'Balas Dendam' Dolar AS Belum Selesai

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 June 2018 10:54
Dolar AS masih 'membalas dendam'. Greenback belum berhenti menguat setelah pekan lalu sempat tertekan hebat oleh euro.
Foto: REUTERS/Thomas White
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) masih 'membalas dendam'. Greenback belum berhenti menguat setelah pekan lalu sempat tertekan hebat oleh euro. 

Pada Senin (18/6/2018) pukul 10:30 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama), menguat 0,07%. Dollar Index menguat tajam pada 13 Juni dan belum terhenti sampai saat ini. 

Keperkasaan Dolar AS Belum TerbendungReuters

Terhadap sejumlah mata uang utama Asia, dolar AS pun perkasa. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata regional di hadapan greenback pada pukul 10:36 WIB:
 
Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,39+0,24
Won Korea Selatan1.103,85-0,13
Rupee India68,13-0,11
Dolar Singapura1,35-0,02
Ringgit Malaysia3,99-0,29
Peso Filipina53,39-0,10

Sentimen perang dagang AS-China ternyata tidak melunturkan kekuatan dolar AS. Akhir pekan lalu, babak baru perang dagang dimulai setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memberlakukan bea masuk 25% kepada 818 produk China mulai 6 Juli mendatang. Kebijakan yang mendatangkan serangan balik cepat dari China, yang juga mengenakan bea masuk 25% kepada 659 produk AS. 

Pelaku pasar sepertinya masih terhanyut dalam euforia hasil rapat The Federal Reserve/The Fed pekan lalu. Pada 13 Juni waktu setempat, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Tidak hanya itu, The Fed juga membuat pasar sedikit terkejut karena peluang pengetatan moneter ekstra kian terbuka. 

Ini terlihat dari dot plot (proyeksi suku bunga dari The Fed negara bagian) yang semakin bergerak ke atas. Pada pertemuan Maret, median dot plot masih menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2018 ada di 2-2,5%. Artinya tinggal butuh sekali kenaikan 25 basis poin lagi, atau menjadi tiga kali kenaikan selama 2018. 

Namun pada rapat edisi Juni, median sudah bergerak ke 2,25-2,5%. Ini berarti butuh dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin, sehingga sepanjang 2018 kemungkinan terjadi empat kali kenaikan suku bunga. 
 

Pasar menilai hasil rapat The Fed lebih tegas ketimbang European Central Bank (ECB). Sehari setelah rapat The Fed, ECB juga melakukan pertemuan yang hasilnya adalah mengurangi pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) mulai September 2018. Namun untuk kenaikan suku bunga, kemungkinan baru dilakukan September tahun depan. 

Perkembangan ini membuat euro yang awalnya sempat perkasa berbalik melemah. Dolar AS pun sukses melakukan aksi 'balas dendam' dengan menguat cukup tajam.  

Tidak hanya di pasar uang, investor pun memburu aset-aset berbasis dolar AS di pasar lain seperti obligasi. Akibatnya, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bergerak turun.  

Hari ini pukul 10:47 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 2,9077%. Turun dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yaitu 2,924%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular