
Ramai Sentimen Positif, Wall Street Berpotensi Dibuka Naik
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 July 2018 18:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 59 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 5 dan 26 poin.
Pelaku pasar masih optimis untuk berbelanja di pasar saham Negeri Paman Sam, seiring dengan banyaknya sentimen positif yang menyelimuti. Pertama, laporan keuangan dari PepsiCo yang menggembirakan.
Laba bersih per saham perusahaan untuk kuartal-II 2018 diumumkan di sebesar US$ 1,61, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar US$ 1,52. Sementara itu, pendapatan perusahaan tercatat sebesar US$ 16,09 miliar, juga lebih baik dari konsensus yang sebesar US$ 16,04 miliar.
Laporan keuangan kuartal-II dari perusahaan-perusahaan di AS memang diperkirakan akan positif, seiring dengan membaiknya perekonomian AS secara keseluruhan. Pada kuartal-II, The Fed Atlanta memperkirakan ekonomi AS tumbuh sebesar 3,8% YoY, jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2% YoY.
Lebih lanjut, persepsi bahwa the Federal Reserve belum akan menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun ini masih bertahan. Sampai dengan saat ini, belum ada rilis data ekonomi penting maupun pernyataan dari anggota FOMC yang bisa mengubah persepsi tersebut.
Ditengah risiko perang dagang yang masih mengintai, tingkat suku bunga acuan yang rendah memang merupakan opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Berbicara mengenai perang dagang, walaupun masih jauh dari kata usai, perkembangannya juga masih relatif kondusif hingga saat ini. Hingga kini, AS belum meluncurkan serangan balasan terhadap China.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut, mengingat besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Namun, bukan berarti perdagangan hari ini bebas risiko. Risiko pertama datang dari kelanjutan mengenai perang dagang. Jika serangan balasan pada akhirnya diluncurkan oleh AS, investor akan dipaksa bermain defensif dengan meninggalkan pasar saham.
Kemudian, situasi di Inggris juga menjadi risiko. Pasca salah satu tokoh kunci dari proses 'perceraian' antara Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yakni Menteri Brexit David Davis mengundurkan diri pada Minggu malam waktu setempat (8/7/2018), kini giliran Boris Johnson selaku Menteri Luar Negeri yang mundur dari kabinet Theresa May.
Pengunduran diri keduanya didasari ketidaksetujuan terhadap rencana sang Perdana Menteri dalam membawa Inggris keluar dari Uni Eropa. Kini, kelanjutan dari proses Brexit itu sendiri menjadi diselimuti tanda tanya yang begitu besar. Lebih parahnya lagi, bisa saja nantinya May dilengserkan dari posisinya lantaran dianggap gagal.
Pada hari ini, data NFIB Small Business Index periode Juni akan diumumkan. Data ini menggambarkan kondisi ekonomi saat ini menurut usaha kecil di AS.
Tak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM CNCB INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Pelaku pasar masih optimis untuk berbelanja di pasar saham Negeri Paman Sam, seiring dengan banyaknya sentimen positif yang menyelimuti. Pertama, laporan keuangan dari PepsiCo yang menggembirakan.
Laba bersih per saham perusahaan untuk kuartal-II 2018 diumumkan di sebesar US$ 1,61, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar US$ 1,52. Sementara itu, pendapatan perusahaan tercatat sebesar US$ 16,09 miliar, juga lebih baik dari konsensus yang sebesar US$ 16,04 miliar.
Lebih lanjut, persepsi bahwa the Federal Reserve belum akan menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun ini masih bertahan. Sampai dengan saat ini, belum ada rilis data ekonomi penting maupun pernyataan dari anggota FOMC yang bisa mengubah persepsi tersebut.
Ditengah risiko perang dagang yang masih mengintai, tingkat suku bunga acuan yang rendah memang merupakan opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Berbicara mengenai perang dagang, walaupun masih jauh dari kata usai, perkembangannya juga masih relatif kondusif hingga saat ini. Hingga kini, AS belum meluncurkan serangan balasan terhadap China.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut, mengingat besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Namun, bukan berarti perdagangan hari ini bebas risiko. Risiko pertama datang dari kelanjutan mengenai perang dagang. Jika serangan balasan pada akhirnya diluncurkan oleh AS, investor akan dipaksa bermain defensif dengan meninggalkan pasar saham.
Kemudian, situasi di Inggris juga menjadi risiko. Pasca salah satu tokoh kunci dari proses 'perceraian' antara Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yakni Menteri Brexit David Davis mengundurkan diri pada Minggu malam waktu setempat (8/7/2018), kini giliran Boris Johnson selaku Menteri Luar Negeri yang mundur dari kabinet Theresa May.
Pengunduran diri keduanya didasari ketidaksetujuan terhadap rencana sang Perdana Menteri dalam membawa Inggris keluar dari Uni Eropa. Kini, kelanjutan dari proses Brexit itu sendiri menjadi diselimuti tanda tanya yang begitu besar. Lebih parahnya lagi, bisa saja nantinya May dilengserkan dari posisinya lantaran dianggap gagal.
Pada hari ini, data NFIB Small Business Index periode Juni akan diumumkan. Data ini menggambarkan kondisi ekonomi saat ini menurut usaha kecil di AS.
Tak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM CNCB INDONESIA
(ank/ank) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular