Jelang Akhir Pekan, Harga Minyak Tak Bertenaga untuk Naik

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
13 July 2018 10:03
International Energy Agency (IEA) menyatakan cadangan minyak dunia bisa terpakai sampai ke batas maksimal karena penurunan pasokan di beberapa negara.
Foto: REUTERS/MORTEZA NIKOUBAZL
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia masih tak mampu melanjutkan penguatan setelah laporan International Energy Agency (IEA) menyatakan cadangan minyak dunia bisa terpakai sampai ke batas maksimal karena penurunan pasokan di beberapa negara.

Harga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) bergerak melemah 0,21% ke US$70,18/barel, sementara harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga terkoreksi 0,64% ke US$73,97/barel, pada perdagangan hari ini Jumat (13/07/2018) hingga pukul 09.15 WIB.
Banyak Sentimen Negatif, Harga Minyak Menuju Pelemahan MingguFoto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung
 
"Memang terdapat kenaikan produksi di negara-negara Timur Tengah dan Rusia. Namun pada saat yang sama, cadangan minyak dunia bisa tertarik sampai ke batas maksimalnya. Kerentanan ini dapat mempengaruhi harga minyak," sebut laporan IEA.

Beberapa negara memang tengah mengalami hambatan produksi minyak. Kanada tengah dihadapkan pada kerusakan fasilitas milik Syncrude yang memproduksi sekitar 350.000 barel/hari. Di Libya, produksi minyak turun 50% dalam 5 bulan terakhir menjadi 527.000 barel/hari karena dua pelabuhan utama yang tidak beroperasi setelah dikuasai kelompok separatis National Libyan Army.

Di Venezuela, produksi si emas hitam turun drastis karena krisis ekonomi-sosial-politik. Caracas juga di ambang penerapan sanksi ekonomi dari negara-negara Barat setelah Presiden Nicolas Maduro kembali terpilih dalam pemilu beberapa waktu lalu. Padahal Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar dunia.

Meski demikian, hari ini nampaknya investor juga menangkap sinyal lain dari laporan IEA yang menyampaikan adanya kenaikan produksi di negara-negara Timur Tengah dan Rusia, yang berarti masih ada kapasitas minyak yang bisa mengguyur pasar global, dan memulihkan pasokan.

Sentimen ini diperkuat oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang melaporkan peningkatan produksi sebesar 173.000 barel per hari (bph) menjadi 32,3 juta bph, pada bulan Juni 2018. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak akhir 2016.

Dengan pergerakan hari ini, harga minyak jenis brent menuju pelemahan sebesar 4,07% di sepanjang pekan ini, atau merupakan performa negatif mingguan kedua kalinya berturut-turut setelah pekan lalu juga melemah 2,93%.

Sebagai informasi, pada perdagangan hari Rabu (11/7/2018), harga minyak eropa memang dihajar habis-habisan, dan terjun bebas nyaris 7%, atau mencatatkan performa harian terburuk dalam periode lebih dari setahun.

Energi negatif utama yang membuat harga sang emas hitam babak belur datang pelabuhan di Libya yang siap dibuka kembali. Investor pun berharap pasokan minyak dari Libya akan pulih. Kenaikan pasokan berarti harga akan bergerak turun.

Selain itu, tekanan juga datang dari perang dagang. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada awal pekan ini mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.

Investor lantas khawatir perang dagang akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Kala perdagangan seret dan pertumbuhan ekonomi loyo, maka permintaan energi tentu berkurang. Penurunan permintaan akan menghasilkan penurunan harga.

Tidak cukup sampai situ, faktor lainnya yang membebani harga minyak pekan ini adalah rencana pemerintah AS untuk meringankan sanksi bagi Iran.
"Terdapat beberapa negara yang datang ke AS dan meminta ke AS, dan meminta keringanan terkait hal tersebut (impor minyak dari Iran). Kita akan mempertimbangkannya," ucap Pompeo pada saat catatan wawancaranya dengan Sky News Arabia yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip oleh CNBC International.

Sebelumnya, pemerintah AS berencana untuk menghentikan ekspor minyak Iran, dengan cara mengancam perusahaan-perusahaan asing untuk menghentikan pembelian minyak dari Negeri Persia per awal November 2018. Jika tidak menurut, AS siap meluncurkan sanksi yang berat.


TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/hps) Next Article Baru Saja Naik, Harga Minyak Kok Turun Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular