
IHSG Menguat 3% Pekan Ini, Terbaik Kedua di Asia
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 May 2018 15:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,83% ke level 5.956,83 pada perdagangan terakhir pekan ini. Penguatan IHSG senada dengan bursa saham kawasan regional yang mayoritas diperdagangkan di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,16%, indeks Hang Seng naik 1,02%, indeks Strait Times naik 0,92%, indeks Kospi naik 0,55%, dan indeks SET (Thailand) naik 0,88%.
Apabila dihitung dalam rentang waktu seminggu terakhir, IHSG mampu menguat 2,84%, yang merupakan performa terbaik kedua di kawasan Asia, hanya kalah dari indeks Hang Seng yang menguat 3,99%. Sebagai catatan, IHSG mampu membalikkan keadaan, setelah sepanjang pekan sebelumnya harus anjlok sebesar 2,14%.
Dari pekan lalu, sebenarnya IHSG masih dihantui oleh depresiasi nilai tukar rupiah. Dalam sepekan ini rupiah melemah hingga 0,07%, sementara dalam pekan sebelumnya (yang berakhir pada tanggal 4 Mei) mata uang garuda bahkan anjlok lebih dalam sebesar 0,36%. Sebagai catatan rupiah bahkan sudah menyentuh Rp14.085/US$ di pekan ini.
Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
Sentimen negatif bagi pelemahan rupiah juga datang dari dalam negeri, yakni berasal dari data pertumbuhan ekonomi yang jauh dari harapan. Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 tercatat 5,06%, cukup jauh dari ekspektasi pasar yang mencapai 5,18%. Sepertinya pasar 'menghukum' dengan cara melepas aset-aset rupiah. Ini karena ada pandangan bahwa ekonomi Indonesia belum bisa berlari sesuai dengan potensinya.
Meski demikian, menjelang akhir pekan ini, greenback cenderung melunak, seiring inflasi Negeri Paman Sam yang di bawah ekspektasi. Inflasi AS periode April 2018 tercatat sebesar 0,2% dan inflasi inti adalah 0,1% secara month-to-month (MtM), masih di bawah konsensus pasar yang memperkirakan inflasi 0,3% MtM dan inflasi inti 0,2% MtM. Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan yang agresif kembali mengecil.
Selain itu, sinyal yang semakin jelas dari Bank Indonesia (BI) terkait kenaikan suku bunga acuan juga mendukung rupiah untuk bergerak menguat terhadap dolar AS di akhir pekan ini. Alhasil, rupiah pun mampu menipiskan pelemahannya, dan akhirnya menjadi motor penguatan IHSG di penghujung pekan.
Berita buruknya, investor asing masih mencatatkan jual bersih senilai Rp1,61 triliun di pekan ini, merespon nilai tukar rupiah yang masih loyo dalam seminggu terakhir. Pada dasarnya pelemahan rupiah tidak menguntungkan, karena membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Adapun faktor-faktor lainnya yang menyokong penguatan IHSG di pekan ini, antara lain:
Pertama, Indeks Kepercayaan Konsumen periode April 2018 yang sebesar 122,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6. Indeks Kondisi Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKE) pada April tercatat 110,2. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini ditopang oleh kenaikan penghasilan konsumen dan pembelian barang-barang tahan lama (durable goods).
Sementara, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) periode April adalah 134,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 133. Kenaikan ini didorong oleh membaiknya ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha/bisnis dalam enam bulan depan.
Kenaikan belanja masyarakat tentu berpotensi besar mendongkrak perekonomian Indonesia dan kinerja keuangan emiten di sektor barang konsumsi. Sebagai catatan, indeks sektor barang konsumsi mampu menguat hingga 6,91% pekan ini.
Kedua, koreksi IHSG yang sudah cukup dalam membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Sejak awal tahun, IHSG sudah anjlok 6,28% hingga akhir pekan ini. Ini membuat valuasi IHSG menjadi kompetitif di antara bursa saham kawasan.
Ketiga, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dijadwalkan untuk melakukan pertemuan pada 12 Juni mendatang di Singapura.
Pertemuan kedua kepala negara ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata. Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Keempat, perkasanya harga minyak dunia disokong oleh keputusan presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Alhasil, Iran sudah di ambang pengenaan sanksi yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi minyak asal Negeri Persia tersebut. Sebagai informasi, Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga sang emas hitam.
Mundurnya Negeri Paman Sam dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 oleh pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, bersama-sama dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris tersebut, ternyata berbuntut panjang. Tensi geopolitik di Timur Tengah kini mulai mengarah ke konflik bersenjata.
Setelah pengumuman Trump, Israel (yang merupakan sekutu utama AS) menyerang pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan ISIS. Negeri Zionis berdalih bahwa serangan tersebut diluncurkan sebagai balasan serangan misil kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan.
Jika skala perang semakin meluas, maka harga minyak masih berpotensi semakin melambung. Pasalnya, produksi dan distribusi minyak dari Timur Tengah dipastikan akan semakin terganggu. Kenaikan harga minyak jelas menjadi berita baik bagi emiten sektor pertambangan IHSG. Sebagai catatan, indeks sektor pertambangan menguat hingga 3,26% pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Apabila dihitung dalam rentang waktu seminggu terakhir, IHSG mampu menguat 2,84%, yang merupakan performa terbaik kedua di kawasan Asia, hanya kalah dari indeks Hang Seng yang menguat 3,99%. Sebagai catatan, IHSG mampu membalikkan keadaan, setelah sepanjang pekan sebelumnya harus anjlok sebesar 2,14%.
![]() |
Dari pekan lalu, sebenarnya IHSG masih dihantui oleh depresiasi nilai tukar rupiah. Dalam sepekan ini rupiah melemah hingga 0,07%, sementara dalam pekan sebelumnya (yang berakhir pada tanggal 4 Mei) mata uang garuda bahkan anjlok lebih dalam sebesar 0,36%. Sebagai catatan rupiah bahkan sudah menyentuh Rp14.085/US$ di pekan ini.
Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang kuat, lantaran potensi kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali masih terbuka. Terutama setelah pengumuman angka pengangguran AS posisi April yang sebesar 3,9%, terendah dalam 18 tahun terakhir.
Meski demikian, menjelang akhir pekan ini, greenback cenderung melunak, seiring inflasi Negeri Paman Sam yang di bawah ekspektasi. Inflasi AS periode April 2018 tercatat sebesar 0,2% dan inflasi inti adalah 0,1% secara month-to-month (MtM), masih di bawah konsensus pasar yang memperkirakan inflasi 0,3% MtM dan inflasi inti 0,2% MtM. Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan yang agresif kembali mengecil.
Selain itu, sinyal yang semakin jelas dari Bank Indonesia (BI) terkait kenaikan suku bunga acuan juga mendukung rupiah untuk bergerak menguat terhadap dolar AS di akhir pekan ini. Alhasil, rupiah pun mampu menipiskan pelemahannya, dan akhirnya menjadi motor penguatan IHSG di penghujung pekan.
Berita buruknya, investor asing masih mencatatkan jual bersih senilai Rp1,61 triliun di pekan ini, merespon nilai tukar rupiah yang masih loyo dalam seminggu terakhir. Pada dasarnya pelemahan rupiah tidak menguntungkan, karena membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Adapun faktor-faktor lainnya yang menyokong penguatan IHSG di pekan ini, antara lain:
Pertama, Indeks Kepercayaan Konsumen periode April 2018 yang sebesar 122,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 121,6. Indeks Kondisi Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKE) pada April tercatat 110,2. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini ditopang oleh kenaikan penghasilan konsumen dan pembelian barang-barang tahan lama (durable goods).
Sementara, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) periode April adalah 134,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 133. Kenaikan ini didorong oleh membaiknya ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha/bisnis dalam enam bulan depan.
Kenaikan belanja masyarakat tentu berpotensi besar mendongkrak perekonomian Indonesia dan kinerja keuangan emiten di sektor barang konsumsi. Sebagai catatan, indeks sektor barang konsumsi mampu menguat hingga 6,91% pekan ini.
Kedua, koreksi IHSG yang sudah cukup dalam membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Sejak awal tahun, IHSG sudah anjlok 6,28% hingga akhir pekan ini. Ini membuat valuasi IHSG menjadi kompetitif di antara bursa saham kawasan.
Ketiga, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dijadwalkan untuk melakukan pertemuan pada 12 Juni mendatang di Singapura.
Pertemuan kedua kepala negara ini terbilang bersejarah. Pasalnya, belum pernah sekalipun Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara bertemu secara empat mata. Malahan, Trump dan Kim Jong Un sempat terlibat perang kata-kata yang begitu panas pada tahun lalu. Trump sempat memanggil Kim Jong Un dengan sebutan 'Little Rocket Man', sementara Kim Jong Un memanggil mantan taipan properti tersebut dengan sebutan 'tua'.
Denuklirisasi akan menjadi fokus utama dari pertemuan ini. Jika denuklirisasi secara penuh benar dilakukan oleh Korea Utara, maka satu ketidakpastian yang dihadapi pelaku pasar akan menghilang.
Keempat, perkasanya harga minyak dunia disokong oleh keputusan presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Alhasil, Iran sudah di ambang pengenaan sanksi yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi minyak asal Negeri Persia tersebut. Sebagai informasi, Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga sang emas hitam.
Mundurnya Negeri Paman Sam dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 oleh pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, bersama-sama dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris tersebut, ternyata berbuntut panjang. Tensi geopolitik di Timur Tengah kini mulai mengarah ke konflik bersenjata.
Setelah pengumuman Trump, Israel (yang merupakan sekutu utama AS) menyerang pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan ISIS. Negeri Zionis berdalih bahwa serangan tersebut diluncurkan sebagai balasan serangan misil kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan.
Jika skala perang semakin meluas, maka harga minyak masih berpotensi semakin melambung. Pasalnya, produksi dan distribusi minyak dari Timur Tengah dipastikan akan semakin terganggu. Kenaikan harga minyak jelas menjadi berita baik bagi emiten sektor pertambangan IHSG. Sebagai catatan, indeks sektor pertambangan menguat hingga 3,26% pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular