
Jualan Ritel Kuat, Ekonomi AS Diramal Melesat di Kuartal II
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
16 July 2018 21:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) merilis data penjualan ritel yang meningkat 0,5% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada bulan Juni 2018, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters.
Sementara itu, data penjualan ritel Bulan Mei 2018 direvisi meningkat sebesar 1,3% MtM dari sebelumnya dibacakan sebesar 0,8% MtM.
Secara tahunan (year-on-year/tahunan), data penjualan ritel AS bulan Juni 2018 tercatat meningkat 6,6%. Pertumbuhan tahunan sebesar itu merupakan yang tertinggi sejak lebih dari 6 tahun yang lalu, atau sejak Februari 2012.
Kemudian, data pertumbuhan penjualan ritel inti (mengeluarkan komponen penjualan kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, bahan bangunan, dan jasa makanan) tercatat tidak mengalami perubahan pada Juni 2018.
Sementara, data penjualan ritel inti bulan Mei 2018 direvisi tumbuh sebesar 0,8% MtM, dari sebelumnya 0,5% MtM. Seperti diketahui, penjualan ritel inti berkorelasi paling dekat dengan komponen pengeluaran konsumen di Produk Domestik Bruto (PDB) AS.
Meski penjualan ritel inti bulan lalu tercatat flat, revisi data bulan Mei 2018 (menjadi bertambah kuat) kembali menegaskan bahwa pengeluaran konsumen AS akan terakselerasi lebih cepat di kuartal II-2018. Sebagai informasi, komponen pengeluaran konsumen AS, yang berkontribusi sekitar 70% bagi aktivitas ekonomi negeri Paman Sam, hanya tumbuh 0,9% YoY pada kuartal I-2018, atau yang terlambat dalam 5 tahun.
Perbaikan pengeluaran konsumen nampaknya didukung oleh semakin ketatnya pasar tenaga kerja di negeri adidaya, yang mana akan mengerek upah pegawai. Perbaikan konsumsi juga menjadi energi positif dari kebijakan pemangkasan pajak penghasilan oleh pemerintah AS.
Tidak hanya solidnya data penjualan ritel, membaiknya defisit neraca perdagangan pada bulan April dan Mei 2018 juga mampu memperkuat ekspektasi pembacaan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat pada kuartal II-2018.
Pelemahan Dolar AS Menipis
Persepsi pertumbuhan ekonomi yang membaik ini lantas kembali memberikan sentimen bahwa peluang The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif, masih terbuka lebar. Saat pertumbuhan ekonomi melaju kencang, maka semakin kuat alasan bagi The Fed untuk lebih memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan efektif menjangkar ekspektasi inflasi.
Jika peluang pengetatan moneter yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Berdasarkan pemantauan tim riset CNBC Indonesia, Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat masih melemah sebesar 0,22% pada pukul 20:38 WIB, pasca diumumkannya data penjualan ritel AS.
Meski demikian, pelemahan dolar AS mulai menipis. Sebagai catatan, sebelum data penjualan ritel diumumkan, Dollar Index melemah hingga 0,31% pada pukul 19:22 WIB.
Sebelumnya, investor memang dibuat kecewa oleh pernyataan terbaru dari The Fed. Dalam laporan tengah tahun kepada Kongres, The Fed mengulang kembali pernyataan akan menaikkan suku bunga secara gradual. Lebih lanjut, The Fed menulis bahwa meski proyeksi ekonomi AS membaik tetapi tekanan inflasi belum terlalu besar.
(RHG) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Sementara itu, data penjualan ritel Bulan Mei 2018 direvisi meningkat sebesar 1,3% MtM dari sebelumnya dibacakan sebesar 0,8% MtM.
Secara tahunan (year-on-year/tahunan), data penjualan ritel AS bulan Juni 2018 tercatat meningkat 6,6%. Pertumbuhan tahunan sebesar itu merupakan yang tertinggi sejak lebih dari 6 tahun yang lalu, atau sejak Februari 2012.
![]() |
Kemudian, data pertumbuhan penjualan ritel inti (mengeluarkan komponen penjualan kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, bahan bangunan, dan jasa makanan) tercatat tidak mengalami perubahan pada Juni 2018.
Sementara, data penjualan ritel inti bulan Mei 2018 direvisi tumbuh sebesar 0,8% MtM, dari sebelumnya 0,5% MtM. Seperti diketahui, penjualan ritel inti berkorelasi paling dekat dengan komponen pengeluaran konsumen di Produk Domestik Bruto (PDB) AS.
Meski penjualan ritel inti bulan lalu tercatat flat, revisi data bulan Mei 2018 (menjadi bertambah kuat) kembali menegaskan bahwa pengeluaran konsumen AS akan terakselerasi lebih cepat di kuartal II-2018. Sebagai informasi, komponen pengeluaran konsumen AS, yang berkontribusi sekitar 70% bagi aktivitas ekonomi negeri Paman Sam, hanya tumbuh 0,9% YoY pada kuartal I-2018, atau yang terlambat dalam 5 tahun.
Perbaikan pengeluaran konsumen nampaknya didukung oleh semakin ketatnya pasar tenaga kerja di negeri adidaya, yang mana akan mengerek upah pegawai. Perbaikan konsumsi juga menjadi energi positif dari kebijakan pemangkasan pajak penghasilan oleh pemerintah AS.
Tidak hanya solidnya data penjualan ritel, membaiknya defisit neraca perdagangan pada bulan April dan Mei 2018 juga mampu memperkuat ekspektasi pembacaan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat pada kuartal II-2018.
Pelemahan Dolar AS Menipis
Persepsi pertumbuhan ekonomi yang membaik ini lantas kembali memberikan sentimen bahwa peluang The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif, masih terbuka lebar. Saat pertumbuhan ekonomi melaju kencang, maka semakin kuat alasan bagi The Fed untuk lebih memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan efektif menjangkar ekspektasi inflasi.
Jika peluang pengetatan moneter yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Berdasarkan pemantauan tim riset CNBC Indonesia, Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, tercatat masih melemah sebesar 0,22% pada pukul 20:38 WIB, pasca diumumkannya data penjualan ritel AS.
Meski demikian, pelemahan dolar AS mulai menipis. Sebagai catatan, sebelum data penjualan ritel diumumkan, Dollar Index melemah hingga 0,31% pada pukul 19:22 WIB.
Sebelumnya, investor memang dibuat kecewa oleh pernyataan terbaru dari The Fed. Dalam laporan tengah tahun kepada Kongres, The Fed mengulang kembali pernyataan akan menaikkan suku bunga secara gradual. Lebih lanjut, The Fed menulis bahwa meski proyeksi ekonomi AS membaik tetapi tekanan inflasi belum terlalu besar.
(RHG) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Most Popular