
Faktor China Tekan Dolar Australia di Tengah Penguatan Rupiah
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
11 May 2018 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Australia pada perdagangan pagi ini bergerak menguat, setelah mata uang Negeri Kanguru tersebut tertekan mengikuti kehawatiran dampak perlambatan ekonomi China terhadap ekspor mereka.
Di sisi lain, kurs rupiah mendapat dorongan penguatan menyusul pernyataan Bank Indonesia (BI) yang siap menaikkan suku bunga acuan (BI 7-day reverse repo rate) untuk memperkuat pengembalian (return) rupiah terhadap mata uang negara maju.
Pada Jumat (11/05) pukul 10:00 WIB, 1 dolar Australia dibanderol pada Rp 10.573,08. Dengan kata lain, rupiah menguat 0,23% dibandingkan dengan penutupan pada hari sebelumnya.
Namun, penguatan rupiah belum tercermin pada harga jual dolar Australia di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang masih menembus Rp 10.700. BCA merupakan bank swasta terbesar nasional, dan bank terbesar keempat nasional dari sisi aset.
Berikut data perdagangan dolar Singapura hingga pukul 10:10 WIB :
Perlambatan ekonomi di Negeri Tirai Bambu memicu sentimen negatif terhadap Australia karena pasar berspekulasi kondisi tersebut akan memicu penurunan permintaan bahan baku dari Australia. Kondisi tersebut mengganggu volume ekspor Australia, mengingat China merupakan negara tujuan ekspor utamanya.
Mengacu pada data Australia Bureau of Statistic (ABS), sepanjang 2016 hingga 2017, pangsa pasar ekspor Australia ke China mencapai 29,6% atau hampir sepertiganya. Adanya penurunan ekspor akan membuat penerimaan devisa Australia akan menurun sehingga mengurangi ketersedian valas di negara tersebut.
Ini memicu pelemahan dolar Australia yang secara bersamaan memberi ruang penguatan rupiah di tengah sentimen positif terkait ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Indonesia.
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Di sisi lain, kurs rupiah mendapat dorongan penguatan menyusul pernyataan Bank Indonesia (BI) yang siap menaikkan suku bunga acuan (BI 7-day reverse repo rate) untuk memperkuat pengembalian (return) rupiah terhadap mata uang negara maju.
Pada Jumat (11/05) pukul 10:00 WIB, 1 dolar Australia dibanderol pada Rp 10.573,08. Dengan kata lain, rupiah menguat 0,23% dibandingkan dengan penutupan pada hari sebelumnya.
![]() |
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank Mandiri | Rp 10.340,00 | Rp 10,696,00 |
Bank BNI | Rp 10.460,00 | Rp 10.685,00 |
Bank BRI | Rp 10.390,72 | Rp 10.547,93 |
Bank BTN | Rp 10.476,00 | Rp 10.696,00 |
Bank BCA | Rp 10.441,00 | Rp 10.731,00 |
Perlambatan ekonomi di Negeri Tirai Bambu memicu sentimen negatif terhadap Australia karena pasar berspekulasi kondisi tersebut akan memicu penurunan permintaan bahan baku dari Australia. Kondisi tersebut mengganggu volume ekspor Australia, mengingat China merupakan negara tujuan ekspor utamanya.
Mengacu pada data Australia Bureau of Statistic (ABS), sepanjang 2016 hingga 2017, pangsa pasar ekspor Australia ke China mencapai 29,6% atau hampir sepertiganya. Adanya penurunan ekspor akan membuat penerimaan devisa Australia akan menurun sehingga mengurangi ketersedian valas di negara tersebut.
Ini memicu pelemahan dolar Australia yang secara bersamaan memberi ruang penguatan rupiah di tengah sentimen positif terkait ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Indonesia.
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Most Popular