Dolar AS Tembus Rp 14.200, Rupiah Terlemah Sejak Oktober 2015
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 June 2018 08:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah langsung melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) seusai libur nasional pelaksanaan Pilkada. Rupiah kini berada di posisi terlemahnya sejak Oktober 2015.
Pada Kamis (28/6/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot berada di Rp 14.215. Rupiah melemah 0,29% dibandingkan sebelum libur Pilkada kemarin.
Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 sudah dihargai Rp 14.225, di mana rupiah melemah 0,37%. Rupiah pun berada di titik terlemah sejak awal Oktober 2015, nyaris tiga tahun lalu.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia pun kurang bertaji menghadap greenback. Namun dengan pelemahan 0,37%, rupiah menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di kawasan. Rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee India.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:24 WIB, mengutip Reuters:
Pagi ini, dolar AS masih perkasa meski penguatannya jauh berkurang. Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,03% pada pukul 08:29 WIB. Padahal dini hari tadi, indeks ini sempat menguat di kisaran 0,6%.
Ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh The Federal Reserve/The Fed masih ampuh untuk mendorong penguatan greenback. The Fed kini bisa dibilang satu-satunya bank sentral di negara maju yang sudah terang-terangan bicara kenaikan bunga dan normalisasi kebijakan moneter. Sementara bank sentral lain seperti European Central Bank (ECB) sepertinya baru menaikkan suku bunga acuan pada kuartal III-2019.
Apalagi Bank of England (BoE) juga tengah terpecah konsentrasinya jelang pertemuan lanjutan untuk membahas keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit Meeting). BoE tengah memastikan bahwa sektor keuangan Inggris siap untuk menghadapi Brexit. Oleh karena itu, pasar pun menyangsikan apakah BoE akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada Agustus mendatang.
Dolar AS semakin melaju kala Bank Sentral China, People's Bank of China (PBoC), turun tangan melemahkan nilai tukar yuan. Dalam beberapa waktu terakhir, PBoC menurunkan nilai tengah yuan dengan tujuan memperlemah mata uang ini.
Langkah ini ditempuh untuk menjaga agar ekspor China tetap kompetitif di tengah perang dagang yang tengah berkecamuk. Pelaku pasar memperkirakan PBoC tidak akan mengendurkan cengkeramannya sebelum situasi membaik.
Penguatan greenback bisa menekan mata uang lain, termasuk rupiah. Saat rupiah melemah, berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Investor, terutama asing, bisa melanjutkan aksi jual dan ini tentu akan semakin memperberat langkah rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (28/6/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot berada di Rp 14.215. Rupiah melemah 0,29% dibandingkan sebelum libur Pilkada kemarin.
Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 sudah dihargai Rp 14.225, di mana rupiah melemah 0,37%. Rupiah pun berada di titik terlemah sejak awal Oktober 2015, nyaris tiga tahun lalu.
![]() |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:24 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,04 | +0,19 |
Yuan China | 6,59 | -0,35 |
Won Korea Selatan | 1.121,11 | +0,12 |
Dolar Taiwan | 30,54 | -0,10 |
Rupee India | 68,63 | -0,39 |
Dolar Singapura | 1,37 | -0,04 |
Ringgit Malaysia | 4,04 | -0,22 |
Baht Thailand | 33,04 | +0,03 |
Peso Filipina | 53,51 | +0,10 |
Pagi ini, dolar AS masih perkasa meski penguatannya jauh berkurang. Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,03% pada pukul 08:29 WIB. Padahal dini hari tadi, indeks ini sempat menguat di kisaran 0,6%.
Ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh The Federal Reserve/The Fed masih ampuh untuk mendorong penguatan greenback. The Fed kini bisa dibilang satu-satunya bank sentral di negara maju yang sudah terang-terangan bicara kenaikan bunga dan normalisasi kebijakan moneter. Sementara bank sentral lain seperti European Central Bank (ECB) sepertinya baru menaikkan suku bunga acuan pada kuartal III-2019.
Apalagi Bank of England (BoE) juga tengah terpecah konsentrasinya jelang pertemuan lanjutan untuk membahas keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit Meeting). BoE tengah memastikan bahwa sektor keuangan Inggris siap untuk menghadapi Brexit. Oleh karena itu, pasar pun menyangsikan apakah BoE akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada Agustus mendatang.
Dolar AS semakin melaju kala Bank Sentral China, People's Bank of China (PBoC), turun tangan melemahkan nilai tukar yuan. Dalam beberapa waktu terakhir, PBoC menurunkan nilai tengah yuan dengan tujuan memperlemah mata uang ini.
Langkah ini ditempuh untuk menjaga agar ekspor China tetap kompetitif di tengah perang dagang yang tengah berkecamuk. Pelaku pasar memperkirakan PBoC tidak akan mengendurkan cengkeramannya sebelum situasi membaik.
Penguatan greenback bisa menekan mata uang lain, termasuk rupiah. Saat rupiah melemah, berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Investor, terutama asing, bisa melanjutkan aksi jual dan ini tentu akan semakin memperberat langkah rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular