
Hati-hati, Penguatan Dolar AS Belum Berhenti
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 June 2018 09:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan penguatannya. Greenback mampu memanfaatkan momentum depresiasi euro dan poundsterling untuk membukukan apresiasi.
Pada Rabu (20/6/2018) pukul 08:43 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,01%. Laju penguatan greenback belum terhenti sejak 13 Juni lalu, saat The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan ke 1,75-2%.
Terhadap mata uang utama, dolar AS menguat di hadapan mata uang eropa. Di depan euro, dolar AS menguat 0,09%. Sementara terhadap poundsterling Inggris, greenback terapresiasi 0,13%.
Sentimen negatif bagi euro datang dari forum European Central Bank (ECB) di Sintra, Portugal. Dalam forum tersebut, Presiden ECB Mario Draghi mengatakan pihaknya masih akan sabar menanti sebelum menaikkan suku bunga acuan. Saat ini suku bunga refinancing masih bertahan di 0%, sementara lending facility dan deposit facility masing-masing 0,25% dan 0,4%.
"Kami akan tetap sabar untuk menentukan waktu kapan menaikkan suku bunga. Kemudian, penyesuaian kebijakan moneter setelah itu juga akan dilakukan secara gradual," kata Draghi dalam forum ECB di Sintra, dikutip dari Reuters.
Philip Lane, Kepala Bank Sentral Irlandia, menambahkan bahkan untuk mengakhiri stimulus fiskal pun ECB mungkin akan berpikir berulang kali. Sebagai informasi, dalam rapat edisi Juni ECB memutuskan untuk mengurangi dosis stimulus moneter melalui pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) dan akan mengakhiri kebijakan tersebut pada Desember 2018.
Hingga sekarang, ECB masih memborong surat berharga senilai 30 miliar euro (Rp 490,62 triliun) setiap bulannya. Namun mulai September, nilainya akan dikurangi setengahnya sebelum selesai pada akhir tahun.
"Namun, sepertinya akan dibutuhkan shock besar sebelum ECB tergerak untuk mengubah keputusan soal pembelian surat berharga. Sepertinya kebijakan ini tidak akan berakhir dengan mudah," kata Lane, mengutip Reuters.
Ketidakpastian arah kebijakan moneter ECB membuat euro lagi-lagi 'dihukum' oleh pasar. Euro mengalami tekanan jual, dan sebagian investor beralih ke greenback.
Tidak hanya ECB, investor juga mencermati dinamika di Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE). Pada Kamis waktu setempat, BoE akan menggelar rapat untuk menentukan suku bunga acuan.
Investor cenderung wait and see jelang pertemuan BoE. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters menyebutkan BoE masih akan menahan suku bunga acuan di 0,5% pada pertemuan tersebut. BoE diperkirakan baru menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada rapat Agustus.
Namun, kemungkinan BoE untuk menaikkan suku bunga lebih cepat masih ada. Pasalnya, kinerja ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terus membaik setelah mengecewakan pada kuartal I-2018, yang hanya tumbuh 0,1%.
Pada Mei 2018, penjualan ritel di Inggris tumbuh 1,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ketimbang tahun sebelumnya, penjualan ritel naik 3,9%. Konsumsi yang menggeliat bisa menjadi pertanda kinerja ekonomi yang lebih baik.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal II-2018 diperkirakan lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya. Perkembangan ini membuat investor memilih menunggu untuk masuk ke pasar Inggris.
Tren penguatan dolar AS yang belum berhenti patut diwaspadai pelaku pasar domestik. Hari ini, bursa saham Indonesia sudah dibuka setelah libur panjang Idul Fitri.
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Pada Rabu (20/6/2018) pukul 08:43 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,01%. Laju penguatan greenback belum terhenti sejak 13 Juni lalu, saat The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan ke 1,75-2%.
Terhadap mata uang utama, dolar AS menguat di hadapan mata uang eropa. Di depan euro, dolar AS menguat 0,09%. Sementara terhadap poundsterling Inggris, greenback terapresiasi 0,13%.
"Kami akan tetap sabar untuk menentukan waktu kapan menaikkan suku bunga. Kemudian, penyesuaian kebijakan moneter setelah itu juga akan dilakukan secara gradual," kata Draghi dalam forum ECB di Sintra, dikutip dari Reuters.
Philip Lane, Kepala Bank Sentral Irlandia, menambahkan bahkan untuk mengakhiri stimulus fiskal pun ECB mungkin akan berpikir berulang kali. Sebagai informasi, dalam rapat edisi Juni ECB memutuskan untuk mengurangi dosis stimulus moneter melalui pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) dan akan mengakhiri kebijakan tersebut pada Desember 2018.
Hingga sekarang, ECB masih memborong surat berharga senilai 30 miliar euro (Rp 490,62 triliun) setiap bulannya. Namun mulai September, nilainya akan dikurangi setengahnya sebelum selesai pada akhir tahun.
"Namun, sepertinya akan dibutuhkan shock besar sebelum ECB tergerak untuk mengubah keputusan soal pembelian surat berharga. Sepertinya kebijakan ini tidak akan berakhir dengan mudah," kata Lane, mengutip Reuters.
Ketidakpastian arah kebijakan moneter ECB membuat euro lagi-lagi 'dihukum' oleh pasar. Euro mengalami tekanan jual, dan sebagian investor beralih ke greenback.
Tidak hanya ECB, investor juga mencermati dinamika di Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE). Pada Kamis waktu setempat, BoE akan menggelar rapat untuk menentukan suku bunga acuan.
Investor cenderung wait and see jelang pertemuan BoE. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters menyebutkan BoE masih akan menahan suku bunga acuan di 0,5% pada pertemuan tersebut. BoE diperkirakan baru menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada rapat Agustus.
Namun, kemungkinan BoE untuk menaikkan suku bunga lebih cepat masih ada. Pasalnya, kinerja ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terus membaik setelah mengecewakan pada kuartal I-2018, yang hanya tumbuh 0,1%.
Pada Mei 2018, penjualan ritel di Inggris tumbuh 1,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ketimbang tahun sebelumnya, penjualan ritel naik 3,9%. Konsumsi yang menggeliat bisa menjadi pertanda kinerja ekonomi yang lebih baik.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal II-2018 diperkirakan lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya. Perkembangan ini membuat investor memilih menunggu untuk masuk ke pasar Inggris.
Tren penguatan dolar AS yang belum berhenti patut diwaspadai pelaku pasar domestik. Hari ini, bursa saham Indonesia sudah dibuka setelah libur panjang Idul Fitri.
Saat dolar AS terapresiasi, maka mata uang lain akan tertekan, tidak terkecuali rupiah. Saat rupiah terdepresiasi, berinvestasi dalam aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Depresiasi rupiah bisa memicu aksi jual, terutama oleh investor asing, dan akan berdampak negatif terhadap IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Most Popular