Mata Uang Asia Berjatuhan, Rupiah Jadi Terlemah Kedua

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 July 2018 12:33
Keperkasaan dolar AS memang sedang sulit terbendung.
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan pelemahannya. Keperkasaan dolar AS memang sedang sulit terbendung. 

Pada Selasa (3/7/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.450. Rupiah melemah 0,52% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Sebenarnya rupiah sempat menguat pada pembukaan pasar, tetapi memang sangat tipis yaitu 0,07%. Setelah itu, rupiah terus terdepresiasi dan mencapai titik terlemahnya sejak Oktober 2015 atau nyaris tiga tahun lalu. 

Mata Uang Asia Berjatuhan, Rupiah Jadi Terlemah KeduaReuters

Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia pun melemah terhadap dolar AS. Namun dengan depresiasi 0,52%, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua setelah yuan China.  

Sebagai informasi, yuan China memang sengaja dilemahkan oleh Poeple's Bank of China (PBoC). Langkah ini dilakukan untuk menjaga ekspor Negeri Tirai Bambu tetap kompetitif di tengah hawa perang dagang yang memanas.

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap greenback pukul 12:09 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,82+0,06
Yuan China6,70-0,61
Won Korea Selatan1.123,07-0,46
Dolar Taiwan30,66-0,45
Rupee India68,93-0,33
Dolar Singapura1,37-0,25
Baht Thailand33,27-0,36
Peso Filipina53,50-0,15
 
Arus modal memang tengah deras mengalir ke Negeri Paman Sam. Tidak hanya di pasar valas, investor pun terlihat memburu aset-aset berbasis dolar AS.  

Ini terlihat dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang turun. Pada pukul 12:15 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,8583%. Turun dibandingkan penutupan kemarin yaitu 2,867%. Penurunan yield artinya harga obligasi sedang naik merespons tingginya permintaan. 

Data demi data yang keluar di AS semakin mengonfirmasi bahwa perekonomian Negeri Adidaya terus membaik. Teranyar, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur di AS melesat dan cukup jauh mengungguli konsensus. 

Pada Juni, indeks PMI manufaktur AS versi Institute of Supply Management (ISM) tercatat 60,2. Jauh di atas konsensus pasar yang memperkirakan 58,4. 

Sementara versi Markit menyebutkan PMI Juni berada di 55,4. Lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 54,6. 

Ini menandakan pelaku usaha di Negeri Adidaya sangat optimistis dan ekspansif. Akibatnya, persepsi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan agresif dalam menaikkan suku bunga acuan semakin menebal.

Saat ini, pelaku pasar telah memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
 

Perkembangan ini membuat dolar AS terus menjadi anak emas investor. Pasar keuangan di negara berkembang pun ditinggalkan, termasuk di Indonesia. 

Pada Sesi I, investor asing membukukan jual bersih Rp 127,73 miliar di pasar saham. Yield obligasi pemerintah pun naik dari 7,764% pada perdagangan kemarin menjadi 7,785% pada pukul 12:24 WIB untuk tenor 10 tahun. Arus modal keluar (capital outflows) ini membuat rupiah semakin tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular