
Sempat Menguat, Rupiah Melemah Tertekan Isu Perang Dagang
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 July 2018 08:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sempat dibuka menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun lagi-lagi, apresiasi tersebut fana belaka.
Pada Kamis (5/7/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.360 pada pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, rupiah malah berbalik melemah. Pada pukul 08:20 WIB, dolar AS justru menguat 0,2% ke Rp 13.375. Lalu pada pukul 08:23 WIB, dolar AS masih menguat 0,13% ke Rp 14.365.
Rupiah bernasib sama dengan mata uang utama Asia yang juga melemah terhadap greenback. Bahkan beberapa mata uang lain terdepresiasi lebih dalam ketimbang rupiah. Hanya yen Jepang dan yuan China yang mampu menguat, itupun relatif terbatas.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:25 WIB, mengutip Reuters:
Sepertinya investor masih belum berani untuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko, apalagi di negara berkembang. Isu perang dagang masih menjadi kekhawatiran terbesar untuk saat ini.
Besok adalah waktu dimulainya ronde terbaru perang dagang AS vs China. Mulai 6 Juli, AS akan mengenakan bea masuk sebesar 25% untuk 818 produk China. Beijing pun membalas dengan memberlakukan bea masuk 25% bagi 659 produk AS.
Liburnya pasar keuangan AS karena peringatan Hari Kemerdekaan membuat pelaku pasar Asia agak kehilangan arah. Biasanya, performa Wall Street akan memberi warna bagi pasar Benua Kuning.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar memilih wait and see. Investor masih mencari kejelasan ke mana arah angin akan berhembus, bagaimana perkembangan dinamika perang dagang.
"China tidak akan menjadi pihak yang pertama 'menembak', Namun China sudah bersiap. Jika AS menerapkan bea masuk, China akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional," tegas Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China.
Sepertinya memang sikap wait and see menjadi lumrah dengan situasi yang masih penuh ketidakpastian. Investor pasti memilih mencari aman di tengah risiko yang begitu tinggi.
Sambil investor menunggu, arus modal yang masuk ke negara-negara berkembang akan seret. Termasuk yang mengarah ke Indonesia, yang tentunya akan menyebabkan tekanan terhadap rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (5/7/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.360 pada pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, rupiah malah berbalik melemah. Pada pukul 08:20 WIB, dolar AS justru menguat 0,2% ke Rp 13.375. Lalu pada pukul 08:23 WIB, dolar AS masih menguat 0,13% ke Rp 14.365.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:25 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,36 | +0,08 |
Yuan China | 6,63 | +0,12 |
Won Korea Selatan | 1.117,31 | -0,18 |
Dolar Taiwan | 30,54 | -0,14 |
Rupee India | 68,68 | -0,20 |
Dolar Singapura | 1,37 | -0,08 |
Baht Thailand | 33,20 | -0,15 |
Peso Filipina | 53,40 | -0,06 |
Sepertinya investor masih belum berani untuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko, apalagi di negara berkembang. Isu perang dagang masih menjadi kekhawatiran terbesar untuk saat ini.
Besok adalah waktu dimulainya ronde terbaru perang dagang AS vs China. Mulai 6 Juli, AS akan mengenakan bea masuk sebesar 25% untuk 818 produk China. Beijing pun membalas dengan memberlakukan bea masuk 25% bagi 659 produk AS.
Liburnya pasar keuangan AS karena peringatan Hari Kemerdekaan membuat pelaku pasar Asia agak kehilangan arah. Biasanya, performa Wall Street akan memberi warna bagi pasar Benua Kuning.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar memilih wait and see. Investor masih mencari kejelasan ke mana arah angin akan berhembus, bagaimana perkembangan dinamika perang dagang.
"China tidak akan menjadi pihak yang pertama 'menembak', Namun China sudah bersiap. Jika AS menerapkan bea masuk, China akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional," tegas Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China.
Sepertinya memang sikap wait and see menjadi lumrah dengan situasi yang masih penuh ketidakpastian. Investor pasti memilih mencari aman di tengah risiko yang begitu tinggi.
Sambil investor menunggu, arus modal yang masuk ke negara-negara berkembang akan seret. Termasuk yang mengarah ke Indonesia, yang tentunya akan menyebabkan tekanan terhadap rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular