Minus 0,21%, Rupiah Melemah Terdalam Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 July 2018 08:27
Rupiah masih sulit melepaskan diri dari gelombang penguatan greenback yang terjadi secara massal.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah pada pagi ini. Rupiah masih sulit melepaskan diri dari gelombang penguatan greenback yang terjadi secara massal. 

Pada Kamis (12/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar berada di Rp 14.400. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, depresiasi rupiah makin dalam. Pada pukul 08:15 WIB, US$ 1 sudah dibanderol Rp 14.410, di mana rupiah melemah 0,21%. 

Sementara mata uang Asia bergerak variatif terhadap dolar AS. Dengan depresiasi 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia. Hanya lebih baik ketimbang yuan China yang melemah cukup signifikan. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:21 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang112.08-0,07
Yuan China6,68-0,71
Won Korea Selatan1.128,90-0,15
Dolar Taiwan30,59+0,19
Dolar Hong Kong7,85+0,01
Rupee India68,72+0,04
Dolar Singapura1,36-0,03
Baht Thailand33,32-0,03
Peso Filipina53,55+0,12
 
Dolar AS sebenarya sedang melaju. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih menguat tipis 0,01% pada pukul 08:22 WIB. Ini melanjutkan penguatan yang terjadi sejak kemarin. 

Greenback mendapat momentum setelah rilis data indeks harga produsen AS yang naik 0,3% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada bulan Juni 2018. Lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 0,2% MtM. Secara tahunan (year-on-year/YoY), indeks ini sudah meningkat sebesar 3,4%, tertinggi sejak November 2011.  

Indeks harga produsen inti (mengeluarkan komponen, energi dan jasa perdagangan) juga naik 0,3% MtM atau 2,7% YoY pada bulan lalu. Lebih tinggi dari capaian bulan sebelumnya yaitu 0,2% MtM atau 2,6% YoY. 

Data ini lantas memberikan persepsi bahwa data indeks harga konsumen/inflasi AS yang akan diumumkan hari ini akan terakselerasi. Kenaikan harga di level produsen memang pada umumnya akan ditransmisikan ke level konsumen. Sebagai catatan, inflasi AS pada Mei 2018 sudah mencapai 2,8% secara YoY, tertinggi sejak Oktober 2008. 

Bila inflasi di AS terus melaju, maka semakin besar kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasar kini mulai terbiasa dengan perkiraan kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. 

Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Hasilnya adalah penguatan dolar AS yang kemudian menekan mata uang lain, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular