
BI Tak Lagi Tertinggal, Rupiah Menguat Lawan Dolar Singapura
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
28 May 2018 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura bergerak menguat pada perdagangan pagi ini. Penguatan ini terjadi seiring dengan perkiraan Bank Indonesia (BI) akan memperketat moneter dalam waktu dekat.
Pada Jumat (24/5/2018) pukul 09:25 WIB, SG$ 1 di pasar spot dihargai Rp 10.484,47, atau menguat 0,33% dibandingkan dengan posisi penutupan akhir pekan lalu.
Penguatan rupiah mendorong harga jual dolar Singapura di beberapa bank nasional semakin menjauhi posisi Rp 10.700/SG$. Berikut data perdagangan dolar Singapura hingga pukul 09:20 WIB:
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berencana menggelar rapat dewan gubernur (RDG) tanbahan yang diprediksi menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Langkah ini menyesuaikan kondisi global di mana The Federal Reserve (The Fed) diprediksi menaikkan suku bunga acuannya Juni mendatang. CME Fed Watch Tool memproyeksi terjadi kenaikan sebesar 25 basis poin ke rentang 1,75%-2% dengan tingkat keyakinan mencapai 91,3%.
Guna mencegah aliran modal asing keluar dari Indonesia, mau tidak mau BI harus menerapkan kebijakan lebih agresif agar investor asing menahan dananya di Indonesia. Jika aliran modal asing keluar, pelemahan rupiah akan berlangsung kian dalam.
Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin ke 4,5%. Namun kenaikan tersebut terlihat kurang manjur menahan pelemahan rupiah yang sempat menembus angka Rp 14.200/US$.
Untuk itu BI diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin lagi guna menciptakan tingkat return yang lebih menarik sehingga investor asing tetap tertarik berinvestasi.
Di sisi lain, kebijakan ini juga mendorong Indonesia di atas kertas lebih agresif (ahead of the curve) dibandingkan Singapura. Sebelumnya Negeri Singa ini telah mengetatkan kebijakan moneternya lebih dahulu dari Indonesia.
Terlebih, belum ada sinyal Monetary Authority of Singapore (MAS) akan kembali mengetatkan kebijakan moneternya. Padahal merujuk data inflasi April 2018 yang mencapai 1,3% atau lebih tinggi dari target yang ditetapkan pada rentang 0-1%, MAS seharusnya kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter untuk mencegah inflasi tinggi (overheating) dalam ekonominya.
Dengan kondisi pasar yang memperkirakan BI menerapkan kebijakan yang lebih ketat (hawkish) terlebih dahulu dibandingkan Singapura menjadi sentimen positif bagi penguatan rupiah di hadapan dolar Singapura pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/wed) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Pada Jumat (24/5/2018) pukul 09:25 WIB, SG$ 1 di pasar spot dihargai Rp 10.484,47, atau menguat 0,33% dibandingkan dengan posisi penutupan akhir pekan lalu.
![]() |
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank Mandiri | Rp 10.305,00 | Rp 10,610,00 |
Bank BNI | Rp 10.378,00 | Rp 10.658,00 |
Bank BRI | Rp 10.495,16 | Rp 10.625,19 |
Bank BTN | Rp 10.385,00 | Rp 10.701,00 |
Bank BCA | Rp 10.405,00 | Rp 10.637,00 |
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berencana menggelar rapat dewan gubernur (RDG) tanbahan yang diprediksi menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Guna mencegah aliran modal asing keluar dari Indonesia, mau tidak mau BI harus menerapkan kebijakan lebih agresif agar investor asing menahan dananya di Indonesia. Jika aliran modal asing keluar, pelemahan rupiah akan berlangsung kian dalam.
Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin ke 4,5%. Namun kenaikan tersebut terlihat kurang manjur menahan pelemahan rupiah yang sempat menembus angka Rp 14.200/US$.
Untuk itu BI diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin lagi guna menciptakan tingkat return yang lebih menarik sehingga investor asing tetap tertarik berinvestasi.
Di sisi lain, kebijakan ini juga mendorong Indonesia di atas kertas lebih agresif (ahead of the curve) dibandingkan Singapura. Sebelumnya Negeri Singa ini telah mengetatkan kebijakan moneternya lebih dahulu dari Indonesia.
Terlebih, belum ada sinyal Monetary Authority of Singapore (MAS) akan kembali mengetatkan kebijakan moneternya. Padahal merujuk data inflasi April 2018 yang mencapai 1,3% atau lebih tinggi dari target yang ditetapkan pada rentang 0-1%, MAS seharusnya kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter untuk mencegah inflasi tinggi (overheating) dalam ekonominya.
Dengan kondisi pasar yang memperkirakan BI menerapkan kebijakan yang lebih ketat (hawkish) terlebih dahulu dibandingkan Singapura menjadi sentimen positif bagi penguatan rupiah di hadapan dolar Singapura pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/wed) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Most Popular