Terhempas Perang Dagang, Rupiah cs Melemah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 July 2018 08:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan ini, meski sangat terbatas sehingga rentan untuk kembali melemah. Benar saja, dalam hitungan menit penguatan itu sirna.
Pada Jumat (6/7/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.370 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Pada pukul 08:24 WIB, apresiasi rupiah mulai tergerus ke 0,03% sehingga US$ 1 menjadi Rp 14.375. Kemudian pada pukul 08:29 WIB, rupiah akhirnya menyelesaikan periode penguatan singkatnya. Rupiah melemah 0,1% ke Rp 14.395/US$.
Seperti rupiah, uang utama Asia tidak ada yang menguat terhadap dolar AS. Berikut perkembangan sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:26 WIB, mengutip Reuters:
Perang dagang menjadi faktor utama pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara Asia. Pada 6 Juli, China rencananya akan mulai menerapkan bea masuk 25% kepada 659 produk AS. Ini dilakukan untuk membalas perlakuan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan bea masuk kepada 818 produk China, juga berlaku mulai 6 Juli. Trump mengatakan AS masih pada rencananya mengenakan bea masuk tersebut pada pukul 00:01 waktu setempat.
Tidak berhenti sampai di situ, Trump berencana menambah lagi daftar produk Negeri Tirai Bambu yang bakal dikenakan bea masuk. Nantinya, Trump mengincar produk-produk China bernilai lebih dari US$ 500 miliar (Rp 7.202,7 triliun) yang akan dibebankan bea masuk.
"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Beijing telah berjanji jika AS 'menembak' maka akan dibalas dengan tingkatan yang sama. Produk-produk dari AS seperti pertanian, otomotif, dan sebagainya masuk daftar yang akan kena bea masuk.
"Langkah AS pada intinya adalah menyerang rantai pasok global. AS menembak seluruh dunia, termasuk dirinya sendiri," ujar Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters.
Perang dagang yang semakin panas tentu membuat investor tidak nyaman. Pelaku pasar pun memilih mencari aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang.
Sikap risk aversion ini membuat mata uang negara berkembang di Asia melemah karena minimnya aliran dana ke pasar keuangan. Rupiah pun tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Jumat (6/7/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.370 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Pada pukul 08:24 WIB, apresiasi rupiah mulai tergerus ke 0,03% sehingga US$ 1 menjadi Rp 14.375. Kemudian pada pukul 08:29 WIB, rupiah akhirnya menyelesaikan periode penguatan singkatnya. Rupiah melemah 0,1% ke Rp 14.395/US$.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,67 | -0,05 |
Won Korea Selatan | 1.120,10 | -0,17 |
Dolar Taiwan | 30,53 | -0,04 |
Rupee India | 68,87 | -0,27 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,03 |
Baht Thailand | 33,21 | -0,06 |
Peso Filipina | 53,44 | -0,08 |
Perang dagang menjadi faktor utama pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara Asia. Pada 6 Juli, China rencananya akan mulai menerapkan bea masuk 25% kepada 659 produk AS. Ini dilakukan untuk membalas perlakuan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan bea masuk kepada 818 produk China, juga berlaku mulai 6 Juli. Trump mengatakan AS masih pada rencananya mengenakan bea masuk tersebut pada pukul 00:01 waktu setempat.
Tidak berhenti sampai di situ, Trump berencana menambah lagi daftar produk Negeri Tirai Bambu yang bakal dikenakan bea masuk. Nantinya, Trump mengincar produk-produk China bernilai lebih dari US$ 500 miliar (Rp 7.202,7 triliun) yang akan dibebankan bea masuk.
"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, Beijing telah berjanji jika AS 'menembak' maka akan dibalas dengan tingkatan yang sama. Produk-produk dari AS seperti pertanian, otomotif, dan sebagainya masuk daftar yang akan kena bea masuk.
"Langkah AS pada intinya adalah menyerang rantai pasok global. AS menembak seluruh dunia, termasuk dirinya sendiri," ujar Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters.
Perang dagang yang semakin panas tentu membuat investor tidak nyaman. Pelaku pasar pun memilih mencari aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang.
Sikap risk aversion ini membuat mata uang negara berkembang di Asia melemah karena minimnya aliran dana ke pasar keuangan. Rupiah pun tidak terkecuali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular