Melemah 0,03%, Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 June 2018 08:36
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat. Namun apresiasi tersebut tidak bertahan lama.
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat. Namun apresiasi tersebut tidak bertahan lama. 

Pada Jumat (29/6/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar ditransaksikan Rp 14.360. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan, rupiah mulai menunjukkan gejala depresiasi. Akhirnya pada pukul 08:26 WIB, rupiah berbalik melemah tipis 0,03% di hadapan greenback. 

Gelombang penguatan dolar AS memang tidak terbendung. Mata uang utama Asia bahkan tidak ada yang mampu menguat di hadapan dolar AS. Dengan depresiasi yang hanya 0,03%, rupiah masih menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di kawasan. Hanya kalah dari won Korea Selatan yang stagnan.

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:20 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,53-0,05
Yuan China6,62-0,37
Won Korea Selatan1.120,500,00
Dolar Taiwan30,58-0,09
Rupee India68,83-0,29
Dolar Singapura1,37-0,04
Ringgit Malaysia4,04-0,12
Baht Thailand33,19-0,15
Peso Filipina53,49-0,10
 
Dolar AS mampu menguat secara global karena dua faktor. Pertama adalah pernyataan dari Presiden The Federal Reserve/The Fed Boston Eric Rosengren yang kembali menegaskan bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan melakukan kenaikan suku bunga acuan secara bertahap. 

Menurut Rosengren, kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk sedikit mengerem laju perekonomian AS agar tidak berlari di luar kapasitasnya alias overheat. Dengan kenaikan suku bunga, maka AS dapat tumbuh secara berkesinambungan (sustainable). 

Kabar ini sepertinya masih menyisakan angin segar bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga acuan akan membuat nilai mata uang terapresiasi karena ekspektasi inflasi terjaga. 

Kedua adalah nasib poundsterling Inggris yang penuh tanda tanya. Penyebabnya adalah perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) yang masih alot.  

Bahkan ada kemungkinan Negeri Ratu Elizabeth keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun. Ini membuat situasi menjadi rumit, karena menyangkut perbatasan dengan Irlandia dn Irlandia Utara yang masih merupakan wilayah kepabeanan Uni Eropa. 

Investor pun cenderung enggan untuk masuk ke pasar keuangan Inggris. Akibatnya, sterling tertekan. 

Namun pelemahan rupiah tertahan karena sentimen domestik. Hari ini, Bank Indonesia akan mengumumkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 5%. 

Pertimbangan utama BI adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mengingat rupiah sudah melemah 3,2% sejak pasar dibuka kembali selepas libur Idul Fitri, rasanya alasan tersebut masuk akal. 

Jika benar BI menaikkan suku bunga, maka dalam jangka pendek bisa berdampak positif. Kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di Indonesia menjadi menarik karena memberikan keuntungan lebih. Masuknya aliran modal asing ini bisa menjadi penopang bagi penguatan nilai tukar rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular