Nantikan Hasil Rapat BI, IHSG Terkoreksi 0,05%

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin & Monica Wareza, CNBC Indonesia
30 May 2018 12:25
Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham utama Kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,05% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 6.065,02. Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham utama Kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei melemah 1,57%%, indeks Kospi melemah 1,76%, indeks Strait Times melemah 1,98%, indeks Shanghai melemah 1,77%, dan indeks Hang Seng melemah 1,41%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,6 triliun dengan volume sebanyak 5,6 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 292.817 kali. Tujuh sektor saham mengalami pelemahan pada pedagangan pagi ini dipimpin oleh pelemahan sektor infrastruktur yang melemah 1,07%. Diikuti oleh sektor aneka industri yang koreksi 0,57% dan sektor industri dasar yang turun 0,42%.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,54%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,36%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-1,66%), PT Astra International Tbk/ASII (-0,7%), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-3,14%).

Perdagangan IHSG hari ini terjadi bak roller coaster. Pasca dibuka melemah 0,68%, IHSG sempat beberapa kali naik ke zona hijau, sebelum mengakhiri sesi pertama di teritori negatif.

Dari dalam negeri, pelaku pasar menantikan hasil dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) insidentil yang saat ini tengah digelar oleh Bank Indonesia (BI). Kalangan ekonom memproyeksikan bank sentral akan kembali mengerek suku bunga acuannya sebesar 25bps pada pertemuan kali ini.

Dari sisi eksternal, sentimen dapat dikatakan kurang mendukung bagi IHSG untuk melesat. Pertama, adanya krisis politik di Italia. Kini, masyarakat wilayah Italia dihadapkan pada pemilu dadakan (snap election) pasca Presiden Sergio Mattarella menolak nominasi Paolo Savona sebagai Menteri Ekonomi yang diajukan oleh M5S dan Lega party. Mattarella menolak nominasi Savona karena sempat mengancam akan membawa Italia keluar dari Uni Eropa. Akibatnya, pemerintahan pun menjadi tak bisa dibentuk.

Mattarella lalu menunjuk mantan pejabat International Monetary Fund (IMF) Carlo Cottarelli sebagai Perdana Menteri sementara. Ia ditugaskan untuk merencakan pemilu dan meloloskan anggaran negara.

Masih ingat di pikiran kita bagaimana keluarnya Inggris dari Uni Eropa memberikan tekanan yang begitu besar bagi pasar keuangan dunia. Kini, negara dengan perekonomian terbesar ke-3 di Zona Eropa berpotensi mengikuti jejak Inggris.

Kemudian, hubungan antara AS dan China dalam hal perdagangan yang kembali memanas juga ikut membebani bursa saham Asia. Walaupun sempat mengatakan bahwa bea masuk tak akan diberlakukan kala perundingan dengan China dilakukan, Gedung Putih pada akhirnya tetap bersikeras mengenakan bea masuk baru bagi senilai US$ 50 miliar produk ekspor asal China.

Kebijakan ini dimaksudkan guna menghukum Negeri Panda karena sering mengambil paksa teknologi dari perusahaan-perusahaan asal AS yang berinvetasi disana.

Daftar produk-produk yang akan dikenakan bea masuk senilai 25% ini akan dirilis paling lambat pada 15 Juni. Tak hanya mengenakan bea masuk baru, pemerintahan AS juga akan membatasi investasi China pada sektor-sektor teknologi yang dinilai sensitif.

Kebijakan AS ini tentu semakin menyulitkan kedua negara untuk mencapai titik temu dalam hal perdagangan. Perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia bisa benar-benar terjadi nantinya.
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular