Morgan Stanley: Valuasi Rupiah Sudah Menarik

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2018 11:22
Lembaga keuangan asal AS Morgan Stanley memperkirakan mata uang dolar AS melemah dalam beberapa waktu ke depan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS) Morgan Stanley memperkirakan mata uang dolar AS melemah dalam beberapa waktu ke depan. Namun, rupiah diperkirakan masih mengalami tekanan. 

Mengutip riset Morgan Stanley, Selasa (15/5/2018), dolar AS diperkirakan segera memasuki masa hibernasi. Sebab, pasokan likuiditas dolar AS akan membanjir. 

"Defisit ganda (twin deficit) AS semakin membesar, yang harus dibiayai melalui lebih banyak penerbitan aset berbasis dolar AS. Oleh karena itu, penguatan dolar AS ke depan sepertinya akan sulit," sebut riset itu. 

Badan Anggaran Kongres AS (Congressional Budget Office/CBO) memperkirakan defisit anggaran AS pada semester I-2018 mencapai US$ 598 miliar (Rp 8.372 triliun). Naik 13,04% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

CBO juga memperkirakan defisit anggaran AS melampaui US$ 1 triliun (Rp 14.000 triliun) pada 2020. Lebih awal dua tahun dibandingkan perkiraan awal. 

Sementara transaksi berjalan (current account) AS mencatat defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2017. Defisit transaksi berjalan diperkirakan melebar seiring perbaikan ekonomi Negeri Paman Sam. 

Morgan Stanley juga menilai reli dolar AS sudah berlangsung cukup lama sehingga potensi koreksinya cukup besar. Oleh karena itu, kemungkinan apresiasi greenback akan tertahan. 

Untuk menjaga agar depresasi tidak terlalu dalam, AS perlu memberi insentif kepada modal asing melalui suku bunga yang lebih tinggi, atau dengan memperlemah dolar AS yang bisa meningkatkan kinerja ekspor untuk meningkatkan penerimaan devisa. Sepertinya AS akan memilih opsi kedua, karena kenaikan suku bunga yang agresif bisa kontra produktif terhadap pemulihan ekonomi. 

Namun, Morgan Stanley memperkirakan rupiah sulit memanfaatkan situasi pelemahan dolar AS. Rata-rata nilai tukar dolar AS pada kuartal III-2018 diperkirakan berada di Rp 13.800, melemah dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu Rp 13.250. Kemudian pada kuartal IV-2018, rata-rata dolar AS diperkirakan Rp 13.500 sementara perkiraan sebelumnya adalah Rp 13.400. 

Meski begitu, Morgan Stanley menilai valuasi rupiah sudah terlalu rendah (undervalued). Fundamental ekonomi dan selisih suku bunga menunjukkan seharusnya rupiah tidak berada di posisinya sekarang. 

"Rupiah yang underperformed dalam setahun terakhir membuat valuasinya sekarang menjadi menarik. Ditambah dengan pernyataan bank sentral yang siap menaikkan suku bunga bisa menjadi sentimen penguat. Kami melihat rupiah sudah oversold dan aksi jual ini bisa segera berakhir," tulis riset Morgan Stanley. 

Sementara risiko yang membayangi rupiah dari sisi eksternal, lanjut Morgan Stanley, setidaknya ada empat. Mereka adalah hubungan perdagangan AS dan China yang masih panas-dingin, kenaikan harga minyak yang membuat defisit transaksi berjalan semakin dalam dan menyebabkan inflasi, menyempitnya imbal hasil (yield) obligasi AS dan Indonesia, serta volatilitas di pasar keuangan global. 
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular