BI Naikkan Suku Bunga, Rupiah Justru Melemah Terparah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 May 2018 08:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat. Namun seiring perjalanan, rupiah cenderung melemah. Dampak kenaikan suku bunga acuan pun dipertanyakan.
Pada Jumat (18/5/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot dihargai Rp 14.040. Rupiah menguat 0,05% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, rupiah justru melemah. Pada pukul 08:42 WIB, rupiah melemah 0,38% ke Rp 14.100/US$.
Kemarin, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%. Kenaikan ini sudah diantisipasi oleh pasar, sehingga dampaknya justru menjadi minimal.
Rupiah memang sempat menguat merespons langkah BI tersebut. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena sentimen global sepertinya lebih dominan.
Sentimen global tersebut adalah penguatan dolar AS yang masih berlanjut. Investor masih memburu greenback di tengah data perekonomian Negeri Paman Sam yang terus positif.
Teranyar, The Federal Reserve/The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis dari 23,2 pada April menjadi 34,4 pada Mei. Jauh di atas proyeksi yang hanya 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu mendorong The Fed untuk turun tangan agar tidak terjadi overheating. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Setiap kabar mengenai kenaikan suku bunga (apalagi secara agresif) akan menjadi landasan bagi dolar AS untuk terapresiasi. Penguatan greenback bisa membuat rupiah melemah.
Apalagi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS masih tinggi. Saat ini, yield obligasi negara AS tenor 10 tahun berada di 3,1241%. Naik dibandingkan posisi kemarin yaitu 3,1090%.
Suatu saat, investor akan melihat yield AS yang semakin tinggi ini menjadi menarik. Obligasi AS menjadi instrumen yang seksi karena menawarkan keuntungan lebih. Ketika ini terjadi, maka aliran dana akan tersedot ke AS sehingga tidak banyak yang tersisa bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah pun rentan untuk kembali melemah.
Dengan pelemahan 0,38%, rupiah menjadi mata uang paling depresiatif di Asia. Berikut perkembang nilai tukar sejumlah mata uang regional terhadap dolar AS:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Pada Jumat (18/5/2018), US$ 1 pada pembukaan pasar spot dihargai Rp 14.040. Rupiah menguat 0,05% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan, rupiah justru melemah. Pada pukul 08:42 WIB, rupiah melemah 0,38% ke Rp 14.100/US$.
Rupiah memang sempat menguat merespons langkah BI tersebut. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena sentimen global sepertinya lebih dominan.
Sentimen global tersebut adalah penguatan dolar AS yang masih berlanjut. Investor masih memburu greenback di tengah data perekonomian Negeri Paman Sam yang terus positif.
Teranyar, The Federal Reserve/The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur meningkat drastis dari 23,2 pada April menjadi 34,4 pada Mei. Jauh di atas proyeksi yang hanya 21. Peningkatan indeks ini didorong oleh peningkatan pemesanan, pengiriman, dan tambahan penyerapan tenaga kerja.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu mendorong The Fed untuk turun tangan agar tidak terjadi overheating. Dikhawatirkan The Fed bisa menaikkan suku bunga sampai empat kali pada 2018, lebih dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Setiap kabar mengenai kenaikan suku bunga (apalagi secara agresif) akan menjadi landasan bagi dolar AS untuk terapresiasi. Penguatan greenback bisa membuat rupiah melemah.
Apalagi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS masih tinggi. Saat ini, yield obligasi negara AS tenor 10 tahun berada di 3,1241%. Naik dibandingkan posisi kemarin yaitu 3,1090%.
Suatu saat, investor akan melihat yield AS yang semakin tinggi ini menjadi menarik. Obligasi AS menjadi instrumen yang seksi karena menawarkan keuntungan lebih. Ketika ini terjadi, maka aliran dana akan tersedot ke AS sehingga tidak banyak yang tersisa bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah pun rentan untuk kembali melemah.
Dengan pelemahan 0,38%, rupiah menjadi mata uang paling depresiatif di Asia. Berikut perkembang nilai tukar sejumlah mata uang regional terhadap dolar AS:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 110,96 | -0,18 |
Yuan China | 6,37 | -0,09 |
Won Korsel | 1.081,00 | +0,07 |
Dolar Taiwan | 29,92 | +0,02 |
Rupee India | 67,76 | +0,01 |
Dolar Singapura | 1,34 | -0,04 |
Ringgit Malaysia | 3,97 | -0,18 |
Peso Filipina | 52,30 | -0,10 |
Baht Thailand | 32,12 | -0,09 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular