Yield Obligasi Melandai, Wall Street Akan Dibuka Menguat

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 May 2018 17:29
Pada perdagangan hari ini, Wall Street berpotensi dibuka menguat. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS.
Foto: REUTERS/Lucas Jackson
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini (18/5/2018,) Wall Street berpotensi dibuka menguat. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan 73 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 5 dan 15 poin.

Melandainya imbal hasil (yield) obligasi telah membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar saham. Sampai dengan berita ini diturunkan, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun tercatat di level 3,1021%, lebih rendah dibandingkan posisi kemarin (17/5/2018) yang sebesar 3,109%.

Namun, beberapa resiko sejatinya masih menghantui laju Wall Street. Pertama, perkembangan negosiasi perdagangan AS-China yang sepertinya tidak akan membuahkan hasil yang manis, sama dengan yang kita lihat pada pertemuan awal Mei silam.

"Apakah ini (pembicaraan dagang dengan China) akan sukses? Saya cenderung ragu. Alasannya adalah China sudah terlalu manja karena mereka selalu mendapatkan 100% keinginannya. Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi lagi," tegas Trump, seperti dikutip dari Reuters.

AS meminta China mengurangi surplus perdagangan mereka sebesar US$ 200 miliar, penghapusan kewajiban kerjasama dengan mitra lokal untuk investasi teknologi AS di China, dan penghapusan subsidi bagi industri di China. Sementara itu, China meminta AS mencabut sanksi bagi ZTE, yang dilarang menjual produknya di Negeri Paman Sam selama 7 tahun.

"Sekarang begini. Kami akan baik-baik saja dengan China. Semoga China bahagia, dan sepertinya kami juga bahagia," ujar Trump dalam sebuah kalimat seolah menyindir.

Alotnya negosiasi ini membuat investor khawatir. Jika dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut tak berhasil menemukan titik temu, perang dagang bisa benar-benar terjadi dan menghambat laju perekonomian dunia. Hal ini tentu mengurangi daya tarik dari instrumen saham.

Kedua, perkembangan kebijakan dagang dari Jepang. Negeri Sakura tengah mempertimbangkan pengenaan tarif bagi senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) barang-barang ekspor asal AS sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan oleh AS, papar media lokal NHK pada hari Kamis (17/5/2018), seperti dikutip dari Reuters.

Sebagai catatan, Jepang merupakan satu-satunya sekutu besar AS yang tidak menerima pengecualian dari keputusan tarif Trump. Hal itu mengejutkan banyak pengambil kebijakan karena Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki relasi yang kuat dengan Trump.

Pada hari ini, rilis sejumlah data ekonomi bisa menentukan arah pergerakan Wall Street, seperti indeks manufaktur periode Mei dan penjualan rumah baru periode April. Jika data-data ini bisa mengalahkan konsensus, maka Wall Street bisa berbalik ke zona merah. Pasalnya, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini akan kembali menyeruak.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular