
Inflasi Tanpa Kejutan, Rupiah dan IHSG Kena Ambil Untung
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 June 2018 11:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan laju inflasi domestik periode Mei 2018. Hasilnya sesuai dengan ekspektasi pasar, bahkan lebih baik.
Pada Senin (4/6/2018), laju inflasi Mei secara bulanan (month-to-month/MtM) adalah 0,21%. Kemudian inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 3,23% dan inflasi inti secara tahunan di 2,75%.
Rilis ini masih sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi Mei secara MtM sebesar 0,25%. Sementara inflasi YoY diproyeksikan 3,3% dan inflasi inti YoY diramal 2,76%. Bahkan realisasinya sedikit lebih baik.
Dengan kondisi ini, artinya tekanan inflasi dapat dikatakan masih 'jinak'. Hingga separuh Ramadan, belum ada lonjakan yang berarti. Kini investor tinggal menantikan inflasi Juni, yang mungkin menjadi puncak karena merupakan paruh kedua Ramadan dan kemudian hari raya Idul Fitri.
Namun, ada kabar yang agak buruk setelah pengumuman data inflasi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat, tetapi apresiasinya semakin tergerus.
Pada pukul 11:30 WIB, US$1 di pasar spot dihargai Rp 13.885. Rupiah masih menguat, tetapi tinggal 0,04%.
Pelaku pasar memang sudah terlebih dulu mengantisipasi bahwa inflasi akan terkendali pada Mei. Ini menjadi salah satu yang membuat rupiah menguat dalam beberapa waktu terakhir. Artinya, laju inflasi Mei sudah priced in di mata investor.
Akibatnya, begitu data dirilis maka yang terjadi adalah aksi ambil untung. Pameo buy the rumor and sell the news benar-benar berlaku di sini.
Begitu pula dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Setelah pengumuman data inflasi, IHSG memang masih menguat. Namun pada pukul 11:35 WIB, penguatannya tinggal 0,64%. Padahal IHSG sempat menguat sampai 0,8%.
Sepertinya pengumuman data inflasi yang tidak mengejutkan malah menjadi pemberat bagi pasar keuangan domestik. Data yang datar-datar saja ini (dan sudah diantisipasi) tidak menjadi katalis yang berarti, justru menjadi alasan untuk melakukan ambil untung. Hasilnya adalah rupiah dan IHSG justru dihinggapi aksi jual.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Rakyat RI Bakal Hidup Normal, Rupiah Buktikan Ketangguhannya
Pada Senin (4/6/2018), laju inflasi Mei secara bulanan (month-to-month/MtM) adalah 0,21%. Kemudian inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 3,23% dan inflasi inti secara tahunan di 2,75%.
Rilis ini masih sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi Mei secara MtM sebesar 0,25%. Sementara inflasi YoY diproyeksikan 3,3% dan inflasi inti YoY diramal 2,76%. Bahkan realisasinya sedikit lebih baik.
Namun, ada kabar yang agak buruk setelah pengumuman data inflasi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat, tetapi apresiasinya semakin tergerus.
Pada pukul 11:30 WIB, US$1 di pasar spot dihargai Rp 13.885. Rupiah masih menguat, tetapi tinggal 0,04%.
![]() |
Pelaku pasar memang sudah terlebih dulu mengantisipasi bahwa inflasi akan terkendali pada Mei. Ini menjadi salah satu yang membuat rupiah menguat dalam beberapa waktu terakhir. Artinya, laju inflasi Mei sudah priced in di mata investor.
Akibatnya, begitu data dirilis maka yang terjadi adalah aksi ambil untung. Pameo buy the rumor and sell the news benar-benar berlaku di sini.
Begitu pula dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Setelah pengumuman data inflasi, IHSG memang masih menguat. Namun pada pukul 11:35 WIB, penguatannya tinggal 0,64%. Padahal IHSG sempat menguat sampai 0,8%.
![]() |
Sepertinya pengumuman data inflasi yang tidak mengejutkan malah menjadi pemberat bagi pasar keuangan domestik. Data yang datar-datar saja ini (dan sudah diantisipasi) tidak menjadi katalis yang berarti, justru menjadi alasan untuk melakukan ambil untung. Hasilnya adalah rupiah dan IHSG justru dihinggapi aksi jual.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/hps) Next Article Rakyat RI Bakal Hidup Normal, Rupiah Buktikan Ketangguhannya
Most Popular