Dolar AS Terus Diburu, Semakin Dekati Rp 14.100
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 May 2018 12:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah. Dolar AS kini mencoba menembus level Rp 14.100.
Pada Rabu (9/5/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 14.075. Rupiah melemah 0,21 % dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka dengan pelemahan tipis 0,07%. Namun seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan mencapai posisi terlemah sejak akhir 2015.
Mata uang Asia juga cenderung melemah terhadap dolar AS. Hari ini, keperkasaan greenback sepertinya memang sulit terbendung.
Namun rupiah bukan lagi menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia. Predikat itu kini menjadi milik baht Thailand. Disusul oleh won Korea Selatan dan yen Jepang.
Penguatan dolar AS terjadi secara luas (broadbased). Terhadap mata uang utama, greenback pun digdaya. Ini tercermin dari Dollar Index yang masih membukukan kenaikan hingga siang ini.
Hari ini, sentimen yang membayangi pelaku pasar adalah pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran. Trump juga menegaskan Washington akan menjatuhkan sanksi ekonomi terberat bagi Teheran.
"Perjanjian dengan Iran ini sangat buruk dan hanya menguntungkan satu pihak. Seharusnya tidak pernah dibuat. AS akan mengenakan sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi," tegas Trump, seperti dilansir Reuters.
Hassan Rouhani, Presiden Iran, mengatakan negaranya akan terus menjalankan kesepakatan meski tanpa AS. Rouhani juga menegaskan bahwa langkah AS adalah sesuatu yang ilegal dan merusak tatanan internasional.
Ketika sanksi dijatuhkan, maka Iran akan sulit menjual minyaknya. Padahal, produksi minyak Iran cukup besar yaitu mencapai 3,8 juta barel/hari yang 2,5 juta barel/hari dialokasikan untuk pasar ekspor. China, India, Jepang, dan Korea Selatan adalah beberapa negara yang banyak membeli minyak dari Iran.
Terputusnya pasokan minyak dari Iran akan menyebabkan harga naik. Ke depan, harga si emas hitam akan semakin terkerek ke atas kala sanksi terhadap Iran sudah diterapkan.
Kenaikan harga minyak dunia artinya akan ada tekanan inflasi. Ini kembali memunculkan persepsi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Seperti biasa, pembacaan seperti ini membuat investor lari ke pelukan dolar AS. Kala suku bunga naik, mata uang akan diuntungkan karena inflasi terjangkar dan nilainya terapresiasi. Dolar AS pun jadi primadona, sehingga menekan mata uang global termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Rabu (9/5/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 14.075. Rupiah melemah 0,21 % dibandingkan penutupan hari sebelumnya.
Rupiah dibuka dengan pelemahan tipis 0,07%. Namun seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan mencapai posisi terlemah sejak akhir 2015.
![]() |
Mata uang Asia juga cenderung melemah terhadap dolar AS. Hari ini, keperkasaan greenback sepertinya memang sulit terbendung.
Namun rupiah bukan lagi menjadi mata uang dengan performa terburuk di Asia. Predikat itu kini menjadi milik baht Thailand. Disusul oleh won Korea Selatan dan yen Jepang.
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 109,49 | -0,35 |
Yuan China | 6,37 | -0,04 |
Won Korsel | 1.081,60 | -0,39 |
Dolar Taiwan | 29,91 | -0,38 |
Rupee India | 67,35 | -0,34 |
Dolar Singapura | 1,34 | -0,19 |
Ringgit Malaysia | 3,95 | -0,13 |
Peso Filipina | 51,97 | -0,16 |
Baht Thailand | 32,08 | -0,50 |
Penguatan dolar AS terjadi secara luas (broadbased). Terhadap mata uang utama, greenback pun digdaya. Ini tercermin dari Dollar Index yang masih membukukan kenaikan hingga siang ini.
![]() |
Hari ini, sentimen yang membayangi pelaku pasar adalah pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran. Trump juga menegaskan Washington akan menjatuhkan sanksi ekonomi terberat bagi Teheran.
"Perjanjian dengan Iran ini sangat buruk dan hanya menguntungkan satu pihak. Seharusnya tidak pernah dibuat. AS akan mengenakan sanksi ekonomi dalam tingkatan tertinggi," tegas Trump, seperti dilansir Reuters.
Hassan Rouhani, Presiden Iran, mengatakan negaranya akan terus menjalankan kesepakatan meski tanpa AS. Rouhani juga menegaskan bahwa langkah AS adalah sesuatu yang ilegal dan merusak tatanan internasional.
Ketika sanksi dijatuhkan, maka Iran akan sulit menjual minyaknya. Padahal, produksi minyak Iran cukup besar yaitu mencapai 3,8 juta barel/hari yang 2,5 juta barel/hari dialokasikan untuk pasar ekspor. China, India, Jepang, dan Korea Selatan adalah beberapa negara yang banyak membeli minyak dari Iran.
Terputusnya pasokan minyak dari Iran akan menyebabkan harga naik. Ke depan, harga si emas hitam akan semakin terkerek ke atas kala sanksi terhadap Iran sudah diterapkan.
Kenaikan harga minyak dunia artinya akan ada tekanan inflasi. Ini kembali memunculkan persepsi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Seperti biasa, pembacaan seperti ini membuat investor lari ke pelukan dolar AS. Kala suku bunga naik, mata uang akan diuntungkan karena inflasi terjangkar dan nilainya terapresiasi. Dolar AS pun jadi primadona, sehingga menekan mata uang global termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular