Menguat 0,51%, Rupiah Jadi yang Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 May 2018 17:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan hari ini. Depresiasi dolar AS dan euforia pelantikan Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) menjadi faktor penguat rupiah.
Pada Jumat (24/5/2018), US$ 1 ditutup di Rp 14.130. Rupiah menguat 0,51% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka di Rp 14.175/US$. Pada awal-awal perdagangan, rupiah sempat melemah sampai ke Rp 14.210/US$. Namun jelang siang, rupiah terus menguat dan semakin jauh meninggalkan kisaran Rp 14.200/US$.
Penguatan rupiah mulai kencang pada sekitar pukul 10:55 WIB. Saat itu adalah momentum setelah Perry dilantik sebagai Gubernur BI.
Mata uang Asia juga berjalan seiring dengan rupiah, yaitu menguat. Namun dengan apresiasi 0,51%, untuk saat ini rupiah jadi mata uang Asia dengan kinerja terbaik. Ini dengan catatan, pasar di sejumlah negara masih buka sehingga ada kemungkinan perubahan angka.
* Pasar masih dibuka
Dari eksternal, dolar AS berbalik melemah setelah tadi pagi menguat. Ini terlihat dari Dollar Index, yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama, turun hingga 0,24% sore ini.
Dolar AS melemah akibat perkembangan di bidang perdagangan. Washington mempertimbangkan pengenaan bea masuk baru. Kali ini dikenakan untuk produk otomotif.
"Saya akan bawa BI untuk secara penuh menjalankan mandat menjaga stabilitas perekonomian. Secara khusus, stabilitas ini dengan menjaga inflasi dan nilai tukar. Saya akan tetap mendukung upaya pertumbuhan, saya adalah pro stability dan pro growth," jelas Perry.
Kini pasar menantikan gebrakan baru Perry, terutama dalam mengawal pergerakan rupiah. Investor juga menunggu bagaimana arah kebijakan moneter BI ke depan di bawah komando Perry.
Pasar juga menantikan apakah BI akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan depan. Sebelumnya, Agus DW Martowardojo menegaskan BI tidak akan ragu kembali menyesuaikan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate jika data-data yang ada mengharuskan untuk itu.
Sejauh ini, dampak kenaikan suku bunga acuan pekan lalu masih minim (jika tidak mau dibilang tidak ada). Arus modal asing masih terus keluar (kecuali dalam dua hari terakhir), sesuatu yang harusnya bisa dihindari dengan kenaikan suku bunga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Jumat (24/5/2018), US$ 1 ditutup di Rp 14.130. Rupiah menguat 0,51% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka di Rp 14.175/US$. Pada awal-awal perdagangan, rupiah sempat melemah sampai ke Rp 14.210/US$. Namun jelang siang, rupiah terus menguat dan semakin jauh meninggalkan kisaran Rp 14.200/US$.
![]() |
Mata uang Asia juga berjalan seiring dengan rupiah, yaitu menguat. Namun dengan apresiasi 0,51%, untuk saat ini rupiah jadi mata uang Asia dengan kinerja terbaik. Ini dengan catatan, pasar di sejumlah negara masih buka sehingga ada kemungkinan perubahan angka.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang* | 109,74 | +0,30 |
Yuan China | 6,38 | +0,09 |
Won Korsel* | 1.076,84 | -0,05 |
Dolar Taiwan* | 29,94 | +0,09 |
Rupee India* | 68,35 | +0,01 |
Dolar Singapura* | 1,34 | +0,13 |
Ringgit Malaysia | 3,98 | +0,03 |
Peso Filipina | 52,51 | -0,11 |
Baht Thailand | 32,03 | +0,19 |
Dari eksternal, dolar AS berbalik melemah setelah tadi pagi menguat. Ini terlihat dari Dollar Index, yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama, turun hingga 0,24% sore ini.
Dolar AS melemah akibat perkembangan di bidang perdagangan. Washington mempertimbangkan pengenaan bea masuk baru. Kali ini dikenakan untuk produk otomotif.
"Sudah cukup bukti yang menyebutkan bahwa selama puluhan tahun produk impor telah merusak industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan investigasi secara menyeluruh, adil, dan transparan," tegas Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, seperti dikutip dari Reuters.
Rencana AS ini membuka kembali lembaran perang dagang dalam skala global. Ketika produk otomotif dikenakan bea masuk baru, maka akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan otomotif Jepang atau Korea Selatan. Akibatnya, perang dagang kini tidak lagi melibatkan AS dan China, tetapi sudah meluas.
Perang dagang yang kembali mengemuka merupakan risiko besar di pasar keuangan. Oleh karena itu, investor kemudian 'menghukum' dolar AS dengan melepas mata uang tersebut.
"Dampak dari kebijakan proteksionistik AS di pasar valas memang agak samar. Namun kami mencatat ada aksi spekulasi yang cenderung negatif terhadap dolar AS ketika ada kebijakan seperti itu," sebut Viraj Patel, Analis Valas di ING, dikutip dari Reuters.
Sementara dari dalam negeri, sepertinya pelaku pasar hanyut dalam euforia disahkannya Perry sebagai BI-1. Dalam pernyataannya, Perry menyebut akan mencoba menyeimbangkan antara stabilitas dan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.Rencana AS ini membuka kembali lembaran perang dagang dalam skala global. Ketika produk otomotif dikenakan bea masuk baru, maka akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan otomotif Jepang atau Korea Selatan. Akibatnya, perang dagang kini tidak lagi melibatkan AS dan China, tetapi sudah meluas.
Perang dagang yang kembali mengemuka merupakan risiko besar di pasar keuangan. Oleh karena itu, investor kemudian 'menghukum' dolar AS dengan melepas mata uang tersebut.
"Dampak dari kebijakan proteksionistik AS di pasar valas memang agak samar. Namun kami mencatat ada aksi spekulasi yang cenderung negatif terhadap dolar AS ketika ada kebijakan seperti itu," sebut Viraj Patel, Analis Valas di ING, dikutip dari Reuters.
"Saya akan bawa BI untuk secara penuh menjalankan mandat menjaga stabilitas perekonomian. Secara khusus, stabilitas ini dengan menjaga inflasi dan nilai tukar. Saya akan tetap mendukung upaya pertumbuhan, saya adalah pro stability dan pro growth," jelas Perry.
Kini pasar menantikan gebrakan baru Perry, terutama dalam mengawal pergerakan rupiah. Investor juga menunggu bagaimana arah kebijakan moneter BI ke depan di bawah komando Perry.
Pasar juga menantikan apakah BI akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan depan. Sebelumnya, Agus DW Martowardojo menegaskan BI tidak akan ragu kembali menyesuaikan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate jika data-data yang ada mengharuskan untuk itu.
Sejauh ini, dampak kenaikan suku bunga acuan pekan lalu masih minim (jika tidak mau dibilang tidak ada). Arus modal asing masih terus keluar (kecuali dalam dua hari terakhir), sesuatu yang harusnya bisa dihindari dengan kenaikan suku bunga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular