Asing Bawa Kabur Rp 354 M, Penguatan IHSG Tertahan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 May 2018 16:27
IHSG menguat 0,3% pada perdagangan hari ini ke level 5.751,12, setelah sempat mencapai titik tertingginya di level 5.813,43.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,3% pada perdagangan hari ini ke level 5.751,12. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham kawasan regional diperdagangkan bervariasi: indeks Shanghai naik 0,02%, indeks Kospi naik 0,2%, indeks Nikkei turun 0,18%, indeks Strait Times turun 0,25%, indeks SET (Thailand) turun 0,57%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,44%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,3 triliun dengan volume sebanyak 11,6 miliar saham. Frekuensi perdagangan mencapai 404.904 kali.

IHSG sempat mencapai titik tertingginya di level 5.813,43 (+1,39% dibandingkan penutupan kemarin), sebelum kemudian berangsur-angsur turun. Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG hari ini diantaranya: PT Astra International Tbk/ASII (+6,51%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,62%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,46%), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (+3%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+1,91%).

Aksi jual investor asing yang terus bertambah deras merupakan faktor utama yang membuat IHSG harus merelakan sebagian besar penguatan yang sudah diraih. Pada perdagangan hari ini, investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp 354 miliar.

Saham-saham perbankan, utamanya yang masuk dalam kategori buku IV, menjadi yang paling banyak dilepas oleh investor asing. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas senilai Rp 186,4 miliar, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilepas senilai 66,8 miliar, dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilepas Rp 55,1 miliar.

Aksi jual atas saham-saham bank BUKU IV didorong oleh lemahnya posisi rupiah. Walaupun bisa menguat 0,33% pada hari ini ke level Rp 14.133/dolar AS, posisi rupiah memang terbilang masih lemah. Apalagi, potensi pelemahan kedepannya masih ada.

Posisi rupiah yang lemah telah memantik ketakutan bahwa rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) akan menanjak naik seperti pada tahun 2015 silam. Jika hal ini yang terjadi, tentulah profitabilitas bank menjadi taruhannya.

Lebih lanjut, pelemahan rupiah selama dua hari berturut-turut selepas Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan sebesar 25bps pada Kamis lalu (17/5/2018) telah menimbulkan persepsi bahwa bank sentral akan kembali mengerek suku bunga acuannya.

Walaupun kenaikan sebesar 25bps kemarin diklaim tak akan berpengaruh kepada suku bunga kredit, kenaikan sebesar 25bps lagi akan sangat mungkin ikut mengerek suku bunga kredit naik.

Masalahnya, penyaluran kredit saat ini terbilang sudah lesu. Dalam kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah seperti kemarin saja, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit perbankan hanya mencapai 8,5% YoY per akhir Maret 2018, lebih rendah dibandingkan posisi Maret 2017 sebesar 9,2% YoY. Realisasi tersebut juga jauh di bawah target BI untuk tahun ini yang berada di kisaran dua digit.

Jika suku bunga kredit dinaikkan, tentu konsumen dan pelaku usaha akan berpikir dua kali sebelum menarik kredit. Akibatnya, lagi-lagi profitabilitas bank menjadi taruhannya. Hal ini pada akhirnya membuat saham-saham perbankan tak menarik di mata investor asing.

Dari sisi eksternal, kondisi terbilang kondusif bagi IHSG untuk membukukan penguatan. Sekitar setengah jam yang lalu, AS dan China dikabarkan sedang mendekati kesepakatan untuk mencabut sanksi bagi ZTE, seperti dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, ZTE dilarang membeli komponen dari perusahaan asal AS selama 7 tahun lamanya, dikarenakan perusahaan secara ilegal mengirimkan produknya ke Iran dan Korea Utara.

Menurut dua sumber yang mengetahui hal tersebut, kesepakatan yang dimaksud bisa berisi penghapusan bea masuk produk-produk agrikultur asal AS, serta peningkatan volume pembelian.

Sebelumnya pada hari Sabtu (19/5/2018), AS dan China mengeluarkan pernyataan gabungan yang isinya menyatakan bahwa China akan secara signifikan meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS.

Barang-barang yang akan digenjot pengirimannya ke China adalah yang berasal dari sektor agrikultur dan energi. Lantas, kabar penghapusan sanksi bagi ZTE ini semakin membuktikan keseriusan antara AS dan China untuk menyelesaikan konflik di bidang perdagangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ank/ank) Next Article Waduh! Investor Asing Kabur dari 10 Emiten Kala IHSG Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular