
Tensi AS-China Makin Tinggi, Wall Street Berpotensi Koreksi
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 June 2018 18:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini (19/6/2018), Wall Street akan dibuka melemah. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 300 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 27 dan 74 poin.
Makin panasnya hubungan AS-China dalam bidang perdagangan menjadi faktor utama yang membebani langkah Wall Street. Pada hari Senin waktu setempat (18/6/2018), Presiden Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan yang isinya menjelaskan bahwa dirinya telah memerintahkan United States Trade Representative (USTR) untuk mengidentifikasi barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar yang akan dikenakan bea masuk tambahan senilai 10%.
"Setelah proses hukum selesai, bea masuk ini akan berlaku jika China menolak untuk mengubah praktik-praktiknya (mencuri kekayaan intelektual dan teknologi asal AS) dan jika China bersikeras untuk menerapkan bea masuk yang baru-baru ini mereka umumkan".
Tak sampai disitu, Trump mengancam bahwa jika China kembali menaikkan bea masuk untuk barang-barang asal AS, bea masuk baru untuk produk-produk impor China lainnya senilai US$ 200 akan diterapkan.
Celakanya, kubu China tak melunak dan justru bereaksi keras terhadap keputusan dari Gedung Putih tersebut. Mengutip CNBC International, Menteri Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan aksi balasan jika AS nantinya menerbitkan daftar barang-barang yang akan dikenakan bea masuk baru.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs resminya, mereka mengungkapkan bahwa China akan melindungi kepentingan-kepentingannya dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Menyebut bahwa negaranya tak menginginkan perang dagang, Kementerian Perdagangan China menyatakan tak takut untuk terlibat.
Bea masuk yang disiapkan pemerintahan AS ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan bea masuk yang sudah diumumkan sebelumnya. Besarnya nilai barang-barang yang akan terdampak bisa benar-benar menghantam laju ekonomi kedua negara.
Dari sisi Negeri Paman Sam, sayangnya hal ini terjadi kala the Federal Reserve sudah semakin meninggalkan era suku bunga rendah. Pada minggu lalu, the Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps sembari memproyeksikan kenaikan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini.
Kombinasi antara lemahnya perdagangan internasional (sebagai akibat perang dagang) dengan kenaikan suku bunga kredit (sebagai akibat kenaikan suku bunga acuan) tentu bukan kabar baik bagi ekonomi AS yang sedang panas-panasnya.
Selain sentimen perang dagang, beberapa faktor lainnya juga berpotensi menentukan arah pergerakan Wall Street. Pada pukul 19:30 WIB, data pembangunan hunian baru periode Mei akan dirilis.
Kemudian, St. Louis Fed President James Bullard dijadwalkan berbicara pada acara European Central Bank Forum on Central Banking di Sintra, Portugal.
(ank/hps) Next Article Setelah Nasdaq Pecah Rekor, Wall Street Melemah
Makin panasnya hubungan AS-China dalam bidang perdagangan menjadi faktor utama yang membebani langkah Wall Street. Pada hari Senin waktu setempat (18/6/2018), Presiden Donald Trump mengeluarkan sebuah pernyataan yang isinya menjelaskan bahwa dirinya telah memerintahkan United States Trade Representative (USTR) untuk mengidentifikasi barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar yang akan dikenakan bea masuk tambahan senilai 10%.
"Setelah proses hukum selesai, bea masuk ini akan berlaku jika China menolak untuk mengubah praktik-praktiknya (mencuri kekayaan intelektual dan teknologi asal AS) dan jika China bersikeras untuk menerapkan bea masuk yang baru-baru ini mereka umumkan".
Celakanya, kubu China tak melunak dan justru bereaksi keras terhadap keputusan dari Gedung Putih tersebut. Mengutip CNBC International, Menteri Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan aksi balasan jika AS nantinya menerbitkan daftar barang-barang yang akan dikenakan bea masuk baru.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs resminya, mereka mengungkapkan bahwa China akan melindungi kepentingan-kepentingannya dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.
Menyebut bahwa negaranya tak menginginkan perang dagang, Kementerian Perdagangan China menyatakan tak takut untuk terlibat.
Bea masuk yang disiapkan pemerintahan AS ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan bea masuk yang sudah diumumkan sebelumnya. Besarnya nilai barang-barang yang akan terdampak bisa benar-benar menghantam laju ekonomi kedua negara.
Dari sisi Negeri Paman Sam, sayangnya hal ini terjadi kala the Federal Reserve sudah semakin meninggalkan era suku bunga rendah. Pada minggu lalu, the Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25bps sembari memproyeksikan kenaikan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini.
Kombinasi antara lemahnya perdagangan internasional (sebagai akibat perang dagang) dengan kenaikan suku bunga kredit (sebagai akibat kenaikan suku bunga acuan) tentu bukan kabar baik bagi ekonomi AS yang sedang panas-panasnya.
Selain sentimen perang dagang, beberapa faktor lainnya juga berpotensi menentukan arah pergerakan Wall Street. Pada pukul 19:30 WIB, data pembangunan hunian baru periode Mei akan dirilis.
Kemudian, St. Louis Fed President James Bullard dijadwalkan berbicara pada acara European Central Bank Forum on Central Banking di Sintra, Portugal.
(ank/hps) Next Article Setelah Nasdaq Pecah Rekor, Wall Street Melemah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular