Pelemahan Rupiah Ketiga Terdalam di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 May 2018 09:36
Pelemahan Rupiah Ketiga Terdalam di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) awal pekan ini dibuka melemah tipis. Dolar AS yang sempat loyo di hadapan rupiah kini mulai bangkit. 

Pada Senin (14/5/2018), US$ 1 kala pembukaan pasar spot berada di Rp 13.950. Rupiah melemah tipis 0,03% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. 

Namun seiring perjalanan, rupiah cenderung bergerak melemah. Pada pukul 08:40 WIB, dolar AS menguat 0,18% ke Rp 13.970. 

Foto: Reuters

Mata uang regional bergerak variatif (mixed) di hadapan dolar AS. Pelemahan terdalam dialami oleh ringgit Malaysia, yang terdepresiasi nyaris 1%. 

Ada kemungkinan investor melihat transisi kepemimpinan Negeri Jiran tidak akan mulus setelah Mahathir Mohamad terpilih menjadi Perdana Menteri. Najib Razak, yang digantikan oleh Mahathir, dikenakan cekal alias tidak boleh meninggalkan Malaysia. Najib kemungkinan akan menjalani proses hukum terkait kasus korupsi 1MDB. 

Indonesia berada di posisi ketiga setelah Malaysia dan Filipina dalam hal pelemahan mata uang. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang109,26+0,11
Yuan China6,33-0,02
Won Korsel1.066,00+0,08
Dolar Taiwan29,75+0,02
Rupee India67,39-0,05
Dolar Singapura1,33+0,21
Ringgit Malaysia3,98-0,94
Peso Filipina52,56-0,31
Baht Thailand31,82+0,09
 
Dolar AS yang sampai tadi pagi sempat menguat kini mulai melemah kembali. Dollar Index, yang mencerminkan  posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama, saat ini melemah 0,14%. 

Penguatan dolar AS agak terhambat seusai investor mencerna rilis data terbaru terkait harga barang impor (imported inflation). Pada April 2018, imported inflation AS tercatat 0,3% secara month-on-month. Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memperkirakan 0,5%. 

Inflasi AS yang masih moderat ini membuat pelaku pasar memperkirakan The Federal Reserve/The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Kenaikan tiga kali sepanjang 2018 masih relevan, sampai saat ini belum ada lagi sentimen yang bisa menggerakkan sampai ke empat kali. 

Ditambah lagi ada komentar dari Presiden The Fed St Louis James Bullard, yang mengatakan kenaikan suku bunga melebihi dosis belum dibutuhkan. Kenaikan suku bunga lebih dari perkiraan justru bisa merugikan perekonomian, karena membuat dunia usaha sulit bergerak. 

"Kita harus membuka sampanye, karena ekonomi saat ini membaik. Saya yakin tekanan inflasi tidak akan terlalu besar. Tidak perlu mendistrupsi pemulihan ekonomi ini dengan suku bunga yang lebih tinggi," jelas Bullard. 

Akibat dua sentimen ini, dolar AS pun kehilangan tenaga. Greenback yang sempat menguat karena Bank Sentral Inggris menahan suku bunga, berbalik arah dan melemah. 

Namun momentum ini gagal dimanfaatkan oleh rupiah. Oleh karena itu, depresiasi rupiah lebih disebabkan faktor domestik. 

Investor sepertinya beraksi hati-hati karena pekan ini akan ada rilis sejumlah data penting. Pertama adalah data perdagangan internasional yang dijadwalkan dirilis besok, dan kedua adalah pengumuman suku bunga acuan pada Kamis. 

Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) sudah memberikan kode keras bahwa ruang kenaikan suku bunga cukup besar. Sentimen ini menjadi obat kuat bagi rupiah hingga akhir pekan lalu.

Namun tidak bertahan hingga pekan ini, karena investor justru menanti janji BI. Selagi menanti, pelaku pasar pun bergerak hati-hati. 

Selain itu, ada sentimen negatif dari rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami defisit US$ 3,85 miliar pada kuartal I-2018. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar. 

Seperti biasa, transaksi berjalan (current account) masih membukukan defisit. Kali ini nilainya US$ 5,54 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pencapaian ini membengkak ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,16 miliar (0,89% PDB). 

Namun biasanya defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus di transaksi modal dan finansial. Kali ini tidak berlaku. 

Transaksi modal dan finansial memang masih membukukan surplus, yaitu US$ 1,81 miliar. Namun jauh lebih rendah dibandingkan posisi kuartal I-2017 yang mencapai US$ 6,93 miliar. Kini transaksi modal dan finansial tidak bisa menutup lubang menganga yang ditinggalkan transaksi berjalan. 

NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar. Kala NPI defisit, maka rupiah akan kehilangan pijakan untuk terapresiasi. Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar.

Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat.

Belum lagi kemarin ada tragedi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur. Kemudian pada pukul 08:50 WIB pagi ini, terjadi lagi penyerangan berupa bom kendaraan yang menimpa Polrestabes Surabaya.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan atas keamanan di Tanah Air. Bila investor sampai berpersepsi bahwa Indonesia tidak aman, maka aliran modal akan cenderung keluar. Ini tentu semakin membebani rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular