
Isu Perang Dagang Panas Lagi, Wall Street akan Dibuka Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 May 2018 17:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini (23/5/2018,) Wall Street berpotensi dibuka melemah. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama Amerika Serikat yang tercatat di Wall Street.
Kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan 173 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 16 dan 60 poin.
Isu perang dagang menjadi fokus utama investor pada perdagangan hari ini. Setelah hubungan AS dan China dalam hal perdagangan sempat menunjukkan perkembangan positif dalam beberapa hari terakhir, kini investor meragukan hal tersebut.
Hal ini dipicu oleh komentar Presiden AS Donald Trump yang menyatakan kurang puas dengan perkembangan negosiasi antar kedua negara.
"Tidak, tidak terlalu," ujar Trump menjawab pertanyaan wartawan mengenai apakah dirinya puas terhadap perkembangan negosiasi perdagangan dengan Beijing.
Namun, mantan pengusaha properti tersebut menambahkan bahwa pembicaraan dengan China baru tahap awal sehingga masih ada peluang perbaikan ke depan.
Tetap saja, komentar Trump dianggap sudah merefleksikan bahwa negosiasi antar kedua pihak sejatinya tak berjalan mulus. Ada banyak ketidaksepahaman antar kedua negara yang bisa berujung pada pemberlakuan kembali bea masuk yang sebelumnya sudah ditangguhkan.
Tak hanya China, Jepang, Rusia, hingga Turki kini berpotensi meluncurkan serangan balasan ke AS. Kemarin (22/5/2018), World Trade Organization (WTO) mengumumkan bahwa Jepang, Rusia, dan Turki telah memberitahu AS mengenai potensi penerapan bea masuk bagi produk ekspor asal AS sebagai balasan pengenaan bea masuk atas baja dan aluminium yang terlebih dahulu diberlakukan Negeri Paman Sam.
Secra total, akan ada tambahan bea masuk senilai US$ 3,5 miliar setiap tahunnya yang harus dibayar oleh eksportir asal AS jika aksi balas dendam ini jadi dilakukan.
Di sisi lain, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acaun yang lebih agresif oleh the Federal Reserve nampak belum mencuat lagi. Saat ini, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun berada di level 3,01%, lebih rendah dibandingkan posisi kemarin (22/5/2018) di level 3,065%.
Namun, sejumlah data-data ekonomi yang dirilis hari ini berpotensi kembali memantik persepsi atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali. Jika ini yang terjadi, koreksi Wall Street bisa menjadi semakin dalam. Beberapa data ekonomi yang dimaksud diantaranya: indeks PMI sektor manufaktur periode Mei (pembacaan awal), indeks PMI sektor jasa bulan Mei (pembacaan awal), dan penjualan rumah baru periode April.
(hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan 173 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 16 dan 60 poin.
Isu perang dagang menjadi fokus utama investor pada perdagangan hari ini. Setelah hubungan AS dan China dalam hal perdagangan sempat menunjukkan perkembangan positif dalam beberapa hari terakhir, kini investor meragukan hal tersebut.
"Tidak, tidak terlalu," ujar Trump menjawab pertanyaan wartawan mengenai apakah dirinya puas terhadap perkembangan negosiasi perdagangan dengan Beijing.
Namun, mantan pengusaha properti tersebut menambahkan bahwa pembicaraan dengan China baru tahap awal sehingga masih ada peluang perbaikan ke depan.
Tetap saja, komentar Trump dianggap sudah merefleksikan bahwa negosiasi antar kedua pihak sejatinya tak berjalan mulus. Ada banyak ketidaksepahaman antar kedua negara yang bisa berujung pada pemberlakuan kembali bea masuk yang sebelumnya sudah ditangguhkan.
Tak hanya China, Jepang, Rusia, hingga Turki kini berpotensi meluncurkan serangan balasan ke AS. Kemarin (22/5/2018), World Trade Organization (WTO) mengumumkan bahwa Jepang, Rusia, dan Turki telah memberitahu AS mengenai potensi penerapan bea masuk bagi produk ekspor asal AS sebagai balasan pengenaan bea masuk atas baja dan aluminium yang terlebih dahulu diberlakukan Negeri Paman Sam.
Secra total, akan ada tambahan bea masuk senilai US$ 3,5 miliar setiap tahunnya yang harus dibayar oleh eksportir asal AS jika aksi balas dendam ini jadi dilakukan.
Di sisi lain, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acaun yang lebih agresif oleh the Federal Reserve nampak belum mencuat lagi. Saat ini, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun berada di level 3,01%, lebih rendah dibandingkan posisi kemarin (22/5/2018) di level 3,065%.
Namun, sejumlah data-data ekonomi yang dirilis hari ini berpotensi kembali memantik persepsi atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali. Jika ini yang terjadi, koreksi Wall Street bisa menjadi semakin dalam. Beberapa data ekonomi yang dimaksud diantaranya: indeks PMI sektor manufaktur periode Mei (pembacaan awal), indeks PMI sektor jasa bulan Mei (pembacaan awal), dan penjualan rumah baru periode April.
(hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular