antisipatif dalam menyalurkan kredit memang wajar, namun tidak berarti bank menyalurkan kredit dengan persentase kecil.
Salah satu hal yang harus dilakukan, bank-bank harus meningkatkan kemampuan mereka terutama dalam hal pendampingan kepada para calon nasabah kredit. Jika merujuk pada indeks lending standar, kredit modal kerja dan investasi menjadi jenis kredit yang paling diantisipasi.
Melalui optimilisasi pendampingan serta monitoring, proyeksi kredit macet bisa dicegah ke depannya. Di sisi lain, hal ini pun ikut berdampak kepada penyaluran kredit yang tetap stabil selama tahun berjalan di 2018.
(roy) Next Article BI Catat DPK Bank Tumbuh 3,8%, Kredit Naik 9,7%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular