
Menperin Airlangga: Indonesia Rentan 'Capital Flight'
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
06 July 2018 14:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui Indonesia memang sangat rentan dalam menghadapi gejolak eksternal. Larinya modal asing alias capital flight selalu membuat nilai tukar rupiah terguncang.
"Ekonomi AS membaik, mereka tingkatkan tingkatkan suku bunga. Di Eropa juga ekonomi membaik. Indonesia yang menggunakan rezim devisa bebas, dan sekarang kita tahu di capital market 45-50% adalah investor asing. Sehingga ini rentan terhadap capital flight," katanya di Jakarta, (6/7/2018)
Airlangga mengatakan diperlukan mekanisme swap (pertukaran) dengan pihak-pihak yang memiliki amunisi dolar banyak. Sehingga, dengan likuiditas dolar yang ample maka gejolak rupiah bisa teredam.
"Itulah yang dibahas untuk kemudian dibuat dalam working group detail," tambahnya.
Terkait defisit neraca perdagangan, Airlangga mengaku akan membentuk tim khusus untuk mendorong ekspor dan mengendalikan impor sebagai antisipasi perang dagang, termasuk antara Indonesia dan AS. Dia mencontohkan sektor yang terdampak adalah baja, maka dari itu dia ingin adanya peningkatan utilisasi pabrik baja.
"Sektor baja ini kita harus mempersiapkan agar tidak menjadi kebanjiran impor karena selama ini produksi baja Krakatau Steel misalnya, kalau dibanjiri oleh prodak impor ini sulit untuk bisa meningkatkan utilisasi pabrik," jelas dia.
Selain baja, dia menyebut sektor keramik juga rawan dibanjiri impor. Maka dari itu, dia nilai penting untuk ada substitusi impor agar mendorong masuknya investasi.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
"Ekonomi AS membaik, mereka tingkatkan tingkatkan suku bunga. Di Eropa juga ekonomi membaik. Indonesia yang menggunakan rezim devisa bebas, dan sekarang kita tahu di capital market 45-50% adalah investor asing. Sehingga ini rentan terhadap capital flight," katanya di Jakarta, (6/7/2018)
Airlangga mengatakan diperlukan mekanisme swap (pertukaran) dengan pihak-pihak yang memiliki amunisi dolar banyak. Sehingga, dengan likuiditas dolar yang ample maka gejolak rupiah bisa teredam.
Terkait defisit neraca perdagangan, Airlangga mengaku akan membentuk tim khusus untuk mendorong ekspor dan mengendalikan impor sebagai antisipasi perang dagang, termasuk antara Indonesia dan AS. Dia mencontohkan sektor yang terdampak adalah baja, maka dari itu dia ingin adanya peningkatan utilisasi pabrik baja.
"Sektor baja ini kita harus mempersiapkan agar tidak menjadi kebanjiran impor karena selama ini produksi baja Krakatau Steel misalnya, kalau dibanjiri oleh prodak impor ini sulit untuk bisa meningkatkan utilisasi pabrik," jelas dia.
Selain baja, dia menyebut sektor keramik juga rawan dibanjiri impor. Maka dari itu, dia nilai penting untuk ada substitusi impor agar mendorong masuknya investasi.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular