
Dibayangi Berbagai Risiko, Bursa Saham Asia ke Zona Merah
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 June 2018 09:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas Bursa saham utama kawasan Asia dibuka melemah pada perdagangan hari ini. Indeks Nikkei dibuka melemah 0,09% ke level 22.520,31, indeks Kospi dibuka melemah 0,14% ke level 2.450,39, indeks Shanghai dibuka melemah 0,16% ke level 3.109,18. Sementara itu, indeks Strait Times dibuka flat di level 3.483,32 dan indeks Hang Seng berhasil naik 0,22% ke level 31.162,02.
Aksi ambil untung mewarnai perdagangan bursa saham Asia hari ini, setelah pada perdagangan kemarin (5/6/2018) Wall Street bergerak dalam rentang yang tipis saja: indeks Dow Jones turun 0,06%, indeks S&P 500 naik 0,07%, dan indeks Nasdaq menguat 0,41%. Perdagangan di Wall Street berlangsung kurang semarak dengan volume sebanyak 6,58 miliar unit saham, di bawah rata-rata 20 sesi perdagangan terakhir yang sebanyak 6,64 miliar unit saham.
Selain aksi ambil untung, sejumlah risiko juga membebani laju bursa saham Kawasan Asia pada pagi hari ini. Pertama, panasnya tensi dagang antara AS dengan mitra dagangnya.
Meksiko sudah menerapkan bea masuk untuk membalas kebijakan serupa yang diterapkan oleh AS. Kini, impor daging babi, apel, dan kentang dikenakan bea masuk 20%. Sementara impor baja, keju, dan bourbon dikenakan bea masuk 25%.
Untuk menyelesaikan friksi dagang dengan para tetangganya, Presiden Trump berniat untuk menggantikan skema Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan kesepakatan bilateral. "Presiden tengah mencari jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan terbesar bagi AS. Apakah itu melalui NAFTA atau jalan lain, pilihan-pilihan itu ada," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.
Namun, upaya ini mendapat penolakan dari Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Negosiasi yang berlarut-larut dan perang bea masuk lebih lanjut sangat mungkin terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Situasi juga bisa bertambah runyam kala Presiden AS Donald Trump bertemu dengan pimpinan negara anggota-anggota G7 lainnya pada akhir pekan ini.
Kemudian, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan secara lebih agresif kembali mencuat ke permukaan. Hal ini terlihat dari imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang naik ke level 2,9332% dibandingkan posisi kemarin yang sebesar 2,919%.
Pemicunya adalah positifnya data-data ekonomi. Data ISM Non-Manufacturing Employment Index periode Mei tercatat di level 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Kemudian, data ISM Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke level 64,3 dari sebelumnya 61,8.
Apalagi, the Federal Reserve akan melakukan pertemuan pada minggu depan. Pelaku pasar akan sangat mencermati pernyataan-pernyataan sang bank sentral untuk mencari tahu arah kebijakan suku bunga mereka. Sembari menantikan pertemuan tersebut, aset-aset berisiko seperti saham menjadi ditinggalkan sejenak.
Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Aksi ambil untung mewarnai perdagangan bursa saham Asia hari ini, setelah pada perdagangan kemarin (5/6/2018) Wall Street bergerak dalam rentang yang tipis saja: indeks Dow Jones turun 0,06%, indeks S&P 500 naik 0,07%, dan indeks Nasdaq menguat 0,41%. Perdagangan di Wall Street berlangsung kurang semarak dengan volume sebanyak 6,58 miliar unit saham, di bawah rata-rata 20 sesi perdagangan terakhir yang sebanyak 6,64 miliar unit saham.
Selain aksi ambil untung, sejumlah risiko juga membebani laju bursa saham Kawasan Asia pada pagi hari ini. Pertama, panasnya tensi dagang antara AS dengan mitra dagangnya.
Untuk menyelesaikan friksi dagang dengan para tetangganya, Presiden Trump berniat untuk menggantikan skema Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan kesepakatan bilateral. "Presiden tengah mencari jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan terbesar bagi AS. Apakah itu melalui NAFTA atau jalan lain, pilihan-pilihan itu ada," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.
Namun, upaya ini mendapat penolakan dari Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau. Negosiasi yang berlarut-larut dan perang bea masuk lebih lanjut sangat mungkin terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Situasi juga bisa bertambah runyam kala Presiden AS Donald Trump bertemu dengan pimpinan negara anggota-anggota G7 lainnya pada akhir pekan ini.
Kemudian, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan secara lebih agresif kembali mencuat ke permukaan. Hal ini terlihat dari imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang naik ke level 2,9332% dibandingkan posisi kemarin yang sebesar 2,919%.
Pemicunya adalah positifnya data-data ekonomi. Data ISM Non-Manufacturing Employment Index periode Mei tercatat di level 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Kemudian, data ISM Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke level 64,3 dari sebelumnya 61,8.
Apalagi, the Federal Reserve akan melakukan pertemuan pada minggu depan. Pelaku pasar akan sangat mencermati pernyataan-pernyataan sang bank sentral untuk mencari tahu arah kebijakan suku bunga mereka. Sembari menantikan pertemuan tersebut, aset-aset berisiko seperti saham menjadi ditinggalkan sejenak.
Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular