
Menguat 0,68%, Performa Rupiah Jadi yang Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 May 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat hingga tengah hari ini. Situasi global dan domestik mendukung apresiasi rupiah di hadapan greenback.
Pada Kamis (31/5/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 13.890. Rupiah menguat 0,68% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Dolar AS pun kini sudah di bawah Rp 13.900.
Kala pembukaan pasar, US$ 1 dibanderol Rp 13.940. Seiring jalan, penguatan rupiah semakin signifikan. Posisi terkuat rupiah sampai siang hari ini berada di Rp 13.880/US$.
Sementara mata uang regional bergerak cenderung menguat, menyisakan dolar Taiwan dan rupee India yang masih melemah. Dengan apresiasi 0,68%, penguatan rupiah menjadi yang terbaik di antara mata uang utama Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:12 WIB:
Dolar AS memang tengah dalam posisi bertahan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, terus bergerak melemah. Saat ini pelemahannya adalah 0,1% setelah pagi tadi sempat nyaris mencapai 1%.
Pelemahan greenback disebabkan oleh data ekonomi AS yang kurang meyakinkan. Kementerian Perdagangan AS merilis data revisi angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 menjadi 2,2% dari sebelumnya 2,3%. Pertumbuhan yang lebih lambat ini sedikit banyak melegakan investor, karena sepertinya ekonomi Negeri Paman Sam masih jauh dari potensi overheating.
Artinya, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed tetap akan pada rencana awal yaitu tiga kali menaikkan suku bunga acuan sepanjang 2018. Sepertinya belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga secara lebih agresif.
Data lainnya, ADP merilis angka penciptaan lapangan kerja non pertanian di AS periode Mei 2018 sebesar 178.000. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 163.000, tetapi lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan 191.000.
Dari data ini, pelaku pasar menilai pasar ketenagakerjaan belum pulih sepenuhnya. Oleh karena itu, lagi-lagi, belum cukup alasan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga sampai empat kali.
Hal lain yang mendukung apresiasi rupiah adalah situasi Italia yang lebih kondusif dibandingkan kemarin. Koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima legowo untuk tidak mencalonkan Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi.
Sebelumnya, pencalonan Savona ditolak oleh Presiden Sergio Mattarella sehingga menciptakan ketidakpastian dalam upaya menyusun koalisi pemerintahan. Italia pun kemungkinan harus menggelar pemilu ulang karena pemilu sebelumnya gagal menciptakan kekuatan mayoritas di parlemen.
"Saya berharap kita bisa membentuk pemerintahan. Nanti kita lihat saja," ujar Matteo Salvini, Pemimpin Liga, seperti dikutip Reuters.
Perkembangan positif di Italia serta data-data ekonomi AS yang kurang ciamik membuat investor tidak lagi risk on dan mulai berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. Ini membantu masuknya dana asing ke Indonesia dan memperkuat rupiah.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate dari 4,5% menjadi 4,75%. Meski diumumkan kemarin, suku bunga 4,75% baru berlaku hari ini.
Dengan menaikkan suku bunga acuan, pelaku pasar menilai kali ini BI sudah ahead the curve karena mengantisipasi pertemuan The Fed dengan baik. Pada pertemuan The Fed 13 Juni mendatang, pelaku pasar memperkirakan ada kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Kemungkinannya adalah 91,3% alias sangat hampir pasti.
Kenaikan BI 7 day reverse repo rate diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan yang di luar jadwal. Jika BI harus menunggu sampai RDG terjadwal, maka bisa jadi sangat terlambat karena baru dilakukan pada 27-28 Juni. Ada jeda dua minggu, dan tentunya BI akan behind the curve.
Apresiasi investor ini membuat dana asing masuk ke Indonesia karena menawarkan bunga yang bersaing. Dampaknya, rupiah pun terapresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Kamis (31/5/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 13.890. Rupiah menguat 0,68% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Dolar AS pun kini sudah di bawah Rp 13.900.
