Harga Minyak Rebound, Wall Street Siap Menghijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 July 2018 17:42
Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini, pasca kemarin terperosok ke zona merah.
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini, pasca kemarin terperosok ke zona merah. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 101 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 7 dan 18 poin.

Rebound harga minyak mentah membuat pelaku pasar optimis untuk memburu instrumen berisiko seperti saham. Kala harga minyak mentah menguat, saham-saham emiten pertambangan minyak biasanya memang diapresiasi oleh investor.

Sampai dengan berita ini diturunkan, harga minyak jenis light sweet (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) naik 0,81% ke level US$ 70,95/barel, sementara harga minyak Brent yang menjadi acuan di Eropa naik 1,84% ke level US$ 74,75/barel.

Harga minyak mentah berhasil bangkit setelah kemarin (11/7/2018) ditutup anjlok sebesar 5,03% (WTI) dan 6,92% (brent). Anjloknya harga minyak dipicu oleh rencana pembukaan kembali pelabuhan-pelabuhan utama di Libya.

Sebelumnya, produksi minyak di Libya turun 50% dalam lima bulan terakhir menjadi 527.000 barel/hari, seiring dengan ditutupnya dua pelabuhan utama yaitu Ras Lanuf dan Es Sider yang dikuasai kelompok separatis Libyan National Army (LNA).

Kemudian, risiko perang dagang yang agak mereda juga memberikan kepercayaan diri bagi investor untuk bertransaksi di pasar saham. Kini, ada pesimisme bahwa tarif terbaru yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap China belum lama ini bisa diterapkan.

Pasalnya, kebijakan tersebut harus disetujui oleh parlemen dan perkembangannya sejauh ini tak baik bagi Presiden Donald Trump. Ketidaksetujuan mengenai kebijakan ini datang dari anggota parlemen AS yang terafiliasi dengan partai Republik, partai yang mengusung Trump dalam pemilihan presiden pada 2016 silam.

"Pengumuman pemerintah sepertinya sangat gegabah. Lagi pula, sepertinya ini bukan pendekatan yang fokus," ujar Orrin Hatch, Ketua Komite Keuangan Senat AS dari Partai Republik, dikutip dari Reuters.

"China memang menjalankan praktik perdagangan yang tidak adil. Namun saya rasa bea masuk bukan jalan keluarnya," ujar Ketua Kongres AS Paul Ryan yang juga dari Partai Republik.

Jika partai Republik saja menentang kebijakan Trump, partai Demokrat tentu akan lebih ogah lagi dalam memberikan restunya. Bisa jadi, rencana pengenaan bea masuk tersebut pada akhirnya hanya menjadi rencana semata.

Sebelumnya pada hari Selasa waktu setempat (10/7/2018), pemerintahan AS mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.

Pada hari ini pukul 19:30 WIB, data klaim pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 7 Juli akan diumumkan. Pada saat yang bersamaan, data inflasi periode Juni juga akan diumumkan.

Investor akan menantikan rilis kedua data tersebut guna mencari petunjuk mengenai arah kebijakan suku bunga acuan the Federal Reserve.

Tak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular