
Pasar Tunggu Janji Manis BI, Rupiah Melemah Terparah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2018 09:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah dolar Amerika Serikat (AS). Greenback pun kemudian kembali menembus level Rp 14.000.
Pada Selasa (15/5/52018), US$ 1 kala pembukaan pasar berada di Rp 13.979. Rupiah melemah 0,1% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Seiring waktu, rupiah terus bergerak melemah. Pada pukul 09.00 WIB, dolar AS kembali menembus level Rp 14.000, tepatnya di Rp 14.017. Di sini rupiah melemah 0,37%.
Rupiah tidak sendirian, karena mata yang Asia lainnya pun cenderung melemah terhadap dolar AS. Namun sejauh ini pelemahan rupiah menjadi yang terdalam. Posisi kedua ditempati rupee India dengan depresiasi 0,14%.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang regional:
Dolar AS memang tengah dalam laju penguatan. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, pagi ini menguat 0,04%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah naik 3,15%.
Penguatan greenback didukung oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Saat ini, yield obligasi AS tenor acuan 10 tahun berada di 2,999%. Tinggal sedikit lagi bisa menembus level 3%.
Kenaikan yield menandakan ekspektasi inflasi mulai meningkat. Penyebab kenaikan ekspektasi inflasi adalah hubungan dagang AS-China yang semakin membaik.
Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertolak ke AS pada 15-19 Mei mendatang guna melakukan negosiasi perdagangan. Begitu cepatnya negosiasi lanjutan nampaknya didorong oleh langkah Presiden AS Donald Trump yang ingin membantu melepaskan raksasa teknologi asal China ZTE dari sanksi yang belum lama ini dikenakan.
"Presiden Xi dan saya sedang berusaha bersama untuk membuka kembali akses bisnis bagi perusahaan pembuat ponsel pintar raksasa asal China, ZTE, dengan cepat. Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di China. Kementerian Perdagangan sudah diinstruksikan untuk menyelesaikannya!" tegas Trump melalui akun Twitter pribadinya.
Jika kesepakatan antar kedua negara bisa tercapai, maka pemulihan ekonomi dunia dimungkinkan untuk berlanjut. Kekhawatiran perang dagang pun akan sirna.
Ketika arus perdagangan lancar, maka pertumbuhan ekonomi AS pun akan membaik. Pertumbuhan ekonomi AS yang terakselerasi tentu melahirkan tekanan inflasi. Dari sinilah ekspektasi itu berasal.
Dari faktor domestik, investor sepertinya menunggu rilis data perdagangan internasional. Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional, di mana konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan April 2018 surplus US$ 672 juta. Kemudian ekspor diprediksi meningkat 12% secara year-on-year (YoY), sementara impor tumbuh 19,09% YoY.
Kinerja perdagangan April tersebut membawa harapan transaksi berjalan (current account) akan membaik pada kuartal II-2018. Pasalnya, transaksi berjalan mengalami defisit yang lumayan dalam pada kuartal sebelumnya. Surplus neraca perdagangan dan harapan perbaikan transaksi berjalan akan menjadi sentimen positif bagi pasar, terutama nilai tukar rupiah.
Kemudian investor juga menantikan pengumuman suku bunga acuan pada 17 Mei. Bank Indonesia (BI) sudah memberikan kode keras bahwa ruang untuk kenaikan suku bunga cukup besar. Pasar pun menantikan janji manis BI ini.
Jika janji ini terwujud, maka rupiah akan mendapat energi untuk menguat. Sebab, kenaikan suku bunga akan menarik arus modal asing untuk kembali Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Selasa (15/5/52018), US$ 1 kala pembukaan pasar berada di Rp 13.979. Rupiah melemah 0,1% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Seiring waktu, rupiah terus bergerak melemah. Pada pukul 09.00 WIB, dolar AS kembali menembus level Rp 14.000, tepatnya di Rp 14.017. Di sini rupiah melemah 0,37%.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang regional:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,69 | -0,04 |
Yuan China | 6,34 | -0,14 |
Won Korsel | 1.070,70 | -0,05 |
Dolar Taiwan | 29,74 | +0,21 |
Rupee India | 67,55 | -0,29 |
Dolar Singapura | 1,33 | +0,07 |
Ringgit Malaysia | 3,95 | -0,08 |
Peso Filipina | 52,43 | +0,03 |
Baht Thailand | 31,86 | +0,09 |
Dolar AS memang tengah dalam laju penguatan. Dollar Index, yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, pagi ini menguat 0,04%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah naik 3,15%.
Penguatan greenback didukung oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Saat ini, yield obligasi AS tenor acuan 10 tahun berada di 2,999%. Tinggal sedikit lagi bisa menembus level 3%.
Kenaikan yield menandakan ekspektasi inflasi mulai meningkat. Penyebab kenaikan ekspektasi inflasi adalah hubungan dagang AS-China yang semakin membaik.
Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertolak ke AS pada 15-19 Mei mendatang guna melakukan negosiasi perdagangan. Begitu cepatnya negosiasi lanjutan nampaknya didorong oleh langkah Presiden AS Donald Trump yang ingin membantu melepaskan raksasa teknologi asal China ZTE dari sanksi yang belum lama ini dikenakan.
"Presiden Xi dan saya sedang berusaha bersama untuk membuka kembali akses bisnis bagi perusahaan pembuat ponsel pintar raksasa asal China, ZTE, dengan cepat. Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di China. Kementerian Perdagangan sudah diinstruksikan untuk menyelesaikannya!" tegas Trump melalui akun Twitter pribadinya.
Jika kesepakatan antar kedua negara bisa tercapai, maka pemulihan ekonomi dunia dimungkinkan untuk berlanjut. Kekhawatiran perang dagang pun akan sirna.
Ketika arus perdagangan lancar, maka pertumbuhan ekonomi AS pun akan membaik. Pertumbuhan ekonomi AS yang terakselerasi tentu melahirkan tekanan inflasi. Dari sinilah ekspektasi itu berasal.
Dari faktor domestik, investor sepertinya menunggu rilis data perdagangan internasional. Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional, di mana konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan April 2018 surplus US$ 672 juta. Kemudian ekspor diprediksi meningkat 12% secara year-on-year (YoY), sementara impor tumbuh 19,09% YoY.
Kinerja perdagangan April tersebut membawa harapan transaksi berjalan (current account) akan membaik pada kuartal II-2018. Pasalnya, transaksi berjalan mengalami defisit yang lumayan dalam pada kuartal sebelumnya. Surplus neraca perdagangan dan harapan perbaikan transaksi berjalan akan menjadi sentimen positif bagi pasar, terutama nilai tukar rupiah.
Kemudian investor juga menantikan pengumuman suku bunga acuan pada 17 Mei. Bank Indonesia (BI) sudah memberikan kode keras bahwa ruang untuk kenaikan suku bunga cukup besar. Pasar pun menantikan janji manis BI ini.
Jika janji ini terwujud, maka rupiah akan mendapat energi untuk menguat. Sebab, kenaikan suku bunga akan menarik arus modal asing untuk kembali Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular