
Harga Minyak Meroket, Wall Street Siap Dibuka Menguat
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 May 2018 18:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini (9/5/2018,) Wall Street berpotensi dibuka menguat. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS, kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan 132 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 13 dan 29 poin.
Lonjakan harga minyak membawa aura positif bagi bursa saham Negeri Paman Sam. Sampai dengan berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Juni menguat 2,81% ke level US$ 71/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Juli menguat 3,09% ke level US$ 77,16/barel.
Kenaikan harga minyak datang sebagai hasil keputusan Amerika Serikat (AS) yang akan menarik AS dari kesepakatan nuklir dengan Iran. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi akan dikenakan bagi Iran.
"Perjanjian dengan Iran ini sangat buruk dan hanya menguntungkan satu pihak. Seharusnya tidak pernah dibuat. AS akan mengenakan sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi," tegas Trump, seperti dilansir Reuters.
Ketika sanksi dijatuhkan, maka Iran akan sulit menjual minyaknya. Padahal, produksi minyak Iran cukup besar yaitu mencapai 3,8 juta barel/hari yang 2,5 juta barel/hari dialokasikan untuk pasar ekspor.
China, India, Jepang, dan Korea Selatan adalah beberapa negara yang banyak membeli minyak dari Iran. Terputusnya pasokan minyak dari Iran yang menyebabkan harga naik begitu kencang. Kenaikan harga minyak akan membuat emiten-emiten sektor energi lebih diapresiasi oleh investor.
Namun, mundurnya AS dari kesepakatan dengan Iran tak sepenuhnya berarti positif bagi bursa saham. Pasalnya, Iran merespon keras keputusan tersebut. Hassan Rouhani, Presiden Iran, mengatakan negaranya akan terus menjalankan kesepakatan meski tanpa AS.
Rouhani juga menegaskan bahwa langkah AS adalah sesuatu yang illegal dan merusak tatanan internasional. Hubungan AS-Iran pun memanas pasca Donald Trump mengumumkan keputusan kontroversialnya.
Bahkan, perang mungkin akan terjadi dalam waktu dekat. Pasalnya, Israel telah mengumumkan peringatan terkait adanya aktivitas abnormal dari tentara Iran di Suriah.
Israel lantas memerintahkan tempat perlindungan bom di Golan Heights untuk disiapkan. Jika tanda-tanda adanya perang semakin nyata, investor bisa dipaksa melepas instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkan dananya ke instrumen safe haven.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun telah kembali menyentuh level 3%, dipicu oleh ekspektasi atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, lebih agresif dari rencana awal yang sebanyak 3 kali. Sampai dengan berita ini diturunkan, nilainya adalah sebesar 3,0004%. Jika imbal hasil terus naik, investor bisa melirik obligasi AS dan meninggalkan bursa saham.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Lonjakan harga minyak membawa aura positif bagi bursa saham Negeri Paman Sam. Sampai dengan berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Juni menguat 2,81% ke level US$ 71/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Juli menguat 3,09% ke level US$ 77,16/barel.
Kenaikan harga minyak datang sebagai hasil keputusan Amerika Serikat (AS) yang akan menarik AS dari kesepakatan nuklir dengan Iran. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi akan dikenakan bagi Iran.
Ketika sanksi dijatuhkan, maka Iran akan sulit menjual minyaknya. Padahal, produksi minyak Iran cukup besar yaitu mencapai 3,8 juta barel/hari yang 2,5 juta barel/hari dialokasikan untuk pasar ekspor.
China, India, Jepang, dan Korea Selatan adalah beberapa negara yang banyak membeli minyak dari Iran. Terputusnya pasokan minyak dari Iran yang menyebabkan harga naik begitu kencang. Kenaikan harga minyak akan membuat emiten-emiten sektor energi lebih diapresiasi oleh investor.
Namun, mundurnya AS dari kesepakatan dengan Iran tak sepenuhnya berarti positif bagi bursa saham. Pasalnya, Iran merespon keras keputusan tersebut. Hassan Rouhani, Presiden Iran, mengatakan negaranya akan terus menjalankan kesepakatan meski tanpa AS.
Rouhani juga menegaskan bahwa langkah AS adalah sesuatu yang illegal dan merusak tatanan internasional. Hubungan AS-Iran pun memanas pasca Donald Trump mengumumkan keputusan kontroversialnya.
Bahkan, perang mungkin akan terjadi dalam waktu dekat. Pasalnya, Israel telah mengumumkan peringatan terkait adanya aktivitas abnormal dari tentara Iran di Suriah.
Israel lantas memerintahkan tempat perlindungan bom di Golan Heights untuk disiapkan. Jika tanda-tanda adanya perang semakin nyata, investor bisa dipaksa melepas instrumen berisiko seperti saham dan mengalihkan dananya ke instrumen safe haven.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun telah kembali menyentuh level 3%, dipicu oleh ekspektasi atas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, lebih agresif dari rencana awal yang sebanyak 3 kali. Sampai dengan berita ini diturunkan, nilainya adalah sebesar 3,0004%. Jika imbal hasil terus naik, investor bisa melirik obligasi AS dan meninggalkan bursa saham.
Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular