Sempat Anjlok, Harga Minyak Mulai Pulih

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 July 2018 09:35
Harga minyak light sweet dan brent mulai rebound.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) bergerak menguat 0,31% ke US$70,60/barel, sementara itu harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga naik 1,33% ke US$74,38/barel, pada perdagangan hari ini Kamis (12/07/2018) hingga pukul 08.45 WIB.

Harga minyak Eropa mampu sedikit pulih setelah pada perdagangan kemarin terjun bebas, turun nyaris 7%, mencatatkan performa harian terburuk dalam periode lebih dari setahun.

Setali tiga uang dengan brent, harga minyak AS juga terkoreksi hingga 5% pada perdagangan hari Rabu (11/07/2018). Penyebabnya adalah euforia pelaku pasar karena ada rencana pelabuhan-pelabuhan utama di Libya akan dibuka kembali.

Produksi minyak di Libya turun 50% dalam lima bulan terakhir menjadi hanya 527.000 barel/hari. Penyebabnya adalah ditutupnya dua pelabuhan utama yaitu Ras Lanuf dan Es Sider yang dikuasai kelompok separatis Libyan National Army (LNA).

Kini, pelabuhan itu siap dibuka kembali. Investor pun berharap pasokan minyak dari Libya akan pulih. Kenaikan pasokan berarti harga akan bergerak turun.

Kemudian, sentimen negatif lainnya datang dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang melaporkan peningkatan produksi sebesar 173.000 barel per hari (bph) menjadi 32,3 juta bph, pada bulan Juni 2018. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak akhir 2016.

Selain itu, koreksi harga minyak pada perdagangan kemarin juga disebabkan oleh perang dagang. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.

China pun kembali merespons dengan keras. Beijing menuding AS melakukan kebiasaannya, yaitu mem-bully negara lain. Oleh karena itu, China pun siap melancarkan serangan balasan. China juga akan melaporkan kelakuan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Tidak hanya mengenakan bea masuk terhadap produk-produk AS, China juga mengancam membalas dengan kebijakan kualitatif. Misalnya membatasi kunjungan turis China ke AS yang bisa mendatangkan devisa US$115 miliar bagi Negeri Paman Sam.

Investor lantas khawatir perang dagang akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Kala perdagangan seret dan pertumbuhan ekonomi loyo, maka permintaan energi tentu berkurang. Penurunan permintaan akan menghasilkan penurunan harga.

Serangkaian sentimen negatif itu akhirnya sukses menyeret harga sang emas hitam jatuh lebih dalam. Sebelumnya, harga minya sudah tertekan oleh rencana pemerintah AS untuk meringankan sanksi bagi Iran.

"Terdapat beberapa negara yang datang ke AS dan meminta ke AS, dan meminta keringanan terkait hal tersebut (impor minyak dari Iran). Kita akan mempertimbangkannya," ucap Pompeo pada saat catatan wawancaranya dengan Sky News Arabia yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip oleh CNBC International.

Sebelumnya, pemerintah AS berencana untuk menghentikan ekspor minyak Iran, dengan cara mengancam perusahaan-perusahaan asing untuk menghentikan pembelian minyak dari Negeri Persia per awal November 2018. Jika tidak menurut, AS siap meluncurkan sanksi yang berat.

Meski demikian, pagi ini harga minyak nampaknya investor menangkap sinyal kondisi pasokan global yang sebenarnya masih cukup seret. Pasalnya, cadangan minyak mentah AS jatuh nyaris mendekati 13 juta barel pekan lalu ke 4,5 juta barel, level cadangan terendah sejak Februari 2015. Jumlah penurunan itu juga lebih dalam daripada ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sekitar 4,1 juta barel.

Data ini lantas mampu menjadi sentimen positif yang mampu mengangkat harga minyak pagi ini, pasca dihajar habis-habisan pada perdagangan kemarin.


(ray/ray) Next Article 24 Jam Sebelum Deal Dagang AS-China Diteken, Minyak Melesat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular