Menguat 0,14%, Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 May 2018 08:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan hari ini. Berbagai sentimen positif dari luar mampu membantu rupiah untuk bangkit dari teritori negatif.
Pada perdagangan Selasa (22/5/2018), US$ 1 di pasar spot kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.150. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, penguatan rupiah mulai menipis. Pada pukul 08:12 WIB, rupiah diperdagangkan di Rp 14.160/US$, penguatannya tinggal 0,14%.
Sementara mata uang regional bergerak variatif tetapi cenderung melemah. Dengan penguatan 0,14%, rupiah menjadi mata uang berkinerja terbaik kedua untuk saat ini di bawah ringgit Malaysia yang mencatat apresiasi hingga 0,25%.
Berikut pergerakan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap greenback:
Rupiah sepertinya mampu memanfaatkan momentum pelemahan dolar AS secara global. Dollar Index, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama, pagi ini masih melemah 0,16%.
Kekhawatiran pelaku pasar terhadap perang dagang AS vs China mereda setelah kedua raksasa ekonomi ini sepakat untuk 'gencatan senjata'. Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin menyebut bahwa perang dagang dengan China kini sedang ditangguhkan. Kedua negara disebutnya telah setuju untuk tidak menerapkan ancaman pengenaan bea masuk sementara keduanya membicarakan kesepakatan perdagangan yang lebih luas.
"Kami menahan diri untuk tidak melakukan perang dagang. Saat ini, kami sepakat untuk tidak lagi saling menaikkan tarif selagi pembahasan kerangka kerja yang lebih substansial," ungkap Mnuchin akhir pekan lalu, seperti dikutip dari Reuters.
Presiden AS Donald Trump juga menyambut baik itikad China yang ingin meningkatkan pembelian produk-produk Negeri Adidaya. Eks taipan properti tersebut mengatakan langkah China akan membantu rakyat AS.
"China sepakat untuk membeli tambahan produk pertanian dalam jumlah besar. Ini akan menjadi hal terbaik yang terjadi dalam kehidupan para petani kami!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Beijing pun sudah tidak lagi panas. Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menyatakan kesepakatan kedua negara merupakan solusi yang terbaik.
"China tidak pernah mengharapkan peningkatan tensi dengan AS, baik dalam perdagangan atau bidang lainnya," sebut Lu.
Seiring kekhawatiran perang dagang yang semakin sirna, investor pun mulai kembali berani bermain dengan aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Risk appetite yang mulai muncul juga membuat investor berpaling dari dolar AS.
Jika minat investor terhadap aset-aset di negara berkembang kembali pulih, maka dolar AS akan semakin ditinggalkan sehingga nilainya terdepresiasi. Rupiah sepertinya mampu memanfaatkan peluang ini untuk kembali menguat.
Selain itu, perhatian investor sepertinya juga kembali ke obligasi negara AS. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Adidaya untuk tenor 10 tahun yang sudah di atas 3% membuat instrumen ini menjadi menarik.
Aliran modal pun mulai masuk, terlihat dari penurunan yield dari 3,065% kemarin menjadi 3,054% hari ini. Dolar semakin tertekan karena minat investor sedang berkurang.
Namun, dolar AS masih menyimpan potensi penguatan karena pekan ini The Federal Reserve/The Fed akan merilis ikhtisar rapat (minutes of meeting) edisi April 2018. Jika dalam rapat tersebut ada petunjuk pengetatan moneter yang lebih agresif, maka dolar AS akan kembali garang. Pelaku pasar perlu mewaspadai dinamika ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada perdagangan Selasa (22/5/2018), US$ 1 di pasar spot kala pembukaan pasar dibanderol Rp 14.150. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, penguatan rupiah mulai menipis. Pada pukul 08:12 WIB, rupiah diperdagangkan di Rp 14.160/US$, penguatannya tinggal 0,14%.
Berikut pergerakan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap greenback:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,98 | +0,05 |
Yuan China | 6,38 | -0,07 |
Won Korsel | 1.077,08 | -0,05 |
Dolar Taiwan | 29,93 | -0,17 |
Rupee India | 68,11 | -0,18 |
Dolar Singapura | 1,34 | +0,01 |
Ringgit Malaysia | 3,97 | +0,25 |
Peso Filipina | 52,34 | -0,08 |
Baht Thailand | 32,10 | +0,12 |
Rupiah sepertinya mampu memanfaatkan momentum pelemahan dolar AS secara global. Dollar Index, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang utama, pagi ini masih melemah 0,16%.
Kekhawatiran pelaku pasar terhadap perang dagang AS vs China mereda setelah kedua raksasa ekonomi ini sepakat untuk 'gencatan senjata'. Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin menyebut bahwa perang dagang dengan China kini sedang ditangguhkan. Kedua negara disebutnya telah setuju untuk tidak menerapkan ancaman pengenaan bea masuk sementara keduanya membicarakan kesepakatan perdagangan yang lebih luas.
"Kami menahan diri untuk tidak melakukan perang dagang. Saat ini, kami sepakat untuk tidak lagi saling menaikkan tarif selagi pembahasan kerangka kerja yang lebih substansial," ungkap Mnuchin akhir pekan lalu, seperti dikutip dari Reuters.
Presiden AS Donald Trump juga menyambut baik itikad China yang ingin meningkatkan pembelian produk-produk Negeri Adidaya. Eks taipan properti tersebut mengatakan langkah China akan membantu rakyat AS.
"China sepakat untuk membeli tambahan produk pertanian dalam jumlah besar. Ini akan menjadi hal terbaik yang terjadi dalam kehidupan para petani kami!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Beijing pun sudah tidak lagi panas. Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menyatakan kesepakatan kedua negara merupakan solusi yang terbaik.
"China tidak pernah mengharapkan peningkatan tensi dengan AS, baik dalam perdagangan atau bidang lainnya," sebut Lu.
Seiring kekhawatiran perang dagang yang semakin sirna, investor pun mulai kembali berani bermain dengan aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Risk appetite yang mulai muncul juga membuat investor berpaling dari dolar AS.
Jika minat investor terhadap aset-aset di negara berkembang kembali pulih, maka dolar AS akan semakin ditinggalkan sehingga nilainya terdepresiasi. Rupiah sepertinya mampu memanfaatkan peluang ini untuk kembali menguat.
Selain itu, perhatian investor sepertinya juga kembali ke obligasi negara AS. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Adidaya untuk tenor 10 tahun yang sudah di atas 3% membuat instrumen ini menjadi menarik.
Aliran modal pun mulai masuk, terlihat dari penurunan yield dari 3,065% kemarin menjadi 3,054% hari ini. Dolar semakin tertekan karena minat investor sedang berkurang.
Namun, dolar AS masih menyimpan potensi penguatan karena pekan ini The Federal Reserve/The Fed akan merilis ikhtisar rapat (minutes of meeting) edisi April 2018. Jika dalam rapat tersebut ada petunjuk pengetatan moneter yang lebih agresif, maka dolar AS akan kembali garang. Pelaku pasar perlu mewaspadai dinamika ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular