Terseret Arus Penguatan Dolar AS, Rupiah Tak Lagi Positif

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 July 2018 12:25
Terseret Arus Penguatan Dolar AS, Rupiah Tak Lagi Positif
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak fluktuatif pada perdagangan akhir pekan ini. Penguatan rupiah yang dipupuk sejak pagi sudah habis pada tengah hari. 

Pada Jumat (13/7/2018) pukul 12:07 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.375. Posisi ini sama dengan penutupan perdagangan kemarin, impas. 

Padahal rupiah dibuka menguat 0,28%. Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah memang semakin berkurang dan akhirnya habis pada tengah hari. 

Reuters

Rupiah masih beruntung karena mata uang regional cenderung melemah di hadapan dolar AS. Rupiah dan dolar Hong Kong berada di posisi kedua mata uang terbaik Asia sampai siang ini, di bawah rupee India yang masih mampu menguat meski terbatas. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:12 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang112,64-0,08
Yuan China6,67-0,11
Won Korea Selatan1.123,600,00
Dolar Taiwan30,54-0,14
Dolar Hong Kong7,850,00
Rupee India68,42+0,13
Dolar Singapura1,36-0,06
Baht Thailand53,49-0,15
Peso Filipina53,49-0,19
 
Dolar AS memang tengah mendapat momentum. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,13% pada pukul 12:15 WIB. 

Penguatan dolar AS dipicu oleh rilis data inflasi Negeri Paman Sam. Pada Juni 2018, inflasi AS tercatat sebesar 0,1% month-to-month (MtM). Angka ini lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 0,2%. Inflasi Juni juga melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,2% MtM. 

Sementara itu, inflasi inti (mengeluarkan komponen makanan bergejolak/volatile food dan energi) tercatat 0,2% MtM pada bulan Juni. Angka ini sama dengan capaian bulan sebelumnya maupun ekspektasi pasar. 

Meski secara bulanan masih sesuai ekspektasi, tetapi sejatinya laju inflasi secara tahunan terakselerasi cukup cepat. Inflasi Juni tercatat sebesar 2,9% secara year-on-year (YoY), atau merupakan laju tercepat sejak Februari 2012. 

Kemudian, data ketenagakerjaan juga positif. Jumlah warga yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran juga menurun 18.000 orang ke 214.000 orang pada pekan lalu. Lebih rendah dari ekspektasi pasar yaitu 226.000 orang.  

Ditambah lagi investor sepertinya mulai mencerna pernyataan Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed. Pengganti Janet Yellen ini mengatakan perekonomian Negeri Paman Sam akan terus membaik dengan dukungan stimulus fiskal seperti penurunan tarif pajak dan kenaikan belanja negara. 

"Ekonomi sudah berada di tempatnya. Saat pemerintah menurunkan tarif pajak dan menambah belanja, maka itu akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Mungkin dampaknya akan terlihat setidaknya sampai tiga tahun ke depan," tutur Powell, dikutip dari Reuters. 

Pelaku pasar membaca pernyataan Powell bahwa perekonomian AS sudah semakin pulih dan akan terus terakselerasi. Oleh karena itu, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi menjadi empat kali sepanjang 2018 masih ada, bahkan cukup besar.

Situasi ini mampu dimanfaatkan oleh dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Hasilnya adalah penguatan dolar AS yang kemudian menekan mata uang lain, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular