BI Mau Naikkan Suku Bunga, Rupiah Jadi yang Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 May 2018 12:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat cukup signifikan pada perdagangan hari ini. Faktor domestik, yaitu semakin kencangnya angin kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI), jadi obat kuat utama bagi rupiah.
Pada Jumat (11/9/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.020. Rupiah menguat 0,36% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka di Rp 14.070/US$, tidak berubah dibandingkan hari sebelumnya. Namun seiring perjalanan, rupiah terus menguat.
Bahkan posisi terkuat rupiah sempat menyentuh Rp 14.015/US$. Jika rupiah terus menguat, maka bukan tidak mungkin dolar AS akan melorot ke bawah Rp 14.000.
Mata uang Asia bergerak variatif terhadap dolar AS. Namun hingga siang ini, rupiah mencatat apresiasi terbaik. Di posisi kedua ada baht Thailand dengan penguatan 0,16%.
Secara global, dolar AS memang kembali menguat. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, menguat 0,07%. Pagi tadi, indeks ini sempat melemah cukup dalam hingga ke kisaran 0,3%.
Dolar AS sempat tertekan akibat rilis data inflasi Negeri Paman Sam. Pada April 2018, AS mengalami inflasi 0,1% secara month-to-month (MtM), di bawah konsensus pasar yang sebesar 0,2%.
Ini membuat pelaku pasar berekspektasi The Federal Reserve/The Fed belum perlu menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Kenaikan tiga kali sepanjang 2018, seperti yang sudah diperhitungkan, sepertinya masih cukup relevan dan belum ada kebutuhan untuk menambah dosisnya menjadi empat kali. Dolar AS yang mengandalkan sentimen kenaikan suku bunga sebagai pendorong penguatan pun berbalik arah.
Namun kemudian greenback berbalik menguat karena pelaku pasar melihat potensi inflasi AS ke depan masih meningkat. Walau secara MtM inflasi relatif minim, tetapi secara year-on-year (YoY) inflasi mencapai 2,5% atau tertinggi dalam 14 bulan terakhir.
Hasilnya, pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan The Fed bulan depan hampir pasti terjadi. Probabilitasnya mencapai 100%, menurut The Federal Funds Futures.
Dolar AS pun mendapat suntikan tenaga untuk menguat. Dampaknya, sejumlah mata uang Asia melemah. Bahkan won Korea Selatan mencatat depresiasi hingga 0,34%.
Namun rupiah tidak terlalu hirau dengan greenback yang kembali garang. Pasalnya, rupiah punya doping yang kuat yaitu kenaikan suku bunga acuan yang sudah dalam taraf hampir pasti.
Hari ini, Gubernur BI Agus DW Martowardojo merilis pernyataan yang cukup menghebohkan. Eks Menteri Keuangan tersebut menegaskan bank sentral punya ruang yang besar untuk menaikkan suku bunga acuan.
Menurut pandangan BI, melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan. Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas.," tegas Agus.
Jika BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan, maka Indonesia bisa kembali dipandang menarik di mata investor asing. Dana asing pun masuk ke Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 21,38 miliar.
Kembalinya dana asing menjadi penopang penguatan rupiah. Kini rupiah sedang berada dalam masa bulan madu dengan mencatat kinerja terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Jumat (11/9/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.020. Rupiah menguat 0,36% dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka di Rp 14.070/US$, tidak berubah dibandingkan hari sebelumnya. Namun seiring perjalanan, rupiah terus menguat.
![]() |
Mata uang Asia bergerak variatif terhadap dolar AS. Namun hingga siang ini, rupiah mencatat apresiasi terbaik. Di posisi kedua ada baht Thailand dengan penguatan 0,16%.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,45 | -0,05 |
Yuan China | 6,34 | +0,01 |
Won Korsel | 1.068,30 | -0,34 |
Dolar Taiwan | 29,73 | -0,09 |
Rupee India | 67,17 | +0,10 |
Dolar Singapura | 1,34 | +0,01 |
Ringgit Malaysia | 3,95 | -0,13 |
Peso Filipina | 52,07 | -0,32 |
Baht Thailand | 31,92 | +0,16 |
Secara global, dolar AS memang kembali menguat. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, menguat 0,07%. Pagi tadi, indeks ini sempat melemah cukup dalam hingga ke kisaran 0,3%.
![]() |
Dolar AS sempat tertekan akibat rilis data inflasi Negeri Paman Sam. Pada April 2018, AS mengalami inflasi 0,1% secara month-to-month (MtM), di bawah konsensus pasar yang sebesar 0,2%.
Ini membuat pelaku pasar berekspektasi The Federal Reserve/The Fed belum perlu menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Kenaikan tiga kali sepanjang 2018, seperti yang sudah diperhitungkan, sepertinya masih cukup relevan dan belum ada kebutuhan untuk menambah dosisnya menjadi empat kali. Dolar AS yang mengandalkan sentimen kenaikan suku bunga sebagai pendorong penguatan pun berbalik arah.
Namun kemudian greenback berbalik menguat karena pelaku pasar melihat potensi inflasi AS ke depan masih meningkat. Walau secara MtM inflasi relatif minim, tetapi secara year-on-year (YoY) inflasi mencapai 2,5% atau tertinggi dalam 14 bulan terakhir.
Hasilnya, pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan The Fed bulan depan hampir pasti terjadi. Probabilitasnya mencapai 100%, menurut The Federal Funds Futures.
Dolar AS pun mendapat suntikan tenaga untuk menguat. Dampaknya, sejumlah mata uang Asia melemah. Bahkan won Korea Selatan mencatat depresiasi hingga 0,34%.
Namun rupiah tidak terlalu hirau dengan greenback yang kembali garang. Pasalnya, rupiah punya doping yang kuat yaitu kenaikan suku bunga acuan yang sudah dalam taraf hampir pasti.
Hari ini, Gubernur BI Agus DW Martowardojo merilis pernyataan yang cukup menghebohkan. Eks Menteri Keuangan tersebut menegaskan bank sentral punya ruang yang besar untuk menaikkan suku bunga acuan.
Menurut pandangan BI, melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan. Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas.," tegas Agus.
Jika BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan, maka Indonesia bisa kembali dipandang menarik di mata investor asing. Dana asing pun masuk ke Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 21,38 miliar.
Kembalinya dana asing menjadi penopang penguatan rupiah. Kini rupiah sedang berada dalam masa bulan madu dengan mencatat kinerja terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular