
Minus 0,23%, Pelemahan Rupiah Terdalam Ketiga di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 July 2018 17:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini. Rupiah terseret arus penguatan dolar AS yang menyapu Asia.
Pada Kamis (5/7/2018), US$ 1 ditutup di posisi Rp 14.380. Rupiah melemah 0,23%.
Rupiah sempat menguat kala pembukaan pasar. Namun dalam hitungan menit, apresiasi itu sirna dan berbalik menjadi depresiasi.
Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin lemah. Posisi terlemah rupiah hari ini berada di Rp 14.420/US$.
Namun jelang penutupan pasar, pelemahan rupiah berkurang. Meski tetap melemah, tetapi dolar AS mampu dijinakkan sehingga berada di bawah Rp 14.400 kala pasar ditutup.
Rupiah buka satu-satunya mata uang yang melemah terhadap greenback. Di Asia, dolar AS memang perkasa. Kecuali dolar Singapura yang mampu menguat tipis, mata uang Asia sulit bicara banyak di hadapan dolar AS.
Rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam ketiga di Asia. Hanya rupee India dan won Korea Selatan yang melemah lebih dalam ketimbang rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utam Asia terhadap dolar AS pukul 17:25 WIB, mengutip Reuters:
Sepertinya investor masih belum berani untuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko, apalagi di negara berkembang. Isu perang dagang masih menjadi kekhawatiran terbesar untuk saat ini.
Besok adalah waktu dimulainya ronde terbaru perang dagang AS vs China. Mulai 6 Juli, AS akan mengenakan bea masuk sebesar 25% untuk 818 produk China. Beijing pun membalas dengan memberlakukan bea masuk 25% bagi 659 produk AS.
Selain itu, investor juga nampaknya masih menantikan sejumlah rilis di AS. Jumat dini hari nanti, The Federal Reserve/The Fed akan mengeluarkan risalah rapat (minutes of meeting) edisi Juni 2018.
Dari risalah ini, investor akan membaca arah kebijakan moneter AS ke depan. Pasar akan mencari petunjuk-petunjuk yang diberikan The Fed, terutama soal kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Kemudian, pada akhir pekan nanti akan dirilis data ketenagakerjaan AS. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran Mei sebesar 3,8%. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Situasi pasar tenaga kerja menjadi salah satu pertimbangan utama The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar memilih wait and see. Sikap ini menjadi lumrah dengan situasi yang masih penuh ketidakpastian. Investor pasti memilih mencari aman di tengah risiko yang begitu tinggi.
Sambil investor menunggu, arus modal yang masuk ke negara-negara berkembang akan seret. Termasuk yang mengarah ke Indonesia, yang tentunya akan menyebabkan tekanan terhadap rupiah dan kawan-kawan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (5/7/2018), US$ 1 ditutup di posisi Rp 14.380. Rupiah melemah 0,23%.
Rupiah sempat menguat kala pembukaan pasar. Namun dalam hitungan menit, apresiasi itu sirna dan berbalik menjadi depresiasi.
Namun jelang penutupan pasar, pelemahan rupiah berkurang. Meski tetap melemah, tetapi dolar AS mampu dijinakkan sehingga berada di bawah Rp 14.400 kala pasar ditutup.
![]() |
Rupiah buka satu-satunya mata uang yang melemah terhadap greenback. Di Asia, dolar AS memang perkasa. Kecuali dolar Singapura yang mampu menguat tipis, mata uang Asia sulit bicara banyak di hadapan dolar AS.
Rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam ketiga di Asia. Hanya rupee India dan won Korea Selatan yang melemah lebih dalam ketimbang rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utam Asia terhadap dolar AS pukul 17:25 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,63 | -0,16 |
Yuan China | 6,64 | -0,12 |
Won Korea Selatan | 1.119,08 | -0,34 |
Dolar Taiwan | 30,56 | -0,16 |
Rupee India | 68,95 | -0,39 |
Dolar Singapura | 1,36 | +0,01 |
Baht Thailand | 33,22 | -0,21 |
Peso Filipina | 53,39 | -0,05 |
Sepertinya investor masih belum berani untuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko, apalagi di negara berkembang. Isu perang dagang masih menjadi kekhawatiran terbesar untuk saat ini.
Besok adalah waktu dimulainya ronde terbaru perang dagang AS vs China. Mulai 6 Juli, AS akan mengenakan bea masuk sebesar 25% untuk 818 produk China. Beijing pun membalas dengan memberlakukan bea masuk 25% bagi 659 produk AS.
Selain itu, investor juga nampaknya masih menantikan sejumlah rilis di AS. Jumat dini hari nanti, The Federal Reserve/The Fed akan mengeluarkan risalah rapat (minutes of meeting) edisi Juni 2018.
Dari risalah ini, investor akan membaca arah kebijakan moneter AS ke depan. Pasar akan mencari petunjuk-petunjuk yang diberikan The Fed, terutama soal kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Kemudian, pada akhir pekan nanti akan dirilis data ketenagakerjaan AS. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran Mei sebesar 3,8%. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Situasi pasar tenaga kerja menjadi salah satu pertimbangan utama The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar memilih wait and see. Sikap ini menjadi lumrah dengan situasi yang masih penuh ketidakpastian. Investor pasti memilih mencari aman di tengah risiko yang begitu tinggi.
Sambil investor menunggu, arus modal yang masuk ke negara-negara berkembang akan seret. Termasuk yang mengarah ke Indonesia, yang tentunya akan menyebabkan tekanan terhadap rupiah dan kawan-kawan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Most Popular