
Pagi Ini, Rupiah Melemah Terdalam Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 July 2018 08:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan awal pekan ini. Greenback pun kembali 'mengintai' level Rp 14.400.
Pada Senin (16/7/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot dihargai Rp 14.385. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah. Pada pukul 08:29 WIB, US$ 1 sudah dibanderol Rp 14.392, di mana rupiah melemah 0,12%. Dolar AS semakin dekat ke Rp 14.400.
Rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di antara mata uang utama Asia. Mata uang negara lain cenderung menguat, hanya yen Jepang yang melemah. Pelemahan yen sedikit lebih dalam ketimbang rupiah.
Berikut pergerakan sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:31 WIB, mengutip Reuters:
Rupiah tidak mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sebetulnya sedang melemah. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah tipis 0,03% pada pukul 08:35 WIB.
Dolar AS sedang dalam posisi bertahan karena investor menunggu sejumlah rilis data. Hari ini, akan ada rilis Empire State Manufacturing Index periode Juli. Data ini mencerminkan laju dunia usaha, apakah mereka ekspansif atau kontraktif.
Selain itu, ada juga rilis data penjualan ritel edisi Juni 2018. Konsensus pasar memperkirakan penjuala ritel Negeri Paman Sam tumbuh 3,7% year-on-year (YoY) pada bulan lalu. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang bisa tumbuh 5,9% YoY.
Perkiraan yang lebih suram ini membuat dolar AS mengalami aksi jual. Sebab, bila ekonomi AS masih belum pulih betul maka ada peluang The Federal Reserve/The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Ini tentu bukan kabar kembira bagi greenback, yang mengandalkan kenaikan suku bunga sebagai bahan apresiasi.
Jadi, mengapa rupiah masih melemah?
Rupiah belum mampu menguat karena pelaku pasar juga menantikan rilis data penting. Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Juni 2018.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY sementara impor masih tumbuh lebih cepat yaitu 30,17% YoY. Namun kini neraca perdagangan bisa mencatat surplus yang diperkirakan US$ 579,5 juta.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekpor pada bulan sebelumnya adalah 12,74% YoY dan impor tumbuh 28,12% YoY. Kala itu, neraca perdagangan membukukan defisit cukup dalam yaitu US$1,52 miliar.
Jika benar ada surplus neraca perdagangan, maka akan membawa persepsi bahwa aliran devisa ke Indonesia tetap terjaga. Sentimen ini diharapkan bisa membuat rupiah bangkit dari depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (16/7/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot dihargai Rp 14.385. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah. Pada pukul 08:29 WIB, US$ 1 sudah dibanderol Rp 14.392, di mana rupiah melemah 0,12%. Dolar AS semakin dekat ke Rp 14.400.
Berikut pergerakan sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:31 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 112,51 | -0,13 |
Yuan China | 6,69 | +0,05 |
Won Korea Selatan | 1.127,80 | +0,11 |
Dolar Taiwan | 30,54 | +0,10 |
Dolar Hong Kong | 7,85 | 0,00 |
Rupee India | 68,49 | +0,04 |
Dolar Singapura | 1,36 | +0,08 |
Baht Thailand | 33,27 | +0,09 |
Peso Filipina | 53,48 | +0,05 |
Rupiah tidak mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang sebetulnya sedang melemah. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah tipis 0,03% pada pukul 08:35 WIB.
Dolar AS sedang dalam posisi bertahan karena investor menunggu sejumlah rilis data. Hari ini, akan ada rilis Empire State Manufacturing Index periode Juli. Data ini mencerminkan laju dunia usaha, apakah mereka ekspansif atau kontraktif.
Selain itu, ada juga rilis data penjualan ritel edisi Juni 2018. Konsensus pasar memperkirakan penjuala ritel Negeri Paman Sam tumbuh 3,7% year-on-year (YoY) pada bulan lalu. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang bisa tumbuh 5,9% YoY.
Perkiraan yang lebih suram ini membuat dolar AS mengalami aksi jual. Sebab, bila ekonomi AS masih belum pulih betul maka ada peluang The Federal Reserve/The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Ini tentu bukan kabar kembira bagi greenback, yang mengandalkan kenaikan suku bunga sebagai bahan apresiasi.
Jadi, mengapa rupiah masih melemah?
Rupiah belum mampu menguat karena pelaku pasar juga menantikan rilis data penting. Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Juni 2018.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY sementara impor masih tumbuh lebih cepat yaitu 30,17% YoY. Namun kini neraca perdagangan bisa mencatat surplus yang diperkirakan US$ 579,5 juta.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekpor pada bulan sebelumnya adalah 12,74% YoY dan impor tumbuh 28,12% YoY. Kala itu, neraca perdagangan membukukan defisit cukup dalam yaitu US$1,52 miliar.
Jika benar ada surplus neraca perdagangan, maka akan membawa persepsi bahwa aliran devisa ke Indonesia tetap terjaga. Sentimen ini diharapkan bisa membuat rupiah bangkit dari depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular