
Neraca Dagang Surplus, Pelemahan Rupiah Semakin Tipis
16 July 2018 12:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah sejak pembukaan pasar pagi tadi. Namun depresiasi rupiah berkurang setelah rilis data perdagangan internasional yang positif.
Pada Senin (16/7/2018) pukul 12:01 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.380. Rupiah masih melemah, tetapi tipis di 0,03%.
Rupiah melemah 0,07% pada pembukaan pasar hari ini. Setelah itu, depresiasi rupiah semakin dalam dan sempat mencapai 0,15%.
Namun kemudian depresiasi rupiah mulai melandai dan sekarang tinggal tersisa sangat tipis. Hal ini disebabkan oleh rilis data yang positif.
Untuk memantau pergerakan kurs dolar AS, silakan klik di sini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor pada Juni 2018 tumbuh 11,47% year-on-year (YoY) sementara impor tumbuh 12,66% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatat surplus yang cukup besar yaitu US$ 1,74 miliar.
Pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY sementara impor tumbuh 30,17% YoY. Neraca perdagangan diperkirakan surplus US$ 579,5 juta.
Surplus neraca perdagangan dapat membawa persepsi terkait dengan terjaganya aliran valas ke Indonesia sehingga mampu menopang penguatan rupiah. Ketika rupiah menguat, maka aset-aset berbasis mata uang ini akan menarik, utamanya bagi investor asing.
Rupiah berpotensi menguat dan mengikuti jejak berbagai mata uang utama Asia yang menguat terhadap dolar AS. Bila aliran modal terus masuk ke pasar keuangan Indonesia, maka bukan tidak mungkin rupiah berbalik menguat.
Berikut pergerakan sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:08 WIB, mengutip Reuters:
Dolar AS sebenarnya sedang cenderung melemah. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,05% pada pukul 12:10 WIB.
Investor tengah menantikan rilis data penjualan ritel di AS periode Juni 2018. Konsensus pasar memperkirakan penjualan ritel tumbuh 3,7% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 5,9% YoY.
Selain itu, investor juga agak kecewa dengan pernyataan terbaru dari The Federal Reserve/The Fed. Dalam laporan tengah tahun kepada Kongres, The Fed mengulang kembali pernyataan akan menaikkan suku bunga secara gradual.
Lebih lanjut, The Fed menulis bahwa meski proyeksi ekonomi AS membaik tetapi tekanan inflasi belum terlalu besar. Oleh karena itu, The Fed sepertinya masih pada sikap (stance) menaikkan suku bunga secara bertahap, tidak ada kenaikan yang agresif.
The Fed hampir tidak menyinggung soal perang dagang. Namun The Fed menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang proteksionis bisa menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
"Apa yang terjadi dalam jangka pendek ini pastinya tidak menggembirakan," ujar Robert Kaplan, Presiden The Fed Dallas, dikutip dari Reuters.
Sikap The Fed yang tidak memberi kejutan dan malah menyatakan ada risiko membebani laju dolar AS. Ditambah sikap wait and see menunggu rilis data penjualan ritel, pelaku pasar pun cenderung melepas greenback. Dolar AS pun menjadi melemah di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Pada Senin (16/7/2018) pukul 12:01 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.380. Rupiah masih melemah, tetapi tipis di 0,03%.
Rupiah melemah 0,07% pada pembukaan pasar hari ini. Setelah itu, depresiasi rupiah semakin dalam dan sempat mencapai 0,15%.
Untuk memantau pergerakan kurs dolar AS, silakan klik di sini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor pada Juni 2018 tumbuh 11,47% year-on-year (YoY) sementara impor tumbuh 12,66% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatat surplus yang cukup besar yaitu US$ 1,74 miliar.
Pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY sementara impor tumbuh 30,17% YoY. Neraca perdagangan diperkirakan surplus US$ 579,5 juta.
Surplus neraca perdagangan dapat membawa persepsi terkait dengan terjaganya aliran valas ke Indonesia sehingga mampu menopang penguatan rupiah. Ketika rupiah menguat, maka aset-aset berbasis mata uang ini akan menarik, utamanya bagi investor asing.
Rupiah berpotensi menguat dan mengikuti jejak berbagai mata uang utama Asia yang menguat terhadap dolar AS. Bila aliran modal terus masuk ke pasar keuangan Indonesia, maka bukan tidak mungkin rupiah berbalik menguat.
Berikut pergerakan sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:08 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yuan China | 6,69 | +0,06 |
Won Korea Selatan | 1.127,67 | +0,12 |
Dolar Taiwan | 30,56 | +0,01 |
Dolar Hong Kong | 7,85 | 0,00 |
Rupee India | 68,56 | -0,10 |
Dolar Singapura | 1,36 | +0,13 |
Baht Thailand | 33,27 | +0,09 |
Peso Filipina | 53,48 | +0,05 |
Dolar AS sebenarnya sedang cenderung melemah. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,05% pada pukul 12:10 WIB.
Investor tengah menantikan rilis data penjualan ritel di AS periode Juni 2018. Konsensus pasar memperkirakan penjualan ritel tumbuh 3,7% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 5,9% YoY.
Selain itu, investor juga agak kecewa dengan pernyataan terbaru dari The Federal Reserve/The Fed. Dalam laporan tengah tahun kepada Kongres, The Fed mengulang kembali pernyataan akan menaikkan suku bunga secara gradual.
Lebih lanjut, The Fed menulis bahwa meski proyeksi ekonomi AS membaik tetapi tekanan inflasi belum terlalu besar. Oleh karena itu, The Fed sepertinya masih pada sikap (stance) menaikkan suku bunga secara bertahap, tidak ada kenaikan yang agresif.
The Fed hampir tidak menyinggung soal perang dagang. Namun The Fed menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang proteksionis bisa menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan.
"Apa yang terjadi dalam jangka pendek ini pastinya tidak menggembirakan," ujar Robert Kaplan, Presiden The Fed Dallas, dikutip dari Reuters.
Sikap The Fed yang tidak memberi kejutan dan malah menyatakan ada risiko membebani laju dolar AS. Ditambah sikap wait and see menunggu rilis data penjualan ritel, pelaku pasar pun cenderung melepas greenback. Dolar AS pun menjadi melemah di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Most Popular