Kala pembukaan pasar, US$ 1 dibanderol Rp 13.940. Seiring jalan, penguatan rupiah semakin signifikan. Posisi terkuat rupiah sampai siang hari ini berada di Rp 13.880/US$.
![]() |
Sementara mata uang regional bergerak cenderung menguat, menyisakan dolar Taiwan dan rupee India yang masih melemah. Dengan apresiasi 0,68%, penguatan rupiah menjadi yang terbaik di antara mata uang utama Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:12 WIB:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 108,65 | +0,23 |
Yuan China | 6,41 | +0,13 |
Won Korsel | 1.075,70 | +0,01 |
Dolar Taiwan | 29,96 | -0,14 |
Rupee India | 67,49 | -0,09 |
Dolar Singapura | 1,34 | +0,02 |
Peso Filipina | 52,49 | +0,03 |
Baht Thailand | 32,01 | +0,03 |
Dolar AS memang tengah dalam posisi bertahan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, terus bergerak melemah. Saat ini pelemahannya adalah 0,1% setelah pagi tadi sempat nyaris mencapai 1%.
Pelemahan greenback disebabkan oleh data ekonomi AS yang kurang meyakinkan. Kementerian Perdagangan AS merilis data revisi angka pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 menjadi 2,2% dari sebelumnya 2,3%. Pertumbuhan yang lebih lambat ini sedikit banyak melegakan investor, karena sepertinya ekonomi Negeri Paman Sam masih jauh dari potensi overheating.
Artinya, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed tetap akan pada rencana awal yaitu tiga kali menaikkan suku bunga acuan sepanjang 2018. Sepertinya belum ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga secara lebih agresif.
Data lainnya, ADP merilis angka penciptaan lapangan kerja non pertanian di AS periode Mei 2018 sebesar 178.000. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 163.000, tetapi lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan 191.000.
Dari data ini, pelaku pasar menilai pasar ketenagakerjaan belum pulih sepenuhnya. Oleh karena itu, lagi-lagi, belum cukup alasan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga sampai empat kali.
Hal lain yang mendukung apresiasi rupiah adalah situasi Italia yang lebih kondusif dibandingkan kemarin. Koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima legowo untuk tidak mencalonkan Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi.
Sebelumnya, pencalonan Savona ditolak oleh Presiden Sergio Mattarella sehingga menciptakan ketidakpastian dalam upaya menyusun koalisi pemerintahan. Italia pun kemungkinan harus menggelar pemilu ulang karena pemilu sebelumnya gagal menciptakan kekuatan mayoritas di parlemen.
"Saya berharap kita bisa membentuk pemerintahan. Nanti kita lihat saja," ujar Matteo Salvini, Pemimpin Liga, seperti dikutip Reuters.
Perkembangan positif di Italia serta data-data ekonomi AS yang kurang ciamik membuat investor tidak lagi risk on dan mulai berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. Ini membantu masuknya dana asing ke Indonesia dan memperkuat rupiah.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate dari 4,5% menjadi 4,75%. Meski diumumkan kemarin, suku bunga 4,75% baru berlaku hari ini.
Dengan menaikkan suku bunga acuan, pelaku pasar menilai kali ini BI sudah ahead the curve karena mengantisipasi pertemuan The Fed dengan baik. Pada pertemuan The Fed 13 Juni mendatang, pelaku pasar memperkirakan ada kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Kemungkinannya adalah 91,3% alias sangat hampir pasti.
Kenaikan BI 7 day reverse repo rate diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan yang di luar jadwal. Jika BI harus menunggu sampai RDG terjadwal, maka bisa jadi sangat terlambat karena baru dilakukan pada 27-28 Juni. Ada jeda dua minggu, dan tentunya BI akan behind the curve.
Apresiasi investor ini membuat dana asing masuk ke Indonesia karena menawarkan bunga yang bersaing. Dampaknya, rupiah pun terapresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular