Argentina Sudah Minta Bantuan IMF, Perlukah Indonesia?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 May 2018 14:09
Argentina Sudah Minta Bantuan IMF, Perlukah Indonesia?
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Argentina telah resmi meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi tekanan terhadap neraca pembayarannya. Kehadiran IMF ini seakan mengingatkan kembali kepada luka lama krisis ekonomi 1997-1998. 

Pekan ini, Presiden Argentina Mauricio Macri meminta bantuan IMF setelah mata uang peso Argentina anjlok parah. Sejak awal tahun, mata uang Negeri Tango melemah 17,9% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).  

Neraca pembayaran Argentina pun terus-menerus membukukan defisit. Faktor ini yang membuat Argentina menyerah hingga berpaling ke IMF. 

Argentina Sudah Minta Bantuan IMF, Perlukah Indonesia?IMF
 
Seperti halnya Indonesia, sebenarnya Argentina pun punya cerita buruk dengan lembaga multilateral yang berbasis di Washington tersebut. Kala Argentina didera krisis 20 tahun lalu (sama seperti Indonesia), IMF masuk dan memaksakan sejumlah program reformasi dan pengetatan atau austerity. 

Kala itu, pengangguran di Argentina naik menjadi 20%. Argentina pun gagal membayar utangnya ke IMF sebesar US$ 132 miliar pada 2001. 

"IMF memiliki reputasi yang buruk di antara orang Argentina. Ini adalah pertaruhan politik besar bagi pemerintah," tegas Fiona Mackie, Direktur Regional di Economist Intelligence Unit dalam, seperti dikutip CNBC International. 

Pelemahan kurs juga dialami oleh Indonesia. Namun, apakah Indonesia juga perlu memanggil IMF seperti yang dilakukan Argentina?

Untuk saat ini, Indonesia belum perlu mengundang pihak luar dalam urusan dapur ekonomi domestik. Sebab, Indonesia masih punya tembok-tembok penangkal krisis sebelum membutuhkan bantuan IMF. 

Tembok lapis pertama adalah kekuatan domestik. Lapis pertama ini terdiri dari kebijakan ekonomi yang mumpuni, cadangan devisa, dan prinsip kehati-hatian. 

Cadangan devisa Indonesia per akhir April tercatat US$ 124,9 miliar. Meski cadangan devisa terus turun sejak Februari, tetapi level tersebut masih cukup kuat untuk membiayai 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Argentina Sudah Minta Bantuan IMF, Perlukah Indonesia?BI
 
Prinsip kehati-hatian pun kini sudah diterapkan. Bank Indonesia (BI) mewajibkan korporasi dengan eksposur utang valas untuk melakukan lindung nilai (hedging). Dengan begitu, korporasi bisa terhindar dari risiko kurs, masalah yang menghempas perekonomian Indonesia pada 1997-1998. 

Jika tembok pertama dirasa kurang, Indonesia masih memiliki pertahanan lapis kedua. Ini sudah melibatkan pihak luar, tetapi IMF belum perlu campur tangan. 

Lapis kedua ini adalah sokongan dari kerjasama bilateral maupun multilateral. Indonesia sudah menjalin Bilateral Swap Agreement (BSA) dengan China, Jepang, dan negara-negara ASEAN. BSA dilakukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas ketika terjadi permasalahan neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek.  

Sementara di tingkat multilateral, Indonesia tergabung dalam Chiang Mai Initiative Multirateralisation (CMIM) bersama dengan negara-negara ASEAN plus China, Jepang, dan Asia Tenggara. CMIM berfungsi layaknya cadanagn devisa bersama negara-negara ASEAN Plus 3 yang bisa digunakan kala terjadi tekanan di neraca pembayaran.  

Oleh karena itu, Indonesia sepertinya sudah memiliki amunisi yang cukup untuk menghindari kehadiran IMF. Seperti halnya di Argentina, IMF juga meninggalkan jejak traumatis bagi Indonesia karena peran mereka dalam krisis moneter (krismon) 1997-1998.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular