
Ikuti Jejak Bursa Regional, IHSG Melesat 1,98%
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 July 2018 16:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,98% pada perdagangan pertama di minggu ini ke level 5.807,38. Penguatan IHSG senada dengan bursa saham lainnya di kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau.
Indeks Nikkei naik 1,21%, indeks Hang Seng naik 1,32%, indeks Strait Times naik 0,96%, indeks Kospi naik 0,57%, indeks Shanghai naik 2,49%, indeks SET (Thailand) naik 0,56%, dan indeks KLCI (Malaysia) naik 0,53%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,31 triliun dengan volume sebanyak 9,57 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 361.084 kali.
Penguatan rupiah menjadi motor utama kenaikan IHSG. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,31% di pasar spot ke level Rp 14.320/dolar AS. Rupiah bahkan sempat menguat hingga ke level Rp 14.315/dolar AS.
Seiring dengan penguatan rupiah, saham-saham emiten perbankan diburu oleh investor; sektor jasa keuangan melesat hingga 3,33%, tertinggi dibandingkan 8 sektor penghuni IHSG lainnya sekaligus menjadikannya kontributor nomor 1 bagi penguatan IHSG.
Saham-saham emiten perbankan yang diburu investor diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA/ (+4,06%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,38%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (+8,37%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+5,99%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,96%).
Belakangan, pelemahan rupiah sempat membuat investor takut bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) akan naik seperti pada tahun 2015 silam. Naiknya rasio NPL akan berdampak negatif bagi profitabilitas perbankan lantaran ada pencadangan yang harus disiapkan oleh mereka. Saham-saham perbankan pun dilepas oleh investor kala itu.
Ketika kini rupiah berbalik menguat, aksi beli kembali dilakukan oleh investor.
Mata uang Negeri Paman Sam memang sedang berada dalam posisi yang lemah, ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS yang sebesar 0,24%. Pelemahan dolar AS dipicu oleh persepsi bahwa the Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun ini, seiring dengan data tenaga kerja yang kurang mendukung.
Teranyar, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan angka pengangguran periode Juni naik menjadi 4%. Padahal, konsensus memperkirakan angkanya akan tetap di level 3,8%. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian AS sejatinya belum panas-panas amat, sehingga The Fed tak perlu menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali.
Sentimen positif lainnya bagi IHSG datang dari meredanya ketakutan mengenai perang dagang antara AS dengan China. Pasalnya, hingga kini AS belum meluncurkan serangan balasan terhadap China. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut, mengingat besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Sisi negatifnya, investor asing masih membukukan jual bersih senilai Rp 484,9 miliar. Padahal ketika rupiah menguat, sejatinya ada potensi keuntungan kurs yang bisa mereka raup. Investor asing nampak masih bermain aman lantaran risiko perang dagang masih jauh dari kata usai.
Lebih lanjut, kembali panasnya tensi antara antara AS dengan Korea Utara juga membuat mereka mengambil posisi defensif. Akhir pekan lalu, Korea Utara mengatakan kunjungan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo merupakan sesuatu yang patut disesali. Pernyataan itu keluar hanya beberapa jam setelah Pompeo mengakhiri pembicaraan dua hari dengan para pejabat senior Korea Utara.
Sebagai informasi, Pompeo terbang ke Pyongyang untuk mendiskusikan kejelasan tentang parameter kesepakatan denuklirisasi Semenanjung Korea yang disetujui oleh Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura sebulan lalu.
Meski Pompeo sempat menyampaikan penilaian yang relatif positif sebelum beranjak pulang, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS mengkhianati semangat pertemuan bulan lalu dengan membuat tuntutan 'sepihak dan seperti gangster'.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT First Media Tbk/KBLV (Rp 413,7 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 78 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 44,1 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 33,1 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 25,5 miliar).
(ank) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Indeks Nikkei naik 1,21%, indeks Hang Seng naik 1,32%, indeks Strait Times naik 0,96%, indeks Kospi naik 0,57%, indeks Shanghai naik 2,49%, indeks SET (Thailand) naik 0,56%, dan indeks KLCI (Malaysia) naik 0,53%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,31 triliun dengan volume sebanyak 9,57 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 361.084 kali.
Seiring dengan penguatan rupiah, saham-saham emiten perbankan diburu oleh investor; sektor jasa keuangan melesat hingga 3,33%, tertinggi dibandingkan 8 sektor penghuni IHSG lainnya sekaligus menjadikannya kontributor nomor 1 bagi penguatan IHSG.
Saham-saham emiten perbankan yang diburu investor diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA/ (+4,06%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,38%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (+8,37%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+5,99%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+3,96%).
Belakangan, pelemahan rupiah sempat membuat investor takut bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) akan naik seperti pada tahun 2015 silam. Naiknya rasio NPL akan berdampak negatif bagi profitabilitas perbankan lantaran ada pencadangan yang harus disiapkan oleh mereka. Saham-saham perbankan pun dilepas oleh investor kala itu.
Ketika kini rupiah berbalik menguat, aksi beli kembali dilakukan oleh investor.
Mata uang Negeri Paman Sam memang sedang berada dalam posisi yang lemah, ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS yang sebesar 0,24%. Pelemahan dolar AS dipicu oleh persepsi bahwa the Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun ini, seiring dengan data tenaga kerja yang kurang mendukung.
Teranyar, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan angka pengangguran periode Juni naik menjadi 4%. Padahal, konsensus memperkirakan angkanya akan tetap di level 3,8%. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian AS sejatinya belum panas-panas amat, sehingga The Fed tak perlu menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali.
Sentimen positif lainnya bagi IHSG datang dari meredanya ketakutan mengenai perang dagang antara AS dengan China. Pasalnya, hingga kini AS belum meluncurkan serangan balasan terhadap China. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut, mengingat besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Sisi negatifnya, investor asing masih membukukan jual bersih senilai Rp 484,9 miliar. Padahal ketika rupiah menguat, sejatinya ada potensi keuntungan kurs yang bisa mereka raup. Investor asing nampak masih bermain aman lantaran risiko perang dagang masih jauh dari kata usai.
Lebih lanjut, kembali panasnya tensi antara antara AS dengan Korea Utara juga membuat mereka mengambil posisi defensif. Akhir pekan lalu, Korea Utara mengatakan kunjungan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo merupakan sesuatu yang patut disesali. Pernyataan itu keluar hanya beberapa jam setelah Pompeo mengakhiri pembicaraan dua hari dengan para pejabat senior Korea Utara.
Sebagai informasi, Pompeo terbang ke Pyongyang untuk mendiskusikan kejelasan tentang parameter kesepakatan denuklirisasi Semenanjung Korea yang disetujui oleh Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura sebulan lalu.
Meski Pompeo sempat menyampaikan penilaian yang relatif positif sebelum beranjak pulang, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS mengkhianati semangat pertemuan bulan lalu dengan membuat tuntutan 'sepihak dan seperti gangster'.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT First Media Tbk/KBLV (Rp 413,7 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 78 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 44,1 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 33,1 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 25,5 miliar).
(ank) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular