Data Ekspor-Impor Kembali Bebani Laju IHSG

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 July 2018 16:45
IHSG ditutup melemah 0,74% pada perdagangan hari ini ke level 5.861,51.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,74% pada perdagangan hari ini ke level 5.861,51. Pelemahan IHSG terjadi pada saat bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan bervariasi, dimana indeks Strait Times naik 0,18%, indeks Nikkei naik 0,44%, indeks Kospi turun 0,18%, indeks Shanghai turun 0,55%, dan indeks Hang Seng turun 1,25%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,71 triliun dengan volume sebanyak 8,79 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 356.775 kali.

Data ekspor-impor kembali menjadi momok bagi IHSG. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat ekspor tumbuh sebesar 11,47% YoY, sementara impor tumbuh sebesar 12,66% YoY.

Kedua data tersebut lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, dimana para ekonom memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY, sementara impor diperkirakan melesat hingga 30,17% YoY.

Lemahnya pertumbuhan ekspor dan impor menunjukkan lemahnya aktivitas ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Belum juga Indonesia resmi diserang oleh Amerika Serikat (AS) di bidang perdagangan seperti yang dialami oleh China, laju ekspor dan impor sudah terbilang lemah.

Jika pada akhirnya AS benar-benar menghapus sejumlah perlakuan khusus yang diterima oleh Indonesia di bidang perdagangan, aktivitas ekspor-impor Indonesia bisa makin tak bergairah.

Sebagai informasi, saat ini sekitar ada 124 produk produk asal Indonesia tengah dievaluasi apakah pantas mendapatkan fasilitas generalized system of preference (GSP) atau tidak.

Sebagai negara penerima GSP, Indonesia bisa menikmati pembebasan bea masuk bagi sejumlah produk ekspornya. Apabila GSP dihapus, produk Indonesia akan menjadi lebih mahal sehingga menurunkan permintaan.

Seiring dengan timbulnya persepsi terkait ekonomi Indonesia yang lemah, saham-saham emiten perbankan menjadi sasaran jual investor. Ketika ekonomi berjalan lambat, tentu kinerja dari emiten-emiten perbankan menjadi tak maksimal. Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-3,44%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-3,37%), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (-2,26%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,73%), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-1,61%).

Akibat aksi jual atas saham-saham emiten perbankan, sektor jasa keuangan turun hingga 1,53%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.

Selain sektor jasa keuangan, sektor barang konsumsi (-0,9%) juga berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG turun. Aksi jual atas saham-saham di sektor tersebut dilakukan lantaran impor barang konsumsi yang lemah.

Sepanjang Juni, BPS mencatat impor barang konsumsi sebesar US$ 1,01 miliar atau turun 9,01% jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun 2017 sebesar US$ 1,11 miliar. Lantas, impor barang konsumsi menjadi satu-satunya yang melemah secara tahunan (impor bahan baku naik 14,5% YoY dan impor barang modal melesat 20% YoY).

Kini, persepsi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sudah mulai menggeliat menjadi dipatahkan. Sebelumnya, persepsi ini timbul seiring dengan derasnya impor barang konsumsi periode Mei dan inflasi bulan lalu yang lebih tinggi dari ekspektasi.

Saham-saham sektor barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-3,41%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-1,7%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,59%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,53%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,77%).

Dari sisi eksternal, risiko perang dagang menyelimuti jalannya perdagangan. Tak kunjung meredanya balas-membalas tarif antara AS dengan mitra dagangnya membuat International Monetary Fund (IMF) angkat bicara.

Dalam laporan World Economic Outlook, IMF memperingatkan bahwa perang dagang antara AS dengan mitra dagangnya dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,5% pada tahun 2020. Jika dihitung angka nominalnya, nilainya mencapai sekitar US$ 430 miliar.

Lembaga yang berbasis di Washington tersebut menyebut bahwa AS merupakan pihak yang paling rentan terhadap perang tarif yang kini sedang terjadi.

Belum lama ini, pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%. Sementara dengan Uni Eropa, mobil-mobil impor asal Benua Biru berpotensi dikenakan bea masuk tambahan oleh Trump.

Berbagai sentimen negatif yang ada terbukti lebih dominan dalam mendikte jalannya perdagangan, terlepas dari adanya sentimen positif yakni penurunan tingkat kemiskinan dan ketimpangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret 2018 di level 9,82%, turun dari capaian Maret 2017 yang sebesar 10,64% dan juga lebih kecil dari posisi September 2017 yang sebesar 10,12%. Kemudian, rasio gini per Maret 2018 tercatat sebesar 0,389, terendah sejak 7 tahun terakhir. Rasio gini yang lebih rendah menunjukkan berkurangnya ketimpangan di tanah air.

Seiring dengan berbagai sentimen negatif itu pula, investor asing membukukan jual bersih sebesar Rp 735,2 miliar.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/hps) Next Article Neraca Dagang Maret 2020 Surplus US$ 740 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular