
Pagi Ini, Pelemahan Rupiah Terdalam Ketiga di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 June 2018 08:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Greenback pun kembali menembus kisaran Rp 13.900.
Pada Jumat (8/6/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar spot berada di Rp 13.901. Rupiah melemah 0,26% dibandingkan penutupan kemarin.
Sementara mata uang regional bergerak variatif. Dengan depresiasi 0,26%, rupiah bukanlah yang terdalam. Depresiasi terdalam dialami oleh rupee India, disusul peso Filipina. Rupiah berada di posisi ketiga.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:17 WIB:
Dolar AS memang mulai bangkit setelah kemarin tertekan. Pagi ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) sudah menguat meski tipis di 0,03%.
Kemarin dolar AS agak babak-belur ditekan oleh euro. Penguatan euro datang setelah pernyataan Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (European Central Bank/ECB) Michael Praet yang menyebut inflasi di benua Biru sudah bergerak sesuai sasaran. Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya bagi ECB untuk mengurangi stimulus moneter.
Namun kini investor sepertinya sudah kembali ke pelukan dolar AS. Investor mulai mengambil posisi jelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 12-13 Juni mendatang.
Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan menaikkan suku bunga acuan ke 1,75-2%. Probabilitas kenaikan 25 basis poin ini adalah 91,3%, mengutip CME Fedwatch.
Apalagi data-data ekonomi AS mendukung kenaikan ini. Terbaru, jumlah pengisi tunjangan tunakarya (jobless claim) pada pekan yang berakhir 2 Juni adalah 222.000 orang. Turun 1.000 orang dibandingkan pekan sebelumnya dan lebih baik ketimbang ekspektasi pasar yaitu 225.000 orang.
Ekspektasi inflasi di AS pun naik, yang tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Untuk tenor 10 tahun, yield obligasi AS saat ini berada di 2,9442%. Naik dibandingkan kemarin yaitu 2,933%.
Situasi ini membuat dolar AS mulai diburu oleh pelaku pasar. Tanpa sentimen domestik sebagai penopang, rupiah pun goyah dan melemah di hadapan greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Jumat (8/6/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar spot berada di Rp 13.901. Rupiah melemah 0,26% dibandingkan penutupan kemarin.
Sementara mata uang regional bergerak variatif. Dengan depresiasi 0,26%, rupiah bukanlah yang terdalam. Depresiasi terdalam dialami oleh rupee India, disusul peso Filipina. Rupiah berada di posisi ketiga.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,81 | -0,11 |
Yuan China | 6,39 | -0,06 |
Won Korsel | 1.071,30 | +0,02 |
Dolar Taiwan | 29,76 | +0,01 |
Rupee India | 67,41 | -0,87 |
Dolar Singapura | 1,33 | +0,02 |
Peso Filipina | 52,64 | -0,29 |
Baht Thailand | 31,98 | +0,12 |
Dolar AS memang mulai bangkit setelah kemarin tertekan. Pagi ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) sudah menguat meski tipis di 0,03%.
Kemarin dolar AS agak babak-belur ditekan oleh euro. Penguatan euro datang setelah pernyataan Kepala Ekonom Bank Sentral Uni Eropa (European Central Bank/ECB) Michael Praet yang menyebut inflasi di benua Biru sudah bergerak sesuai sasaran. Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya bagi ECB untuk mengurangi stimulus moneter.
Namun kini investor sepertinya sudah kembali ke pelukan dolar AS. Investor mulai mengambil posisi jelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 12-13 Juni mendatang.
Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan menaikkan suku bunga acuan ke 1,75-2%. Probabilitas kenaikan 25 basis poin ini adalah 91,3%, mengutip CME Fedwatch.
Apalagi data-data ekonomi AS mendukung kenaikan ini. Terbaru, jumlah pengisi tunjangan tunakarya (jobless claim) pada pekan yang berakhir 2 Juni adalah 222.000 orang. Turun 1.000 orang dibandingkan pekan sebelumnya dan lebih baik ketimbang ekspektasi pasar yaitu 225.000 orang.
Ekspektasi inflasi di AS pun naik, yang tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Untuk tenor 10 tahun, yield obligasi AS saat ini berada di 2,9442%. Naik dibandingkan kemarin yaitu 2,933%.
Situasi ini membuat dolar AS mulai diburu oleh pelaku pasar. Tanpa sentimen domestik sebagai penopang, rupiah pun goyah dan melemah di hadapan greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular