
Tanpa Sentimen Penggerak, Rupiah Lesu Lawan Dolar Singapura
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 June 2018 09:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih melemah terhadap berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura. Minimnya sentimen domestik membuat rupiah terombang-ambing terseret ketidakpastian global.
Pada Selasa (26/6/2018) pukul 09:06 WIB, SG$ 1 ditransaksikan Rp 10.399,53. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Berikut perkembangan kurs dolar Singapura di sejumlah bank nasional:
Sejauh ini belum ada sentimen positif dari dalam negeri yang bisa membantu rupiah. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional yang hasilnya bisa dibilang mengecewakan. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 mencatat defisit yang cukup dalam yaitu US$ 1,52 miliar.
Ini membuat investor bertanya-tanya mengenai nasib transaksi berjalan (current account) pada kuartal II-2018. Sebab, pada April 2018 pun neraca perdagangan membukukan defisit yang lebar yakni US$ 1,63 miliar.
Kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal II-2018 akan mengalami defisit yang lebih besar dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2018, defisit transaksi berjalan adalah 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pembacaan ini membuat rupiah seakan kekurangan fondasi untuk menguat karena minimnya sokongan devisa dari sektor perdagangan. Apalagi aliran dana di pasar keuangan pun relatif seret, karena di pasar saham investor asing masih membukukan jual bersih Rp 48,1 triliun sejak awal tahun.
Rupiah kini menantikan pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate yang diundur sehari menjadi 29 Juni. Ada peluang BI akan menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga acuan bisa membawa angin segar bagi rupiah dalam jangka pendek. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka berinvestasi di aset-aset di Indonesia menjadi menarik karena mendapatkan kentungan lebih. Kala aliran modal masuk ke Indonesia, maka rupiah bisa terangkat.
Namun saat ini, rupiah terhanyut dalam situasi global yang penuh ketidakpastian. Perang dagang yang semakin membara membuat investor enggan masuk ke instumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kurangnya aliran modal membuat rupiah sulit menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Pada Selasa (26/6/2018) pukul 09:06 WIB, SG$ 1 ditransaksikan Rp 10.399,53. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
![]() |
Berikut perkembangan kurs dolar Singapura di sejumlah bank nasional:
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank BNI | Rp 10.258 | Rp 10.518 |
Bank BRI | Rp 10.305,91 | Rp 10.433,89 |
Bank BCA | Rp 10.272 | Rp 10.500 |
Bank Mandiri | Rp 10.179 | Rp 10.478 |
Sejauh ini belum ada sentimen positif dari dalam negeri yang bisa membantu rupiah. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional yang hasilnya bisa dibilang mengecewakan. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 mencatat defisit yang cukup dalam yaitu US$ 1,52 miliar.
Ini membuat investor bertanya-tanya mengenai nasib transaksi berjalan (current account) pada kuartal II-2018. Sebab, pada April 2018 pun neraca perdagangan membukukan defisit yang lebar yakni US$ 1,63 miliar.
Kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal II-2018 akan mengalami defisit yang lebih besar dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2018, defisit transaksi berjalan adalah 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pembacaan ini membuat rupiah seakan kekurangan fondasi untuk menguat karena minimnya sokongan devisa dari sektor perdagangan. Apalagi aliran dana di pasar keuangan pun relatif seret, karena di pasar saham investor asing masih membukukan jual bersih Rp 48,1 triliun sejak awal tahun.
Rupiah kini menantikan pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate yang diundur sehari menjadi 29 Juni. Ada peluang BI akan menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga acuan bisa membawa angin segar bagi rupiah dalam jangka pendek. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka berinvestasi di aset-aset di Indonesia menjadi menarik karena mendapatkan kentungan lebih. Kala aliran modal masuk ke Indonesia, maka rupiah bisa terangkat.
Namun saat ini, rupiah terhanyut dalam situasi global yang penuh ketidakpastian. Perang dagang yang semakin membara membuat investor enggan masuk ke instumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kurangnya aliran modal membuat rupiah sulit menguat terhadap berbagai mata uang, termasuk dolar Singapura.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular