Dolar AS di Bawah Rp 14.000, IHSG Melesat 1,55%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 May 2018 16:26
IHSG melesat 1,55% pada perdagangan hari ini ke level 6.068,33.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,55% pada perdagangan hari ini ke level 6.068,33. Penguatan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan regional yang juga diperdagangkan di zona hijau: Indeks Nikkei menguat 0,13%, indeks Hang Seng menguat 0,67%, indeks Strait Times menguat 0,24%, dan indeks Kospi menguat 0,74%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,4 triliun dengan volume sebanyak 9,5 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 424.59 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+5,36%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+4,17%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,65%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+7,52%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+2,12%).

Faktor domestik dan eksternal memang kondusif bagi IHSG untuk mengawali awal pekan dengan manis. Dari dalam negeri, rupiah menguat 0,92% terhadap dolar AS di pasar spot ke level Rp 13.985, didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut oleh Bank Indonesia (BI). Persepsi ini timbul pasca bank sentral mengumumkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) insidentil yang akan digelar pada 30 Mei.

"RDG ini merupakan RDG tambahan untuk rumusan kebijakan, sekaligus langkah untuk FOMC di Juni. We want to be ahead the curve," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, Senin (28/5/2018).

Pernyataan Perry ini memang seolah memberi sinyal bahwa bank sentral akan lebih dulu mengerek suku bunga acuan sebelum the Fed melakukannya pada Juni mendatang. Sebelumnya, BI sudah menaikkan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate pada 17 Mei lalu. Namun, kenaikan 25 basis poin menjadi 4,5% itu kurang manjur untuk meredam pelemahan rupiah.

Merespon penguatan rupiah, investor asing melakukan beli bersih senilai 512,3 miliar. Ketika rupiah menguat, memegang aset yang berbasis rupiah memang menjadi menarik, karena ada potensi keuntungan kurs yang bisa diraup oleh investor.

Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 201,09 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 161,94 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 139,73 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 118,17 miliar), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 102,85 miliar).

Dari sisi eksternal, kembali terbukanya kemungkinan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang di Singapura telah mendorong investor untuk terus berburu aset-aset berisiko seperti saham.

"Kami sedang melakukan pembicaraan yang produktif untuk mengadakan kembali pertemuan (dengan Korea Utara). Bila terwujud, maka kemungkinan masih diadakan di Singapura pada tanggal yang sama, 12 Juni, dan jika perlu diperpanjang melampaui tanggal tersebut," cuit Trump di akun Twitter @realDonaldTrump.

Sebelumnya pada hari Kamis waktu setempat (24/5/2018), Gedung Putih merilis surat resmi dari Presiden Trump yang ditujukkan bagi Kim Jong Un. Setelah memuji Kim Jong Un atas waktu, kesabaran, dan usaha yang sudah ditujukan dalam negosiasi baru-baru ini dan juga dalam perbincangan mengenai pertemuan antar kedua negara, Trump mengungkapkan bahwa saat ini bukan merupakan waktu yang tepat untuk bertemu.

"Sayangnya, berdasarkan kemarahan yang luar biasa dan permusuhan yang telah anda (Kim Jong Un) tunjukkan dalam dalam pernyataan terbaru anda, saya merasa bahwa tidak pantas untuk melakukan pertemuan yang sudah lama direncanakan pada saat ini," tulis Trump dalam suratnya.

AS pun diketahui telah mengirimkan delegasinya ke Korea Utara untuk mendiskusikan pertemuan bersejarah tersebut.

"Tim kami sudah tiiba di Korea Utara untuk mengatur pertemuan antara Kim Joung Un dan saya. Saya sungguh percaya bahwa Korea Utara punya potensi luar biasa dan akan menjadi bangsa dengan kekuatan ekonomi dan keuangan yang besar. Kim Jong Un sepakat dengan saya mengenai hal ini. Ini akan terjadi!" cuit Trump.

Kemudian, isu perang dagang antara AS dan China bisa dikesampingkan untuk sementara waktu. Pasalnya, pencabutan sanksi bagi raksasa teknologi asal China yakni ZTE sudah semakin nyata.

Mengutip Reuters, Presiden Trump bersedia menghapus sanksi bagi ZTE dengan sejumlah syarat. Dengan begitu, nantinya ZTE akan kembali bisa membeli komponen-komponen yang diperlukan dari perusahaan asal AS. Sebagai catatan, memang pencabutan sanksi bagi ZTE merupakan salah satu permintaan dari pihak China sebelum melakukan perbincangan lebih lanjut dalam hal perdagangan.

Jika pada akhirnya dua perekonomian terbesar di dunia itu bisa mencapai titik temu dalam hal perdagangan, tentunya perekonomian Indonesia bisa terbebas dari salah satu risiko yang ditakutkan oleh pelaku pasar, yaitu menurunnya ekspor ke AS dan China.
(hps) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular