
Meski Labil, Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 July 2018 09:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada perdagangan pagi awal pekan ini. Laju rupiah masih sangat labil, naik-turun terjadi cukup cepat.
Pada Senin (2/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar berada di Rp 14.250. Rupiah menguat signifikan 0,52% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun seiring perjalanan, penguatan rupiah sedikit tergerus. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.295. Rupiah masih menguat, tetapi tinggal 0,21%.
Pada pukul 08:46 WIB, rupiah bahkan berbalik melemah 0,03%. Dolar AS sudah kembali menembus kisaran Rp 14.300, tepatnya di Rp 14.330.
Lalu pada pukul 08:54 WIB, rupiah kembali menguat 0,03% dan dolar AS diperdagangkan di Rp 14.320.
Rupiah sejauh ini terbantu oleh faktor domestik, karena sentimen eksternal sebenarnya kurang mendukung. Dollar Index, yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, pada pukul 08:59 WIB menguat 0,10%. Hingga dini hari tadi, indeks ini melemah sampai nyaris 1%.
Setelah sempat diabaikan, inivestor kini kembali melirik rilis data terbaru di Negeri Paman Sam yaitu indeks Personal Consumption Expenditure (PCE). Pada Mei 2018, PCE meningkat 2,3% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Maret.
Kemudian indeks PCE inti (di luar komponen volatile food dan energi) naik 2% YoY, tertinggi sejak April 2012. Sebagai catatan, indeks PCE inti merupakan alat utama The Federal Reserve/The Fed untuk mengukur inflasi.
PCE inti kini telah menyentuh target The Fed yaitu 2%. Ini merupakan kali pertama PCE inti mencapai target dalam enam tahun terakhir.
Pelaku pasar pun kemudian semakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018, atau dua kali lagi. Lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. Ini menjadi bahan bakar baru bagi dolar AS untuk kembali menguat.
Apresiasi dolar AS terasa hingga Asia. Dengan apresiasi 0,03% pun sudah cukup untuk membuat rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di kawasan setelah rupee India.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:55 WIB, mengutip Reuters:
Penolong rupiah sampai saat ini adalah sentimen domestik. Sepertinya investor masih menikmati euforia kenaikan suku bunga acuan. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate sebesar 50 basis poin ke 5,25%.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan langkah lanjutan bank sentral untuk selalu preemtif, front loading, dan ahead the curve. Selain itu, kebijakan ini ini ditempuh untuk membuat pasar keuangan Indonesia punya daya saing, karena mampu memberikan keuntungan yang menarik bagi investor.
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (2/7/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar berada di Rp 14.250. Rupiah menguat signifikan 0,52% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun seiring perjalanan, penguatan rupiah sedikit tergerus. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.295. Rupiah masih menguat, tetapi tinggal 0,21%.
Lalu pada pukul 08:54 WIB, rupiah kembali menguat 0,03% dan dolar AS diperdagangkan di Rp 14.320.
Rupiah sejauh ini terbantu oleh faktor domestik, karena sentimen eksternal sebenarnya kurang mendukung. Dollar Index, yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, pada pukul 08:59 WIB menguat 0,10%. Hingga dini hari tadi, indeks ini melemah sampai nyaris 1%.
Setelah sempat diabaikan, inivestor kini kembali melirik rilis data terbaru di Negeri Paman Sam yaitu indeks Personal Consumption Expenditure (PCE). Pada Mei 2018, PCE meningkat 2,3% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Maret.
Kemudian indeks PCE inti (di luar komponen volatile food dan energi) naik 2% YoY, tertinggi sejak April 2012. Sebagai catatan, indeks PCE inti merupakan alat utama The Federal Reserve/The Fed untuk mengukur inflasi.
PCE inti kini telah menyentuh target The Fed yaitu 2%. Ini merupakan kali pertama PCE inti mencapai target dalam enam tahun terakhir.
Pelaku pasar pun kemudian semakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018, atau dua kali lagi. Lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. Ini menjadi bahan bakar baru bagi dolar AS untuk kembali menguat.
Apresiasi dolar AS terasa hingga Asia. Dengan apresiasi 0,03% pun sudah cukup untuk membuat rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di kawasan setelah rupee India.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:55 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110.00 | -0,31 |
Yuan China | 6,63 | -0,26 |
Won Korea Selatan | 1.116,20 | -0,21 |
Dolar Taiwan | 30,48 | -0,06 |
Rupee India | 68,45 | +0,55 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,08 |
Ringgit Malaysia | 4,04 | +0,02 |
Baht Thailand | 33,05 | -0,09 |
Peso Filipina | 53,38 | -0,13 |
Penolong rupiah sampai saat ini adalah sentimen domestik. Sepertinya investor masih menikmati euforia kenaikan suku bunga acuan. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate sebesar 50 basis poin ke 5,25%.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan langkah lanjutan bank sentral untuk selalu preemtif, front loading, dan ahead the curve. Selain itu, kebijakan ini ini ditempuh untuk membuat pasar keuangan Indonesia punya daya saing, karena mampu memberikan keuntungan yang menarik bagi investor.
"Menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, begitu kata-katanya. Jadi kenaikan ini akan menjaga imbal hasil terutama di fixed income," jelas Perry.
Fixed income adalah instrumen investasi yang memberikan imbal hasil tetap, misalnya obligasi. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbal hasil instrumen ini akan naik dan berinvestasi di Indonesia menjadi lebih menarik, termasuk bagi investor asing.
Kala arus modal di pasar keuangan ini masuk ke Indonesia, BI meyakini akan menjadi fondasi bagi penguatan rupiah. Saat ini, kebijakan prioritas BI dalam jangka pendek memang menjaga stabilitas ekonomi, utamanya stabilitas nilai tukar rupiah.
Ini sudah terbukti, di mana pada pukul 09:10 WIB investor asing membukuka beli bersih Rp 66,9 miliar. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) juga masih turun yang menandakan kenaikan harga akibat ramainya minat pelaku pasar. Aliran modal ini berhasil menopang apresiasi rupiah di tengah kedigdayaan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Fixed income adalah instrumen investasi yang memberikan imbal hasil tetap, misalnya obligasi. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbal hasil instrumen ini akan naik dan berinvestasi di Indonesia menjadi lebih menarik, termasuk bagi investor asing.
Kala arus modal di pasar keuangan ini masuk ke Indonesia, BI meyakini akan menjadi fondasi bagi penguatan rupiah. Saat ini, kebijakan prioritas BI dalam jangka pendek memang menjaga stabilitas ekonomi, utamanya stabilitas nilai tukar rupiah.
Ini sudah terbukti, di mana pada pukul 09:10 WIB investor asing membukuka beli bersih Rp 66,9 miliar. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) juga masih turun yang menandakan kenaikan harga akibat ramainya minat pelaku pasar. Aliran modal ini berhasil menopang apresiasi rupiah di tengah kedigdayaan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular