
Menguat 0,68% dalam Sepekan, Rupiah Terbaik Kedua di ASEAN
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 June 2018 09:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini memang pendek, praktis hanya tiga hari kerja. Namun pekan yang pendek ini mampu dimanfaatkan oleh rupiah untuk menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sepanjang pekan ini, rupiah secara point-to-point menguat 0,68% terhadap greenback. Rupiah mampu menjaga dolar AS tetap di bawah Rp 14.000.
Kinerja rupiah patut diapresiasi. Pasalnya, dolar AS cenderung menguat pekan ini. Terlihat dari Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) yang menguat tipis 0,01%.
Sementara performa mata uang utama ASEAN juga cenderung menguat. Namun dengan apresiasi 0,68%, rupiah jadi mata uang dengan penguatan terbaik kedua di ASEAN sepanjang pekan lalu. Rupiah hanya kalah dari kyat Myanmar. Sebenarnya kalau bicara ukuran pasar, Indonesia tentu jauh lebih besar dibandingkan Negeri Seribu Pagoda.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang negara-negara ASEAN terhadap dolar AS secara point-to-point sepekan ini:
Sentimen utama pendorong apresiasi rupiah adalah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate. Pada 30 Mei, BI akhirnya mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Pasar sudah berekspektasi mengenai kenaikan ini sejak BI mengumumkan adanya Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan di luar jadwal, akhir pekan lalu. Biasanya momentum RDG tambahan memang menjadi ajang untuk mengubah suku bunga acuan.
Investor memberi apresiasi kepada BI karena dinilai ahead the curve. BI merespons cukup baik atas perkiraan kenaikan suku bunga acuan di AS dalam pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC) pada 13 Juni mendatang.
Menurut CME Federal Funds Futures, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan tersebut mencapai 91,3%. Probabilitas yang tentu tidak bisa dianggap remeh.
Jika BI harus menunggu sampai RDG terjadwal, maka bisa jadi sangat terlambat karena baru dilakukan pada 27-28 Juni. Ada jeda dua minggu, dan tentunya BI akan behind the curve.
"Ini (kenaikan suku bunga) adalah bagian dari kebijakan jangka pendek yang memprioritaskan stabilitas, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga merupakan langkah pre-emptif, front loading, dan ahead the curve," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers pengumuman hasil RDG tambahan.
Antisipasi yang baik dari BI membuat pasar memberikan respons positif. Aset-aset berbasis rupiah pun menjadi buruan, sehingga menjadi pijakan bagi penguatan mata uang Tanah Air.
Di pasar saham, investor asing sempat melakukan aksi beli yang cukup masif. Namun perilaku ambil untung (profit taking) membuat arus modal asing mengalami jual bersih Rp 165 miliar sepanjang pekan ini.
Meski begitu, investor asing sepertinya masuk ke pasar obligasi negara, instrumen yang lebih peka terhadap dinamika suku bunga. Ini terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) yang turun drastis.
Yield Surat Berharga Negara (SBN) seri FR0064 tenor 10 tahun pada awal pekan masih di 7,174%, tetapi pada akhir perdagangan pekan ini sudah turun ke 7,06%. Penurunan yield berarti harga instrumen ini naik, dan kenaikan harga adalah pertanda bahwa SBN sedang kebanjiran peminat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Sepanjang pekan ini, rupiah secara point-to-point menguat 0,68% terhadap greenback. Rupiah mampu menjaga dolar AS tetap di bawah Rp 14.000.
![]() |
Kinerja rupiah patut diapresiasi. Pasalnya, dolar AS cenderung menguat pekan ini. Terlihat dari Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) yang menguat tipis 0,01%.
![]() |
Sementara performa mata uang utama ASEAN juga cenderung menguat. Namun dengan apresiasi 0,68%, rupiah jadi mata uang dengan penguatan terbaik kedua di ASEAN sepanjang pekan lalu. Rupiah hanya kalah dari kyat Myanmar. Sebenarnya kalau bicara ukuran pasar, Indonesia tentu jauh lebih besar dibandingkan Negeri Seribu Pagoda.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang negara-negara ASEAN terhadap dolar AS secara point-to-point sepekan ini:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan Mingguan (%) |
Dolar Singapura | 1,3383 | +0,31 |
Ringgit Malaysia | 3,977 | +0,07 |
Baht Thailand | 32,03 | -0,12 |
Peso Filipina | 52,491 | +0,18 |
Kyat Myanmar | 1.346 | +0,74 |
Dong Vietnam | 22.796 | +0,08 |
Kip Laos | 8,340 | +0,05 |
Dolar Brunei | 1,325 | +0,25 |
Riel Kamboja | 4.062,933 | -0,91 |
Sentimen utama pendorong apresiasi rupiah adalah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate. Pada 30 Mei, BI akhirnya mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Pasar sudah berekspektasi mengenai kenaikan ini sejak BI mengumumkan adanya Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan di luar jadwal, akhir pekan lalu. Biasanya momentum RDG tambahan memang menjadi ajang untuk mengubah suku bunga acuan.
Investor memberi apresiasi kepada BI karena dinilai ahead the curve. BI merespons cukup baik atas perkiraan kenaikan suku bunga acuan di AS dalam pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC) pada 13 Juni mendatang.
Menurut CME Federal Funds Futures, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan tersebut mencapai 91,3%. Probabilitas yang tentu tidak bisa dianggap remeh.
Jika BI harus menunggu sampai RDG terjadwal, maka bisa jadi sangat terlambat karena baru dilakukan pada 27-28 Juni. Ada jeda dua minggu, dan tentunya BI akan behind the curve.
"Ini (kenaikan suku bunga) adalah bagian dari kebijakan jangka pendek yang memprioritaskan stabilitas, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga merupakan langkah pre-emptif, front loading, dan ahead the curve," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers pengumuman hasil RDG tambahan.
Antisipasi yang baik dari BI membuat pasar memberikan respons positif. Aset-aset berbasis rupiah pun menjadi buruan, sehingga menjadi pijakan bagi penguatan mata uang Tanah Air.
Di pasar saham, investor asing sempat melakukan aksi beli yang cukup masif. Namun perilaku ambil untung (profit taking) membuat arus modal asing mengalami jual bersih Rp 165 miliar sepanjang pekan ini.
Meski begitu, investor asing sepertinya masuk ke pasar obligasi negara, instrumen yang lebih peka terhadap dinamika suku bunga. Ini terlihat dari pergerakan imbal hasil (yield) yang turun drastis.
![]() |
Yield Surat Berharga Negara (SBN) seri FR0064 tenor 10 tahun pada awal pekan masih di 7,174%, tetapi pada akhir perdagangan pekan ini sudah turun ke 7,06%. Penurunan yield berarti harga instrumen ini naik, dan kenaikan harga adalah pertanda bahwa SBN sedang kebanjiran peminat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular