Sejumlah Risiko Mengintai, Wall Street Bersiap Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 May 2018 20:13
Pada perdagangan hari ini, Wall Street berpotensi dibuka menguat. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS.
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini (30/5/2018,) Wall Street berpotensi dibuka menguat. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan 174 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 15 dan 38 poin.

Wall Street bersiap dibuka menguat kala sejumlah risiko mengintai. Pertama, krisis politik di Italia masih berlanjut, pasca pemimpin Partai Lega, Matteo Slavini, menyuarakan keinginannya agar pemilu dadakan (snap election) diadakan secepat mungkin.

"Semakin cepat kita melakukan pemungutan suara, semakin baik sebab ini adalah cara terbaik untuk keluar dari kondisi dan kebingungan ini," kata Salvini kepada wartawan.

Sebelumnya, Partai Lega telah berkoalisi dengan M5S yang merupakan partai dengan kursi terbanyak di parlemen untuk membentuk pemerintahan. Namun, rencana ini kandas kala Presiden Sergio Mattarella menolak nominasi Paolo Savona sebagai menteri ekonomi. Mattarella menolak nominasi Savona karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa.

Sebelumnya sempat muncul kabar bahwa kedua partai tersebut akan mencoba lagi untuk membentuk pemerintahan dengan mengajukan nama menteri ekonomi yang baru. Namun, hal ini kemudian dibantah oleh Slavini.

Masih ingat di pikiran kita bagaimana keluarnya Inggris dari Uni Eropa memberikan tekanan yang begitu besar bagi pasar keuangan dunia. Kini, negara dengan perekonomian terbesar ke-3 di Zona Eropa berpotensi mengikuti jejak Inggris.

Kemudian, hubungan antara AS dan China dalam hal perdagangan kembali memanas. Walaupun sempat mengatakan bahwa bea masuk tak akan diberlakukan kala perundingan dengan China dilakukan, Gedung Putih pada akhirnya tetap bersikeras mengenakan bea masuk baru bagi senilai US$ 50 miliar produk ekspor asal China. Kebijakan ini dimaksudkan guna menghukum Negeri Panda karena sering mengambil paksa teknologi dari perusahaan-perusahaan asal AS yang berinvetasi disana.

Daftar produk-produk yang akan dikenakan bea masuk senilai 25% ini akan dirilis paling lambat pada 15 Juni. Tak hanya mengenakan bea masuk baru, pemerintahan AS juga akan membatasi investasi China pada sektor-sektor teknologi yang dinilai sensitif.

Kebijakan AS ini tentu semakin menyulitkan kedua negara untuk mencapai titik temu dalam hal perdagangan. Perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia bisa benar-benar terjadi nantinya.

Terakhir, pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal-I 2018 direvisi turun menjadi 2,2% QoQ (annualized) dari pembacaan awal yang sebesar 2,3%. Capaian tersebut juga lebih rendah dari konsensus yang sebesar 2,3%.

Hal ini membuktikan bahwa ekonomi AS sebenarnya belum terlalu panas. Akibatnya, investor bisa dipaksa untuk merealisasikan keuntungan yang sudah diraup di pasar saham.
(hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular